Jakarta (ANTARA) - Panglima Generasi Cinta Negeri (Gentari) Habib Umar Alhamid meminta semua pihak mewaspadai upaya yang mencoba mengadu domba antara TNI dan umat Islam dan meminta untuk mengakhiri upaya tersebut.
"Saya minta kepada semua pihak untuk mewaspadai bahaya laten 'adu domba' ini. Karena bahaya adu domba ini lebih besar dari bahaya COVID-19, dampaknya bangsa ini bisa terpecah,” pintanya.
Dia juga menekankan agar semua pihak tidak saling curiga satu sama lain. Dialog dan silaturahmi melalui forum diskusi atau seminar harus lebih dikedepankan.
"Karena saya yakin kalau TNI dan rakyat itu satu. Seperti semboyannya TNI selama ini, yakni dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh Rakyat. Dan, kita semua tahu kalau TNI bukan milikmu, tapi milik kita, rakyat Indonesia," katanya.
Habib Umar menilai ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengadu domba antara TNI dan umat Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari ketegangan antara TNI dan umat Islam akhir-akhir ini.
"Saya melihatnya kejadian tersebut bukanlah kejadian biasa. Karena kejadiannya seperti terstruktur dan masif,” kata Habib Umar.
Habib Umar mencontohkan soal penurunan sejumlah Baliho tokoh ormas yang dilakukan TNI di sejumlah titik yang tersebar di DKI Jakarta. Menurutnya, kenapa harus TNI yang menurunkan baliho tersebut. Padahal masih ada Satpol PP.
"Mungkin saja pada saat itu tidak ada yang berani menurunkannya, maka diinstruksikanlah TNI yang dinilai dekat dan dicintai oleh rakyat,” ucapnya.
Kemudian, Habib Umar juga mencontohkan pernyataan Kasad Dudung tentang “Tuhan bukan orang Arab” yang menuai polemik. Menurutnya, pernyataan Kasad Dudung tersebut, secara eksplisit dan implisit, siapa pun akan mudah mencerna bahwa tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas masyarakat paham bahwa kalimat utuhnya tidak ada hal yang salah dengan "makna dan maksud" dari kalimat tersebut.
Namun, selalu saja ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan berbagai upaya berlandaskan pada kepentingan kelompoknya sendiri, semisal mencari panggung, mencari simpati, atau mungkin sengaja mendiskreditkan tokoh-tokoh nasional yang ada.
“Oleh karena itu, saya menyarankan sudahilah upaya-upaya seperti itu. Kita itu negara besar, banyak hal yang lebih produktif yang bisa kita lakukan bersama, utamakan tabayyun, kedepankan persatuan dan kesatuan,” jelasnya.
Terpisah, Ketua Rekat Indonesia Raya Eka Gumilar menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, tidak boleh menghakimi pernyataan seseorang sesuai perspektif atau seleranya sendiri. Dia lantas meminta semua pihak mengedepankan tabayun.
“Tabayun itu penting sekali. Juga jangan mudah menghakimi pernyataan orang lain. Itu tidak boleh. Mari kita junjung persatuan dan kesatuan bangsa ini,” katanya.
"Saya minta kepada semua pihak untuk mewaspadai bahaya laten 'adu domba' ini. Karena bahaya adu domba ini lebih besar dari bahaya COVID-19, dampaknya bangsa ini bisa terpecah,” pintanya.
Dia juga menekankan agar semua pihak tidak saling curiga satu sama lain. Dialog dan silaturahmi melalui forum diskusi atau seminar harus lebih dikedepankan.
"Karena saya yakin kalau TNI dan rakyat itu satu. Seperti semboyannya TNI selama ini, yakni dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh Rakyat. Dan, kita semua tahu kalau TNI bukan milikmu, tapi milik kita, rakyat Indonesia," katanya.
Habib Umar menilai ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengadu domba antara TNI dan umat Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari ketegangan antara TNI dan umat Islam akhir-akhir ini.
"Saya melihatnya kejadian tersebut bukanlah kejadian biasa. Karena kejadiannya seperti terstruktur dan masif,” kata Habib Umar.
Habib Umar mencontohkan soal penurunan sejumlah Baliho tokoh ormas yang dilakukan TNI di sejumlah titik yang tersebar di DKI Jakarta. Menurutnya, kenapa harus TNI yang menurunkan baliho tersebut. Padahal masih ada Satpol PP.
"Mungkin saja pada saat itu tidak ada yang berani menurunkannya, maka diinstruksikanlah TNI yang dinilai dekat dan dicintai oleh rakyat,” ucapnya.
Kemudian, Habib Umar juga mencontohkan pernyataan Kasad Dudung tentang “Tuhan bukan orang Arab” yang menuai polemik. Menurutnya, pernyataan Kasad Dudung tersebut, secara eksplisit dan implisit, siapa pun akan mudah mencerna bahwa tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas masyarakat paham bahwa kalimat utuhnya tidak ada hal yang salah dengan "makna dan maksud" dari kalimat tersebut.
Namun, selalu saja ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan berbagai upaya berlandaskan pada kepentingan kelompoknya sendiri, semisal mencari panggung, mencari simpati, atau mungkin sengaja mendiskreditkan tokoh-tokoh nasional yang ada.
“Oleh karena itu, saya menyarankan sudahilah upaya-upaya seperti itu. Kita itu negara besar, banyak hal yang lebih produktif yang bisa kita lakukan bersama, utamakan tabayyun, kedepankan persatuan dan kesatuan,” jelasnya.
Terpisah, Ketua Rekat Indonesia Raya Eka Gumilar menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, tidak boleh menghakimi pernyataan seseorang sesuai perspektif atau seleranya sendiri. Dia lantas meminta semua pihak mengedepankan tabayun.
“Tabayun itu penting sekali. Juga jangan mudah menghakimi pernyataan orang lain. Itu tidak boleh. Mari kita junjung persatuan dan kesatuan bangsa ini,” katanya.
Editor: M Arief Iskandar