Tanjungpinang (ANTARA) - Awal tahun 2021 kelangkaan gas di Tanjungpinang, Ibu Kota Kepulauan Riau (Kepri), kembali terjadi. Berbagai pihak menilai peristiwa itu seperti memutar kaset lama yang sudah rusak.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, spekulasi bermunculan ketika banyak orang yang tinggal di daerah berjuluk Kota Gurindam itu kesulitan mendapatkan gas subsidi 3 kg.
Wali Kota Tanjungpinang Rahma menduga penjualan gas bersubsidi yang tidak tepat sasaran menyebabkan kelangkaan gas. Ia melarang warganya yang berasal dari keluarga mampu membeli gas bersubsidi.
Untuk mengendalikan perdagangan gas bersubsidi tersebut, wali kota menetapkan kebijakan kartu kendali, meski belakangan menimbulkan kontroversi karena kebijakan tersebut tidak memiliki regulasi.
Peluncuran kartu kendali gas bersubsidi pun dilakukan di sejumlah kelurahan. Namun kebijakan kartu kendali yang ditangani Disperindag Tanjungpinang tidak berjalan maksimal.
Berdasarkan pantauan, awalnya, banyak warga yang kesulitan membeli gas bersubsidi lantaran pemerintah mengatur berdasarkan tempat tinggal. Kuota gas bersubsidi yang diberikan kepada pangkalan juga terbatas.
Namun kondisi itu tidak berlangsung lama. Sampai sekarang masih banyak warga yang bukan berasal dari keluarga kurang mampu bisa membeli gas bersubsidi baik di pangkalan maupun di warung yang mengecer gas bersubsidi tersebut.
Harga gas bersubsidi 3 kg yang dijual pemilik pangkalan Rp18.000, sedangkan harga eceran yang dijual pedagang variatif berkisar Rp20.000-Rp23.000.
Bisnis Perizinan
Di balik peristiwa persediaan dan perdagangan gas bersubsidi, ternyata ada "bisnis" yang menggiurkan, yang berpangkal dari pengurusan izin membuka pangkalan gas.
Di Tanjungpinang, tahun ini jumlah pangkalan gas meningkat drastis dari 203 menjadi 277 pangkalan. Penambahan pangkalan baru itu sejak Dewi Kristina Sinaga menjabat sebagai Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Tanjungpinang.
Sementara jumlah agen gas di Tanjungpinang dari tiga agen bertambah menjadi lima agen yakni PT Mulia Bintan Sejahtera, PT Bumi Karisma Pratama, PT Adri Jaya Sakti, PT Trioga Kurbia Seiring, dan PT Tasnim Gerak Persada.
Biaya untuk membangun pangkalan baru yang berada di bawah agen juga variatif, meski Dinas Perdagangan dan Perindustrian Tanjungpinang mengklaim tidak ada biaya dalam kepengurusan izin membangun pangkalan baru.
Namun salah seorang pemilik pangkalan, Kris, di Kelurahan Air Raja mengaku menghabiskan biaya Rp40 juta, ditambah biaya mengurus perizinan Rp8 juta.
"Saya dapat 50 tabung dari agen," katanya yang baru dua pekan lalu membuka usaha pangkalan gas.
Kris tidak mengurus izin pangkalan sendirian. Ia meminta bantu rekannya yang pernah bekerja di Pertamina dan sekarang bekerja di agen gas PT Andri Jaya Sakti.
Namun seluruh transaksi, kata dia, tidak disertai kuitansi karena ia sudah percaya. Ia hanya memperoleh surat izin untuk mendirikan pangkalan.
Kris juga tidak mengetahui patokan biaya resmi mendirikan pangkalan. Ia hanya mengikuti harga pasaran. Namun ia mengetahui setiap agen menetapkan biaya pendirian pangkalan yang berbeda-beda.
Usaha Kris tidak berjalan mulus. Yuli, tetangganya yang sejak bertahun-tahun lalu membuka pangkalan gas, komplain. Jarak antara kedai milik Kris, yang awalnya dijadikan pangkalan dengan pangkalan milik Yuli hanya berjarak sekitar 100 meter.
