Solo (ANTARA) - Perhimpunan Pengusaha Biro Ibadah Umrah dan Haji Indonesia (Perpuhi) menyebut aturan terkait vaksin COVID-19 masih menjadi kendala ibadah umrah tahun ini.

"Ada beberapa kendala terkait vaksin, sertifikat vaksin yang belum terbaca di Arab Saudi," kata Ketua Perpuhi, Her Suprabu di Solo, Senin.

Ia mengatakan sejauh ini vaksin Sinovac belum diakui oleh Pemerintah Arab Saudi. Oleh karena itu, solusinya adalah pemerintah membantu menyediakan booster vaksin bagi calon jamaah umrah.

"Vaksin yang diakui di Saudi Arabia adalah moderna, pfizer, astra zeneca, dan Johnson and Johnson. Sementara sekarang, sertifikat vaksin dari Indonesia belum bisa terbaca oleh pihak Saudi Arabia," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap penyediaan booster vaksin segera dilakukan mengingat sesuai dengan aturan pemerintah Arab Saudi, calon jamaah umrah sudah memperoleh booster vaksin paling tidak 14 hari sebelum keberangkatan.

"Karena ada tambahan biaya termasuk wajib melampirkan hasil tes PCR dan lolos tes kesehatan, maka akan ada penambahan biaya yang dikenakan oleh calon jamaah umrah sekitar Rp5-7 juta. Itu diluar (biaya) karantina," katanya.

Biaya normal umrah, yakni sebelum adanya penambahan biaya untuk vaksin dan tes kesehatan di kisaran Rp25-30 juta.

Sementara itu, terkait dengan aturan tersebut, hingga saat ini masih dibahas di tingkat Kementerian Agama RI.

"Peraturan Menteri Agama (PMA) yang masih digodok, terkait proses pemberangkatan. Oleh karena itu, saat ini kami memberitahukan jamaah untuk siap-siap sambil menunggu peraturan dari Menteri Agama," katanya.

Ia berharap keputusan bisa cepat keluar, sehingga calon jamaah umrah bisa segera berangkat. "Dari informasi yang kami terima, paling tidak dalam tiga pekan hingga satu bulan ke depan bisa diberangkatkan. Untuk tahap awal akan diatur satu pintu seperti haji, jadi lewat embarkasi. Wacana ini masih dibahas, masih menunggu regulasinya," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024