Cilacap (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendorong Pemerintah Kabupaten Cilacap di Provinsi Jawa Tengah memperkuat upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan dampaknya.

Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo dalam keterangannya di Cilacap, Sabtu, menekankan pentingnya penguatan upaya mitigasi dan adaptasi guna mengurangi dampak perubahan iklim.

"Perubahan iklim sudah terjadi di hadapan kita. Antisipasi agar kita bisa tetap bertahan adalah dengan beradaptasi terhadap perubahan iklim tersebut," katanya.

Mitigasi perubahan iklim mencakup upaya untuk mencegah atau memperlambat terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim dengan mengurangi emisi dan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca.

Sedangkan adaptasi terhadap perubahan iklim meliputi langkah-langkah penyesuaian untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti pelestarian ekosistem hutan, pembenahan infrastruktur perkotaan, peningkatan penggunaan energi terbarukan, peningkatan ketahanan daerah pesisir, serta peningkatan kapasitas masyarakat dalam upaya pengendalian perubahan iklim dan dampaknya.

Teguh mengatakan bahwa Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung menjalankan Program Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan Program Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) untuk meningkatkan pemahaman petani dan nelayan mengenai cuaca dan iklim.

"Nah, untuk kampung iklim barangkali salah satu aplikasi dari adaptasi perubahan iklim di lapangan dari Pemkab Cilacap," katanya.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Cilacap dapat menjalankan program-program untuk meningkatkan pengetahuan warga mengenai iklim, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, menggiatkan penghijauan, serta mengampanyekan penerapan prinsip mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang dalam pengelolaan sampah.

"Reduce adalah kegiatan menggunakan produk kemasan, terutama plastik seminimal mungkin. Reuse adalah langkah menggunakan kembali benda-benda bekas seperti kantong plastik atau botol plastik. Recycle adalah kegiatan mendaur ulang barang yang sudah tidak terpakai menjadi berguna lagi," kata Teguh mengenai prinsip reduce, reuse, recycle atau 3R. 

Perubahan Iklim

Teguh menjelaskan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim antara lain dipicu oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akibat aktivitas manusia, termasuk dalam menjalankan industri dan transportasi serta menggunakan energi.

Ia mencontohkan, perubahan perilaku manusia dalam menggunakan alat transportasi telah meningkatkan penggunaan bahan bakar minyak, yang menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.

"Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca ini menyebabkan radiasi matahari terperangkap oleh gas-gas CO2, CH4, CFC, HFC, dan N2O serta menyebabkan peningkatan temperatur permukaan bumi yang disebut dengan global warming (pemanasan global). Nah, pemanasan global ini yang dapat memicu terjadinya global climate change (perubahan iklim secara global)," katanya.

Ia menjelaskan bahwa ada setidaknya empat hal yang menunjukkan adanya perubahan iklim di Indonesia, yaitu peningkatan suhu rata-rata tahunan, perubahan curah hujan, pergeseran musim hujan, dan pergeseran musim kemarau.

Berdasarkan hasil dari pengolahan data iklim yang ada di Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, suhu rata-rata tahunan menunjukkan kecenderungan meningkat 0,0245 derajat Celsius per tahun atau 0,245 derajat Celsius per 10 tahun, atau 2,45 derajat Celsius per 100 tahun.

Suhu minimum absolut tahunan tercatat meningkat 0,0454 derajat Celsius per tahun dan suhu maksimum absolut tahunan meningkat 0,0399 derajat Celsius per tahun.

Di samping itu, secara umum terjadi peningkatan curah hujan sebesar 11,077 milimeter setiap tahun, penurunan curah hujan pada musim kemarau sebesar 9,1878 milimeter setiap tahun, dan peningkatan kejadian curah hujan ekstrem sebanyak 0,0085 kali setiap tahun.

Teguh mengatakan bahwa awal musim hujan mundur 0,2371 dasarian atau 2,371 hari setiap tahunnya dan awal musim kemarau maju 0,046 dasarian atau 0,46 hari atau 11,04 jam setiap tahun.

"Hal ini tentu menjadi sesuatu hal yang sangat mengkhawatirkan apabila tidak ada tindakan-tindakan pencegahan seperti pengurangan penggunaan gas rumah kaca dan penghijauan tanaman untuk menyerap CO2," kata Teguh.

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024