Solo (ANTARA) - Indonesian Lightwood Association (ILWA) menyatakan pasar ekspor komoditas kayu mulai meningkat seiring dengan menggeliatnya perekonomian global.
"Peningkatan saat ini dibandingkan kemarin sudah dobel, sudah dua kali lipat kalau dibandingkan dengan awal pandemi," kata Ketua Umum ILWA Setyo Wisnu Broto di Solo, Selasa.
Ia mengatakan di awal pandemi COVID-19 permintaan kayu dari pasar ekspor mengalami penurunan hampir 70 persen jika dibandingkan dengan awal sebelum pandemi.
"Kalau dulu ekspor dari anggota ILWA bisa sampai 540 juta dolar AS/tahun, kemudian saat pandemi turun menjadi 150-200 juta dolar AS/tahun. Saat ini kami menuju 250-300 juta dolar AS," katanya.
Bahkan, dikatakannya, untuk permintaan produk kayu lapis dari Amerika Serikat saat ini sangat besar. Selain itu, dari pasar Eropa juga mulai meningkat.
Meski demikian, dikatakannya, saat ini pelaku ekspor sedang menghadapi kendala, yakni kelangkaan kontainer untuk pengiriman kayu ringan ke sejumah negara. Oleh karena itu, salah satu solusi yang dilakukan adalah pengiriman tidak lagi menggunakan kontainer namun barang langsung dimasukkan ke dalam kapal.
"Barangnya dimasukkan ke dalam kapal kemudian diangkut. Memang secara biaya ini lebih murah, namun belum semua negara menerima konsep tersebut," katanya.
Ia mengatakan sejauh ini hanya satu negara yang menerima pengiriman barang tanpa kontainer, yakni Amerika Serikat mengingat negara tersebut membutuhkan produk yang cukup banyak sehingga tidak bisa menunggu sampai kontainer tercukupi.
Terkait hal itu, Koordinator Wilayah Amerika dan Eropa Direktorat Jenderal Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan RI Singgih Sugiyanto pada event The 6th Indonesian Lightwood Coorperation Forum (ILCF) di Novotel Hotel Solo, Senin (1/11) malam membenarkan fenomena kelangkaan kontainer tersebut.
Bahkan, dikatakannya, kelangkaan kontainer tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga negara lain. Salah satu penyebab kelangkaan adalah terbatasnya jumlah tenaga kerja di sektor tersebut.
"Tadinya ada 100 orang yang bisa membongkar muat namun karena ada pembatasan selama pandemi ini hanya 50 persen yang bekerja. Ini yang menghambat proses bongkar muat kontainer," katanya.
Meski demikian, ia mengapresiasi solusi para eksportir dengan mengirim barang tanpa kontainer.
"Jumlah ekspor saat ini secara angka menunjukkan peningkatan. Ini yang terus kami dukung untuk produk kayu ringan ke depannya," katanya.
"Peningkatan saat ini dibandingkan kemarin sudah dobel, sudah dua kali lipat kalau dibandingkan dengan awal pandemi," kata Ketua Umum ILWA Setyo Wisnu Broto di Solo, Selasa.
Ia mengatakan di awal pandemi COVID-19 permintaan kayu dari pasar ekspor mengalami penurunan hampir 70 persen jika dibandingkan dengan awal sebelum pandemi.
"Kalau dulu ekspor dari anggota ILWA bisa sampai 540 juta dolar AS/tahun, kemudian saat pandemi turun menjadi 150-200 juta dolar AS/tahun. Saat ini kami menuju 250-300 juta dolar AS," katanya.
Bahkan, dikatakannya, untuk permintaan produk kayu lapis dari Amerika Serikat saat ini sangat besar. Selain itu, dari pasar Eropa juga mulai meningkat.
Meski demikian, dikatakannya, saat ini pelaku ekspor sedang menghadapi kendala, yakni kelangkaan kontainer untuk pengiriman kayu ringan ke sejumah negara. Oleh karena itu, salah satu solusi yang dilakukan adalah pengiriman tidak lagi menggunakan kontainer namun barang langsung dimasukkan ke dalam kapal.
"Barangnya dimasukkan ke dalam kapal kemudian diangkut. Memang secara biaya ini lebih murah, namun belum semua negara menerima konsep tersebut," katanya.
Ia mengatakan sejauh ini hanya satu negara yang menerima pengiriman barang tanpa kontainer, yakni Amerika Serikat mengingat negara tersebut membutuhkan produk yang cukup banyak sehingga tidak bisa menunggu sampai kontainer tercukupi.
Terkait hal itu, Koordinator Wilayah Amerika dan Eropa Direktorat Jenderal Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan RI Singgih Sugiyanto pada event The 6th Indonesian Lightwood Coorperation Forum (ILCF) di Novotel Hotel Solo, Senin (1/11) malam membenarkan fenomena kelangkaan kontainer tersebut.
Bahkan, dikatakannya, kelangkaan kontainer tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga negara lain. Salah satu penyebab kelangkaan adalah terbatasnya jumlah tenaga kerja di sektor tersebut.
"Tadinya ada 100 orang yang bisa membongkar muat namun karena ada pembatasan selama pandemi ini hanya 50 persen yang bekerja. Ini yang menghambat proses bongkar muat kontainer," katanya.
Meski demikian, ia mengapresiasi solusi para eksportir dengan mengirim barang tanpa kontainer.
"Jumlah ekspor saat ini secara angka menunjukkan peningkatan. Ini yang terus kami dukung untuk produk kayu ringan ke depannya," katanya.