Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, mengadakan kunjungan kerja ke Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, untuk mempelajari pembangunan dan pengelolaan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang saat ini terdapat  di sejumlah pabrik rokok kecil dan mulai berkembang.

"Baik Kota Kediri maupun Kabupaten Kudus merupakan daerah yang sama dalam hal keberadaan industri rokok. Sama-sama kota kecil dengan industri padat, namun tidak memiliki lahan tembakau," kata Walikota Kediri Abdullah Abu Bakar bersama rombongan saat diterima Bupati Kudus Hartopo di Ruang Command Center Dinas Kominfo Kudus, Kamis.

Untuk itulah, kata dia, pihaknya ingin menimba ilmu di Kabupaten Kudus, terutama dalam mendirikannya hingga pengelolaan KIHT. 

"Kami benar-benar ingin berguru, ngangsu kaweruh (belajar) pada Kabupaten Kudus karena kami memang buta dengan KIHT. Semoga Bupati Kudus dan jajaran dapat secara gamblang mengajarkan kami tentang KIHT, untung dan ruginya," ujarnya.

Bupati Hartopo membenarkan bahwa Kabupaten Kudus memang tidak memiliki perkebunan tembakau, namun memiliki berbagai pabrik rokok. Adanya beragam pabrik rokok tersebut memunculkan dampak baru, yakni peredaran rokok ilegal. 

Dalam rangka menekan peredaran rokok ilegal tersebut, Pemerintah Kabupaten Kudus bersama Bea Cukai Kudus menggagas KIHT sejak 2014. Sampai sekarang, jumlah KIHT ada 11 unit sehingga ikut meningkatkan perekonomian masyarakat. 

"Selama ini, banyak yang bertanya tentang keuntungan memiliki KIHT. Tentu saja, banyak keuntungan dengan adanya KIHT ini karena dapat menekan peredaran rokok ilegal. Selain itu, bisa membina pelaku usaha industri rokok," ujarnya. 

Meskipun tidak terlalu besar, kata dia, Pemkab Kudus bisa meningkatkan dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau (DBHCHT) untuk industri rokok sehingga bisa meningkatkan pendapatan daerah.

Untuk saat ini, kata dia, KIHT Kudus tidak hanya menghasilkan rokok kretek, melainkan bisa menghasilkan rokok filter. Pemkab Kudus juga berencana memperluas KIHT. 

Hanya saja, kata dia, untuk sementara masih terbentur ketersediaan lahan. Beberapa lahan yang akan dipakai masih menjadi aset desa sehingga harus diproses untuk menjadi lahan milik sendiri. 

"Saat ini, sudah ada 17 pelaku industri rokok yang mengantre di KIHT, sedangkan kami hanya memiliki 11 gudang. Memang rencana mau diperluas, namun masih menunggu proses tukar guling lahannya," ujarnya. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024