Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Persatuan Dokter Gizi Klinik Indonesia, dr. Diana F. Suganda, M.Kes, SpGK mengatakan sarapan idealnya dilakukan setengah jam hingga satu jam sebelum Anda beraktivitas.
"Jam sarapan sebelum aktivitas. Tujuan sarapan memberikan energi saat beraktivitas. Setengah jam atau sejam sebelum (beraktivitas) masih oke," kata dia dalam sebuah acara daring, Kamis (17/2).
Menurut Diana, sarapan dapat menjadi semacam bahan baku atau energi pertama untuk seseorang beraktivitas. Pada anak-anak, khususnya sarapan bisa membantu mereka berkonsentrasi saat belajar.
"Satu-satunya energi untuk otak yang paling mudah (didapatkan) yakni glukosa salah satunya dari karbohidrat. Butuh (juga) protein agar anak konsentrasi, (bisa melakukan) aktivitas harian," tutur dia.
Di Indonesia, data memperlihatkan sarapan belum menjadi kebiasaan khususnya di kalangan anak-anak. Riset yang dilakukan Pergizi Pangan Indonesia tahun 2013 menunjukkan, hampir 60 persen anak Indonesia belum memiliki kebiasaan sarapan dengan alasan beragam mulai dari tidak sempat hingga tidak terbiasa sarapan.
"Biasanya pagi-pagi urusan emak-emak susah bangunin anak apalagi saat masih sekolah tatap muka. Drama pagi hari panjang sehingga enggak sempat sarapan atau sempat sarapan tapi enggak habis karena terburu-buru harus berangkat, atau sulit karena enggak biasa sarapan," kata Diana.
Sementara itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sebanyak 44,6 persen anak Indonesia mengkonsumsi sarapan dengan asupan gizi kurang dari 15 persen total kebutuhan energi.
Bahkan, sekitar 26,1 persen anak hanya minum teh, air putih atau susu untuk sarapan. Sementara anak usia sekolah membutuhkan 1.550 kalori per hari, mulai dari karbohidrat, protein, hingga lemak, yang mengandung omega 3 dan 6 serta vitamin, mineral dan juga serat untuk mendukung kesehatan dan pertumbuhannya.
Jika ini tidak terpenuhi akan berdampak pada pertumbuhan, status gizi hingga penyerapan ilmu di sekolah.
Di sisi lain, menurut Diana, anak yang tidak terbiasa sarapan mungkin tak akan merasa kelaparan tetapi kurang bisa berkonsentrasi saat belajar karena otaknya tidak cukup mendapatkan energi.
"Konsentrasinya kurang, banyak melamun karena otaknya tidak cukup mendapat energi. Anak terlihat mengantuk di sekolah, padahal tadi malam cukup tidur. Otak kurang mendapatkan energi asupan terutama karbohidrat dan protein," jelas dia.
Mengetahui fungsi sarapan untuk tubuh, menurut Diana, maka edukasi mengenai sarapan menjadi penting. Dia menuturkan, dari sisi porsi. sarapan khususnya anak-anak bisa disajikan dalam porsi kecil namun tetap mengikuti kaidah gizi seimbang.
"Nasi boleh, roti boleh. Lengkapi dengan protein misalnya telur, suwiran ayam, sayuran, buah, boleh ditambah segelas susu. Pilih yang mudah disiapkan, enak dan bergizi," demikian pesan Diana.
"Jam sarapan sebelum aktivitas. Tujuan sarapan memberikan energi saat beraktivitas. Setengah jam atau sejam sebelum (beraktivitas) masih oke," kata dia dalam sebuah acara daring, Kamis (17/2).
Menurut Diana, sarapan dapat menjadi semacam bahan baku atau energi pertama untuk seseorang beraktivitas. Pada anak-anak, khususnya sarapan bisa membantu mereka berkonsentrasi saat belajar.
"Satu-satunya energi untuk otak yang paling mudah (didapatkan) yakni glukosa salah satunya dari karbohidrat. Butuh (juga) protein agar anak konsentrasi, (bisa melakukan) aktivitas harian," tutur dia.
Di Indonesia, data memperlihatkan sarapan belum menjadi kebiasaan khususnya di kalangan anak-anak. Riset yang dilakukan Pergizi Pangan Indonesia tahun 2013 menunjukkan, hampir 60 persen anak Indonesia belum memiliki kebiasaan sarapan dengan alasan beragam mulai dari tidak sempat hingga tidak terbiasa sarapan.
"Biasanya pagi-pagi urusan emak-emak susah bangunin anak apalagi saat masih sekolah tatap muka. Drama pagi hari panjang sehingga enggak sempat sarapan atau sempat sarapan tapi enggak habis karena terburu-buru harus berangkat, atau sulit karena enggak biasa sarapan," kata Diana.
Sementara itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sebanyak 44,6 persen anak Indonesia mengkonsumsi sarapan dengan asupan gizi kurang dari 15 persen total kebutuhan energi.
Bahkan, sekitar 26,1 persen anak hanya minum teh, air putih atau susu untuk sarapan. Sementara anak usia sekolah membutuhkan 1.550 kalori per hari, mulai dari karbohidrat, protein, hingga lemak, yang mengandung omega 3 dan 6 serta vitamin, mineral dan juga serat untuk mendukung kesehatan dan pertumbuhannya.
Jika ini tidak terpenuhi akan berdampak pada pertumbuhan, status gizi hingga penyerapan ilmu di sekolah.
Di sisi lain, menurut Diana, anak yang tidak terbiasa sarapan mungkin tak akan merasa kelaparan tetapi kurang bisa berkonsentrasi saat belajar karena otaknya tidak cukup mendapatkan energi.
"Konsentrasinya kurang, banyak melamun karena otaknya tidak cukup mendapat energi. Anak terlihat mengantuk di sekolah, padahal tadi malam cukup tidur. Otak kurang mendapatkan energi asupan terutama karbohidrat dan protein," jelas dia.
Mengetahui fungsi sarapan untuk tubuh, menurut Diana, maka edukasi mengenai sarapan menjadi penting. Dia menuturkan, dari sisi porsi. sarapan khususnya anak-anak bisa disajikan dalam porsi kecil namun tetap mengikuti kaidah gizi seimbang.
"Nasi boleh, roti boleh. Lengkapi dengan protein misalnya telur, suwiran ayam, sayuran, buah, boleh ditambah segelas susu. Pilih yang mudah disiapkan, enak dan bergizi," demikian pesan Diana.