"Saya pindah ke perumahan, agak jauh dari rumah saya," ujar Kris.
Calo
Penelusuran lebih mendalam dilakukan. ANTARA memperoleh bukti berupa kuitansi pembayaran untuk pengurusan pangkalan. Seorang warga membayar uang sebanyak Rp35 juta kepada DA, yang menjabat sebagai Ketua Forum Pangkalan Gas Tanjungpinang.
Dalam kuitansi itu tertera tulisan "Jasa Pengurusan Pangkalan". Warga yang menggunakan jasa DA itu memperoleh 50 tabung gas, dan satu tabung racun api.
Berbeda dengan Yuli yang mengurus izin pangkalan lebih dari 10 tahun lalu. Ia tidak dikenakan biaya, kecuali hanya untuk membeli tabung gas.
Pangkalan lainnya milik Sugino, yang tidak jauh dari pangkalan Yuli dan pangkalan Kris, juga tidak dikenakan biaya saat mengurus izin pangkalan beberapa tahun lalu.
"Bahkan puluhan tabung gas yang digunakan di pangkalan dibayar dengan cara dicicil. Sekarang sudah lunas," kata Sugino.
Ketua Forum Pangkalan Gas Tanjungpinang DA yang sebelumnya tidak mengetahui kuitansi itu menghubungi pewarta ANTARA setelah beberapa menit Kabid Perdagangan Disperindag Tanjungpinang diwawancara.
DA mengatakan standar biaya pengurusan pendirian pangkalan baru belum ada sehingga antara agen satu dengan agen lainnya menetapkan harga yang berbeda. Seperti PT Tasnim menetapkan biaya sekitar Rp17 juta untuk 50 tabung gas.
Ia mengakui menerima uang sebesar Rp35 juta yang diterima dari seorang warga untuk membangun pangkalan baru. Pangkalan itu di bawah PT Tasnim.
Selisih biaya dari Rp17 juta menjadi Rp35 juta disebabkan banyak "kaki tangan" yang membantu mengurusi pendirian pangkalan tersebut.
"Kalau saya hanya menerima Rp4 juta sebagai jasa mengurus izin tersebut," ucap DA.
DA mengaku kerap berhubungan dengan Kabid Perdagangan Disperindag Tanjungpinang Dewi Sinaga. Namun ia membantah uang yang diperoleh dari warga yang ingin membangun pangkalan baru mengalir ke Dewi maupun oknum Disperindag lainnya.
Namun ia berdalih uang yang diperolehnya juga dipergunakan untuk makan dan minum bersama Dewi dan staf Disperindag ketika melakukan peninjauan lokasi pangkalan.
"Saya hanya mengurus 6 pangkalan baru. Minimal dapat Rp4 juta sebagai jasa kepengurusan," ujarnya.
Kabid Perdagangan Disperindag Tanjungpinang Dewi Sinaga menegaskan tidak ada biaya untuk mendapatkan perizinan mendirikan pangkalan baru, kecuali ke agen.
Menurutnya, tugas Disperindag hanya pemberkasan, sementara untuk pembayaran di luar sepengetahuannya.
"Masing-masing agen, kami tidak tahu karena berbeda-beda biayanya. Silakan konfirmasi ke agen," katanya.
Menurut dia, PT Mulia Bintan Sejahtera menambah satu pangkalan baru, PT Bumi Karisma Pratama tidak menambah pangkalan baru, PT Adri Jaya Sakti menambah satu pangkalan baru, PT Trioga Kurbia Seiring menambah 5 pangkalan baru dan PT Tasnim Gerak Persada menambah 8 pangkalan baru.
Jumlah tersebut berbeda dengan data yang diperoleh ANTARA bahwa sejak Dewi menjabat Kabid Perdagangan terdapat penambahan 74 pangkalan baru.
