Purworejo (ANTARA) -
"Saya menghormati dan siap siap membuka ruang dialog bersama Komnas HAM," kata Ganjar, usai menemui sejumlah warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Rabu.
"Hingga tadi malam, saya mendapat telepon dan pesan dari berbagai pihak yang menanyakan terkait hal ini. Setelah saya telepon satu-satu, ternyata banyak yang tidak paham. Makanya hari ini saya ingin memberikan keterangan agar semuanya jelas," ujarnya.
Ganjar menjelaskan bahwa Bendungan Bener adalah salah satu proyek strategis nasional di Jawa Tengah.
Selain itu terdapat 14 proyek bendungan lain yang masuk proyek strategis nasional, yang lima bendungan di antaranya sudah diresmikan, yakni Bendungan Jatibarang, Bendungan Gondang (Karanganyar), Pidekso (Wonogiri), Logung (Kudus), dan Randugunting (Blora).
"Yang lainnya masih dalam proses, termasuk Bendungan Bener ini," katanya.
Orang nomor satu di Pemprov Jateng itu menyebut proses pembangunan Bendungan Bener berjalan cukup lama, yakni sejak 2013 dan percepatan pembangunan dilakukan karena proyek itu akan memberikan manfaat banyak untuk warga, seperti mengaliri irigasi seluas 15,519 hektare lahan. Bendungan ini juga bisa menjadi sumber air bersih, sumber energi listrik, pariwisata dan lainnya.
"Saat proses berlangsung sejak 2013 lalu, kami selalu membuka ruang dialog dengan masyarakat. Memang gugatan cukup banyak, semua kami ikuti prosesnya. Sampai detik kemarin ada gugatan kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan harus kami laksanakan," ujarnya.
Karena gugatan warga Wadas yang menolak penambangan ditolak hingga tingkat kasasi, lanjut Ganjar, maka pihaknya membentuk tim untuk segera melakukan aksi pengukuran.
Ganjar menegaskan bahwa pengukuran dilakukan hanya pada bidang milik warga yang sudah setuju.
"Masyarakat yang setuju ini juga meminta agar tanahnya segera diukur, itu sebenarnya yang terjadi. Jadi pengukuran kemarin untuk warga yang sudah sepakat. Untuk yang belum, kami tidak akan melakukan pengukuran dan kami menghormati sikap mereka yang masih menolak," katanya.
Ganjar mengatakan, dari total 617 luas lahan yang dijadikan lokasi penambangan kuari pembangunan Bendungan Bener, sebanyak 346 bidang sudah setuju, sedangkan yang menolak terdapat 133 bidang.
"Sisanya masih belum memutuskan, makanya kami akan membuka lebar ruang dialog dan kami libatkan Komnas HAM sebagai pihak netral dalam kasus ini," katanya.
Koordinasi dengan Komnas HAM, lanjut Ganjar, sudah dilakukan beberapa kali, bahkan Komnas HAM sudah memfasilitasi dialog antara pihak pro dan kontra.
"Namun masyarakat yang belum setuju belum hadir. Komnas HAM sampai mendatangi Wadas untuk terus meyakinkan. Kami sebenarnya menunggu-nunggu adanya pertemuan sehingga kami bisa sampaikan dan kami bisa jawab apa yang mereka tanyakan," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ganjar membantah kebenaran mengenai isu penyerobotan tanah secara paksa oleh negara dan isu lingkungan yang disebarkan di berbagai media sosial.
Persoalan lingkungan sudah dikaji dalam dan melibatkan para pakar, bahkan diketahui, isu penambangan akan merusak mata air juga tidak benar.
"Semua sudah dipaparkan. Lalu soal isu apakah tanah akan diserobot dan tidak dibayar. Itu tentu tidak mungkin. Tidak mungkin negara melakukan itu," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menghormati sejumlah warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, yang masih menolak bekerja sama dalam proses pengadaan tanah kuari (quarry) untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
"Saya menghormati dan siap siap membuka ruang dialog bersama Komnas HAM," kata Ganjar, usai menemui sejumlah warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Rabu.
