Semarang (ANTARA) -
Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Tengah menyebut penerapan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat berbagai urusan publik oleh pemerintah bakal semakin membebani masyarakat.

"Penerapan BPJS untuk syarat mengurus urusan publik saat ini jelas tak tepat, terutama pada masyarakat untuk kelas ekonomi menengah ke bawah. Kondisi pandemi sudah membuat ekonomi masyarakat terasa berat," kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jawa Tengah Rohmat Marzuki di Semarang, Senin.

Ia menyebutkan, syarat kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pengurusan urusan publik tersebut sebenarnya tak ada kaitannya dan kebijakan tersebut sah-sah saja untuk peningkatan pelayanan kesehatan di tanah air bagi semua masyarakat.

Baca juga: Vaksinasi lansia 75 persen jadi syarat pencairan dana desa di Kudus

Menurut dia, pemerintah mesti terbuka dengan keuangan BPJS Kesehatan. Harus ada solusi bagi masyarakat yang memang tidak mampu.

"Berapa premi yang masuk, berapa yang 'dicover', berapa yang dikeluarkan dari premi itu. Kalau dananya juga diputar untuk investasi, maka bisa disosialisasikan juga agar lebih transparan," ujarnya.

Ketidaktransparanan atau belum tersosialisasikannya data dan anggaran itu, lanjut dia, akan memicu ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah terutama pengelolaan dana BPJS Kesehatan.

Sebagai informasi, belum semua masyarakat Jateng terdaftar sebagai anggota JKN dan berdasarkan data dari BPJS Kesehatan hingga tahun 2021 tercatat baru 30 juta jiwa penduduk Jateng yang terdaftar atau masih ada sekitar 6 jutaan penduduk Jateng yang belum masuk di JKN tersebut.

Dengan persentase kepesertaan JKN berkisar 81,6 persen untuk 35 kabupaten/kota di Provinsi Jateng berdasarkan pendataan BPS tahun 2020.

Rohmat yang juga menjabat sebagai anggota Komisi B DPRD Jateng ini mengatakan BPJS Kesehatan tidak bisa melihat angka 6 juta penduduk ini sebagai potensi "pemasukan" namun harus juga dilihat seberapa kemampuan ekonominya, belum lagi ada wacana kenaikan premi BPJS Kesehatan.

"Jika yang belum terdaftar di BPJS Kesehatan itu adalah masyarakat ekonomi menengah atas atak kalangan mampu, saya kira tidak masalah, tapi jika mereka ini ekonomi menengah ke bawah dan dipaksa untuk mendaftar maka ya memberatkan. Untuk makan saja terbatas, mau mengurus SIM harus bayar BPJS," katanya. ***3***

Baca juga: Pemkab Pekalongan jadikan vaksinasi syarat pelajar ikut ujian

Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024