"Peran bidang perdagangan hanya membantu melihat lokasi rencana pangkalan apakah sesuai dengan regulasi dan dibantu oleh RT/RW setempat sebagai pemilik wilayah," katanya.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, spekulasi bermunculan ketika banyak orang yang tinggal di daerah berjuluk Kota Gurindam itu kesulitan mendapatkan gas subsidi 3 kg.
Wali Kota Tanjungpinang Rahma menduga penjualan gas bersubsidi yang tidak tepat sasaran menyebabkan kelangkaan gas. Ia melarang warganya yang berasal dari keluarga mampu membeli gas bersubsidi.
Untuk mengendalikan perdagangan gas bersubsidi tersebut, wali kota menetapkan kebijakan kartu kendali, meski belakangan menimbulkan kontroversi karena kebijakan tersebut tidak memiliki regulasi.
Peluncuran kartu kendali gas bersubsidi pun dilakukan di sejumlah kelurahan. Namun kebijakan kartu kendali yang ditangani Disperindag Tanjungpinang tidak berjalan maksimal.
Berdasarkan pantauan, awalnya, banyak warga yang kesulitan membeli gas bersubsidi lantaran pemerintah mengatur berdasarkan tempat tinggal. Kuota gas bersubsidi yang diberikan kepada pangkalan juga terbatas.
Namun kondisi itu tidak berlangsung lama. Sampai sekarang masih banyak warga yang bukan berasal dari keluarga kurang mampu bisa membeli gas bersubsidi baik di pangkalan maupun di warung yang mengecer gas bersubsidi tersebut.
Harga gas bersubsidi 3 kg yang dijual pemilik pangkalan Rp18.000, sedangkan harga eceran yang dijual pedagang variatif berkisar Rp20.000-Rp23.000.
Bisnis Perizinan
Di balik peristiwa persediaan dan perdagangan gas bersubsidi, ternyata ada "bisnis" yang menggiurkan, yang berpangkal dari pengurusan izin membuka pangkalan gas.
Di Tanjungpinang, tahun ini jumlah pangkalan gas meningkat drastis dari 203 menjadi 277 pangkalan. Penambahan pangkalan baru itu sejak Dewi Kristina Sinaga menjabat sebagai Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Tanjungpinang.
Sementara jumlah agen gas di Tanjungpinang dari tiga agen bertambah menjadi lima agen yakni PT Mulia Bintan Sejahtera, PT Bumi Karisma Pratama, PT Adri Jaya Sakti, PT Trioga Kurbia Seiring, dan PT Tasnim Gerak Persada.
Biaya untuk membangun pangkalan baru yang berada di bawah agen juga variatif, meski Dinas Perdagangan dan Perindustrian Tanjungpinang mengklaim tidak ada biaya dalam kepengurusan izin membangun pangkalan baru.
Namun salah seorang pemilik pangkalan, Kris, di Kelurahan Air Raja mengaku menghabiskan biaya Rp40 juta, ditambah biaya mengurus perizinan Rp8 juta.
"Saya dapat 50 tabung dari agen," katanya yang baru dua pekan lalu membuka usaha pangkalan gas.
Kris tidak mengurus izin pangkalan sendirian. Ia meminta bantu rekannya yang pernah bekerja di Pertamina dan sekarang bekerja di agen gas PT Andri Jaya Sakti.
Namun seluruh transaksi, kata dia, tidak disertai kuitansi karena ia sudah percaya. Ia hanya memperoleh surat izin untuk mendirikan pangkalan.
Kris juga tidak mengetahui patokan biaya resmi mendirikan pangkalan. Ia hanya mengikuti harga pasaran. Namun ia mengetahui setiap agen menetapkan biaya pendirian pangkalan yang berbeda-beda.
Usaha Kris tidak berjalan mulus. Yuli, tetangganya yang sejak bertahun-tahun lalu membuka pangkalan gas, komplain. Jarak antara kedai milik Kris, yang awalnya dijadikan pangkalan dengan pangkalan milik Yuli hanya berjarak sekitar 100 meter.