Ganjar mengungkapkan banyak pihak yang menyuarakan terkait polemik Wadas, ternyata tidak paham dengan kondisi yang sebenarnya.
"Hingga tadi malam, saya mendapat telepon dan pesan dari berbagai pihak yang menanyakan terkait hal ini. Setelah saya telepon satu-satu, ternyata banyak yang tidak paham. Makanya hari ini saya ingin memberikan keterangan agar semuanya jelas," ujarnya.
Ganjar menjelaskan bahwa Bendungan Bener adalah salah satu proyek strategis nasional di Jawa Tengah.
Selain itu terdapat 14 proyek bendungan lain yang masuk proyek strategis nasional, yang lima bendungan di antaranya sudah diresmikan, yakni Bendungan Jatibarang, Bendungan Gondang (Karanganyar), Pidekso (Wonogiri), Logung (Kudus), dan Randugunting (Blora).
"Yang lainnya masih dalam proses, termasuk Bendungan Bener ini," katanya.
Orang nomor satu di Pemprov Jateng itu menyebut proses pembangunan Bendungan Bener berjalan cukup lama, yakni sejak 2013 dan percepatan pembangunan dilakukan karena proyek itu akan memberikan manfaat banyak untuk warga, seperti mengaliri irigasi seluas 15,519 hektare lahan. Bendungan ini juga bisa menjadi sumber air bersih, sumber energi listrik, pariwisata dan lainnya.
"Saat proses berlangsung sejak 2013 lalu, kami selalu membuka ruang dialog dengan masyarakat. Memang gugatan cukup banyak, semua kami ikuti prosesnya. Sampai detik kemarin ada gugatan kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan harus kami laksanakan," ujarnya.
Karena gugatan warga Wadas yang menolak penambangan ditolak hingga tingkat kasasi, lanjut Ganjar, maka pihaknya membentuk tim untuk segera melakukan aksi pengukuran.
Ganjar menegaskan bahwa pengukuran dilakukan hanya pada bidang milik warga yang sudah setuju.
"Masyarakat yang setuju ini juga meminta agar tanahnya segera diukur, itu sebenarnya yang terjadi. Jadi pengukuran kemarin untuk warga yang sudah sepakat. Untuk yang belum, kami tidak akan melakukan pengukuran dan kami menghormati sikap mereka yang masih menolak," katanya.
Ganjar mengatakan, dari total 617 luas lahan yang dijadikan lokasi penambangan kuari pembangunan Bendungan Bener, sebanyak 346 bidang sudah setuju, sedangkan yang menolak terdapat 133 bidang.
"Sisanya masih belum memutuskan, makanya kami akan membuka lebar ruang dialog dan kami libatkan Komnas HAM sebagai pihak netral dalam kasus ini," katanya.
Koordinasi dengan Komnas HAM, lanjut Ganjar, sudah dilakukan beberapa kali, bahkan Komnas HAM sudah memfasilitasi dialog antara pihak pro dan kontra.
"Namun masyarakat yang belum setuju belum hadir. Komnas HAM sampai mendatangi Wadas untuk terus meyakinkan. Kami sebenarnya menunggu-nunggu adanya pertemuan sehingga kami bisa sampaikan dan kami bisa jawab apa yang mereka tanyakan," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ganjar membantah kebenaran mengenai isu penyerobotan tanah secara paksa oleh negara dan isu lingkungan yang disebarkan di berbagai media sosial.
Persoalan lingkungan sudah dikaji dalam dan melibatkan para pakar, bahkan diketahui, isu penambangan akan merusak mata air juga tidak benar.
"Semua sudah dipaparkan. Lalu soal isu apakah tanah akan diserobot dan tidak dibayar. Itu tentu tidak mungkin. Tidak mungkin negara melakukan itu," katanya.