Purwokerto (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Akhmad Darmawan menilai kebijakan pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah kenaikan harga komoditas itu.
"Itu (penyaluran BLT, red.) baik, itu solusi tapi sifatnya sementara. Penyaluran BLT ini terkait dengan naiknya harga minyak goreng," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Dalam hal ini, pemerintah akan menyalurkan BLT minyak goreng kepada 20,5 juta keluarga penerima program bantuan pangan non-tunai (BPNT) dan program keluarga harapan (PKH) serta 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL).
BLT tersebut disalurkan untuk bulan April, Mei, dan Juni 2022, masing-masing Rp300.000 serta dibayarkan pada April 2022.
Wakil Rektor UMP Bidang Kemahasiswaan Alumni dan Al Islam Kemuhammadiyahan itu mengatakan langkah esensial yang semestinya dilakukan pemerintah bukanlah melalui penyaluran BLT minyak goreng.
Menurut dia, pemerintah semestinya segera memberantas mafia atau pelaku kartel minyak goreng karena lonjakan harga minyak goreng berimbas pada harga komoditas lain.
"Apalagi momentumnya sekarang sedang bulan Puasa dan mau Lebaran. Permintaan akan minyak goreng pasti meningkat karena banyak pelaku UMKM meningkatkan produksi selama momentum bulan Puasa hingga Lebaran," kata dia yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas.
Ia mengakui penyaluran BLT minyak goreng tidak akan memengaruhi ekonomi secara makro karena bantuan tersebut hanya diberikan kepada orang-orang tertentu.
Kondisi tersebut berbeda dengan saat pemerintah memberikan subsidi, sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa membeli minyak goreng dengan harga murah meskipun pasokannya terbatas.'
"Oleh karena itu, pemerintah semestinya segera menormalisasi harga minyak goreng. Kalau memang mau ada subsidi, semestinya dilakukan lebih baik lagi," kata Darmawan.
Akan tetapi, kata dia, pemberian subsidi justru akan mengorbankan APBN karena saat sekarang masyarakat sudah benar-benar mengalami kesulitan.
Selain masalah minyak goreng, lanjut dia, saat sekarang masyarakat juga dihadapkan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun beberapa komoditas lainnya.
"Saat bulan Puasa seperti sekarang, beberapa harga komoditas mulai naik, sedangkan gaji para pekerja tidak naik, apalagi yang tidak bekerja. Dengan demikian, kuncinya adalah kartel minyak goreng harus segera diatasi karena sudah mengganggu ekonomi secara makro," katanya.
"Itu (penyaluran BLT, red.) baik, itu solusi tapi sifatnya sementara. Penyaluran BLT ini terkait dengan naiknya harga minyak goreng," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Dalam hal ini, pemerintah akan menyalurkan BLT minyak goreng kepada 20,5 juta keluarga penerima program bantuan pangan non-tunai (BPNT) dan program keluarga harapan (PKH) serta 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL).
BLT tersebut disalurkan untuk bulan April, Mei, dan Juni 2022, masing-masing Rp300.000 serta dibayarkan pada April 2022.
Wakil Rektor UMP Bidang Kemahasiswaan Alumni dan Al Islam Kemuhammadiyahan itu mengatakan langkah esensial yang semestinya dilakukan pemerintah bukanlah melalui penyaluran BLT minyak goreng.
Menurut dia, pemerintah semestinya segera memberantas mafia atau pelaku kartel minyak goreng karena lonjakan harga minyak goreng berimbas pada harga komoditas lain.
"Apalagi momentumnya sekarang sedang bulan Puasa dan mau Lebaran. Permintaan akan minyak goreng pasti meningkat karena banyak pelaku UMKM meningkatkan produksi selama momentum bulan Puasa hingga Lebaran," kata dia yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas.
Ia mengakui penyaluran BLT minyak goreng tidak akan memengaruhi ekonomi secara makro karena bantuan tersebut hanya diberikan kepada orang-orang tertentu.
Kondisi tersebut berbeda dengan saat pemerintah memberikan subsidi, sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa membeli minyak goreng dengan harga murah meskipun pasokannya terbatas.'
"Oleh karena itu, pemerintah semestinya segera menormalisasi harga minyak goreng. Kalau memang mau ada subsidi, semestinya dilakukan lebih baik lagi," kata Darmawan.
Akan tetapi, kata dia, pemberian subsidi justru akan mengorbankan APBN karena saat sekarang masyarakat sudah benar-benar mengalami kesulitan.
Selain masalah minyak goreng, lanjut dia, saat sekarang masyarakat juga dihadapkan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun beberapa komoditas lainnya.
"Saat bulan Puasa seperti sekarang, beberapa harga komoditas mulai naik, sedangkan gaji para pekerja tidak naik, apalagi yang tidak bekerja. Dengan demikian, kuncinya adalah kartel minyak goreng harus segera diatasi karena sudah mengganggu ekonomi secara makro," katanya.