"Saya pindah ke perumahan, agak jauh dari rumah saya," ujar Kris.
Calo
Penelusuran lebih mendalam dilakukan. ANTARA memperoleh bukti berupa kuitansi pembayaran untuk pengurusan pangkalan. Seorang warga membayar uang sebanyak Rp35 juta kepada DA, yang menjabat sebagai Ketua Forum Pangkalan Gas Tanjungpinang.
Dalam kuitansi itu tertera tulisan "Jasa Pengurusan Pangkalan". Warga yang menggunakan jasa DA itu memperoleh 50 tabung gas, dan satu tabung racun api.
Berbeda dengan Yuli yang mengurus izin pangkalan lebih dari 10 tahun lalu. Ia tidak dikenakan biaya, kecuali hanya untuk membeli tabung gas.
Pangkalan lainnya milik Sugino, yang tidak jauh dari pangkalan Yuli dan pangkalan Kris, juga tidak dikenakan biaya saat mengurus izin pangkalan beberapa tahun lalu.
"Bahkan puluhan tabung gas yang digunakan di pangkalan dibayar dengan cara dicicil. Sekarang sudah lunas," kata Sugino.
Ketua Forum Pangkalan Gas Tanjungpinang DA yang sebelumnya tidak mengetahui kuitansi itu menghubungi pewarta ANTARA setelah beberapa menit Kabid Perdagangan Disperindag Tanjungpinang diwawancara.
DA mengatakan standar biaya pengurusan pendirian pangkalan baru belum ada sehingga antara agen satu dengan agen lainnya menetapkan harga yang berbeda. Seperti PT Tasnim menetapkan biaya sekitar Rp17 juta untuk 50 tabung gas.
Ia mengakui menerima uang sebesar Rp35 juta yang diterima dari seorang warga untuk membangun pangkalan baru. Pangkalan itu di bawah PT Tasnim.
Selisih biaya dari Rp17 juta menjadi Rp35 juta disebabkan banyak "kaki tangan" yang membantu mengurusi pendirian pangkalan tersebut.
"Kalau saya hanya menerima Rp4 juta sebagai jasa mengurus izin tersebut," ucap DA.
DA mengaku kerap berhubungan dengan Kabid Perdagangan Disperindag Tanjungpinang Dewi Sinaga. Namun ia membantah uang yang diperoleh dari warga yang ingin membangun pangkalan baru mengalir ke Dewi maupun oknum Disperindag lainnya.
Namun ia berdalih uang yang diperolehnya juga dipergunakan untuk makan dan minum bersama Dewi dan staf Disperindag ketika melakukan peninjauan lokasi pangkalan.
"Saya hanya mengurus 6 pangkalan baru. Minimal dapat Rp4 juta sebagai jasa kepengurusan," ujarnya.
Kabid Perdagangan Disperindag Tanjungpinang Dewi Sinaga menegaskan tidak ada biaya untuk mendapatkan perizinan mendirikan pangkalan baru, kecuali ke agen.
Menurutnya, tugas Disperindag hanya pemberkasan, sementara untuk pembayaran di luar sepengetahuannya.
"Masing-masing agen, kami tidak tahu karena berbeda-beda biayanya. Silakan konfirmasi ke agen," katanya.
Menurut dia, PT Mulia Bintan Sejahtera menambah satu pangkalan baru, PT Bumi Karisma Pratama tidak menambah pangkalan baru, PT Adri Jaya Sakti menambah satu pangkalan baru, PT Trioga Kurbia Seiring menambah 5 pangkalan baru dan PT Tasnim Gerak Persada menambah 8 pangkalan baru.
Jumlah tersebut berbeda dengan data yang diperoleh ANTARA bahwa sejak Dewi menjabat Kabid Perdagangan terdapat penambahan 74 pangkalan baru.
"Peran bidang perdagangan hanya membantu melihat lokasi rencana pangkalan apakah sesuai dengan regulasi dan dibantu oleh RT/RW setempat sebagai pemilik wilayah," katanya.