Kudus (ANTARA) - DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, berharap perusahaan yang memiliki kemampuan keuangan lebih baik untuk memberikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kudus tahun 2022 lebih tinggi dari usulan pemda setempat.
"Kami sangat prihatin dengan kenaikan UMK tahun 2022 dibandingkan UMK tahun 2021 yang kenaikannya hanya sebesar Rp2.062,93 atau 0,09 persen," kata Ketua DPC KSPSI Kabupaten Kudus Andreas Hua di Kudus, Kamis.
Perhitungan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 36/2021 tentang Pengupahan tidak menguntungkan pekerja, terlebih masa pandemi seperti sekarang ini yang tentunya membutuhkan pemasukan yang lebih besar dibandingkan masa sebelumnya.
Bahkan, kenaikan sebesar 0,09 persen tersebut tidak begitu berarti bagi pekerja, sehingga satu-satunya harapan dengan berharap terhadap perusahaan yang memiliki keuangan lebih baik untuk menaikan upah minimum tidak sesuai PP nomor 36/2021, tetapi sesuai usulan KSPSI di Dewan Pengupahan sebesar 5,17 persen atau sebesar Rp2.409.000,44.
Perhitungan upah dengan kenaikan sebesar 5,17 persen tersebut, kata dia, berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi nasional dan tingkat inflasi.
Buruh sendiri tidak akan melakukan aksi unjuk rasa, melainkan aksi keprihatinan untuk menunjukkan reaksi terhadap PP nomor 36/2021 yang nantinya setiap tahun memakai formulasi dari peraturan tersebut.
"Dari sisi perusahaan, tentunya khawatir akan terjadi penurunan semangat pekerja karena kenaikan upah setiap tahunnya sangat minim sekali," ujarnya.
Serikat pekerja sendiri akan melakukan uji materi terhadap PP 36/2021 tersebut, karena memilih pertumbuhan ekonomi atau inflasi tentunya hanya sekadar penyesuaian dan tidak ada kenaikan sama sekali.
Sementara itu, Pemkab Kudus sendiri sesuai hasil keputusan Dewan Pengupahan setempat mengusulkan besaran UMK Kudus tahun 2022 sebesar Rp2.293.058,26 kepada Gubernur Jateng. Sedangkan UMK 2021 sebesar Rp2.290.995,33 sehingga kenaikannya hanya 0,09 persen.
"Kami sangat prihatin dengan kenaikan UMK tahun 2022 dibandingkan UMK tahun 2021 yang kenaikannya hanya sebesar Rp2.062,93 atau 0,09 persen," kata Ketua DPC KSPSI Kabupaten Kudus Andreas Hua di Kudus, Kamis.
Perhitungan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 36/2021 tentang Pengupahan tidak menguntungkan pekerja, terlebih masa pandemi seperti sekarang ini yang tentunya membutuhkan pemasukan yang lebih besar dibandingkan masa sebelumnya.
Bahkan, kenaikan sebesar 0,09 persen tersebut tidak begitu berarti bagi pekerja, sehingga satu-satunya harapan dengan berharap terhadap perusahaan yang memiliki keuangan lebih baik untuk menaikan upah minimum tidak sesuai PP nomor 36/2021, tetapi sesuai usulan KSPSI di Dewan Pengupahan sebesar 5,17 persen atau sebesar Rp2.409.000,44.
Perhitungan upah dengan kenaikan sebesar 5,17 persen tersebut, kata dia, berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi nasional dan tingkat inflasi.
Buruh sendiri tidak akan melakukan aksi unjuk rasa, melainkan aksi keprihatinan untuk menunjukkan reaksi terhadap PP nomor 36/2021 yang nantinya setiap tahun memakai formulasi dari peraturan tersebut.
"Dari sisi perusahaan, tentunya khawatir akan terjadi penurunan semangat pekerja karena kenaikan upah setiap tahunnya sangat minim sekali," ujarnya.
Serikat pekerja sendiri akan melakukan uji materi terhadap PP 36/2021 tersebut, karena memilih pertumbuhan ekonomi atau inflasi tentunya hanya sekadar penyesuaian dan tidak ada kenaikan sama sekali.
Sementara itu, Pemkab Kudus sendiri sesuai hasil keputusan Dewan Pengupahan setempat mengusulkan besaran UMK Kudus tahun 2022 sebesar Rp2.293.058,26 kepada Gubernur Jateng. Sedangkan UMK 2021 sebesar Rp2.290.995,33 sehingga kenaikannya hanya 0,09 persen.