Jakarta (ANTARA) - Rencana menciptakan liga sempalan Liga Super Eropa bukanlah kudeta melainkan salah satu cara dalam menyelamatkan industri sepak bola yang secara dramatis terpukul pandemi Virus Corona, kata pendiri Liga Super Eropa dan Ketua Juventus Andrea Agnelli seperti dikutip Reuters, Jumat.
"Liga Super itu bukan kudeta, melainkan pekikan peringatan setengah mati terhadap sistem yang diakui atau tidak, tengah menuju kepada kebangkrutan," kata Agnelli dalam konferensi pers yang diadakan sebagai perpisahan untuk Direktur Olahraga Juventus Fabio Paratici.
"Selama bertahun-tahun saya berusaha mengubah kompetisi Eropa dari dalam, karena petunjuk adanya krisis itu jelas sekali bahkan sebelum pandemi," ujar Agnelli pula.
Juventus, Barcelona, dan Real Madrid menjadi tiga dari 12 klub yang masih bertahan. Ke-12 klub adalah klub-klub yang menandatangani proyek liga sempalan ini April lalu, tapi kemudian gagal total, setelah enam klub Inggris ditambah Inter Milan, AC Milan, dan Atletico Madrid mengundurkan diri dari proposal itu.
Tidak seperti Liga Champions di mana semua tim harus lolos dari liga domestik, tim-tim pendiri Liga Super Eropa memastikan tempatnya tak terjamah setiap tahun dalam kompetisi baru ini.
Liga Super Eropa sesumbar bahwa liga ini akan mengerek pendapatan klub-klub top, untuk kemudian membuat mereka bisa menyalurkan keuntungan kepada yang lainnya.
Namun demikian badan-badan sepak bola, tim-tim lain dan kelompok-kelompok suporter menyanggahnya, dengan menyatakan format itu hanya akan memperkuat kekuasaan dan kekayaan klub-klub elite dan secara parsial memutus struktur liga yang berlawanan dengan model yang sudah bertahan lama dalam sepak bola Eropa.
UEFA membuka penyelidikan disiplin terhadap tiga klub Liga Super tersisa bulan lalu, dan ini mendorong ketiga klub bersumpah untuk tidak akan tunduk kepada tekanan dari badan sepak bola Eropa tersebut.
"Bukan karena jenis perilaku ini sepak bola direformasi di tengah krisis ini. Sayang, saya tahu tidak semua orang di UEFA yang merasakan hal yang sama. Walaupun demikian, hasrat untuk berdialog tetap tak berubah," kata Agnelli.
"Juventus, Barcelona, dan Real Madrid bertekad mencapai reformasi tuntas kompetisi ini dan di atas itu semua, demi kepentingan klub-klub ini yang memperlihatkan kami takut terhadap situasi ini."
Baca juga: Ceferin sewot tuding Juventus, Madrid dan Barca ancam UEFA
Baca juga: Real Madrid, Barca dan Juve sebut UEFA langgar perintah legal
"Liga Super itu bukan kudeta, melainkan pekikan peringatan setengah mati terhadap sistem yang diakui atau tidak, tengah menuju kepada kebangkrutan," kata Agnelli dalam konferensi pers yang diadakan sebagai perpisahan untuk Direktur Olahraga Juventus Fabio Paratici.
"Selama bertahun-tahun saya berusaha mengubah kompetisi Eropa dari dalam, karena petunjuk adanya krisis itu jelas sekali bahkan sebelum pandemi," ujar Agnelli pula.
Juventus, Barcelona, dan Real Madrid menjadi tiga dari 12 klub yang masih bertahan. Ke-12 klub adalah klub-klub yang menandatangani proyek liga sempalan ini April lalu, tapi kemudian gagal total, setelah enam klub Inggris ditambah Inter Milan, AC Milan, dan Atletico Madrid mengundurkan diri dari proposal itu.
Tidak seperti Liga Champions di mana semua tim harus lolos dari liga domestik, tim-tim pendiri Liga Super Eropa memastikan tempatnya tak terjamah setiap tahun dalam kompetisi baru ini.
Liga Super Eropa sesumbar bahwa liga ini akan mengerek pendapatan klub-klub top, untuk kemudian membuat mereka bisa menyalurkan keuntungan kepada yang lainnya.
Namun demikian badan-badan sepak bola, tim-tim lain dan kelompok-kelompok suporter menyanggahnya, dengan menyatakan format itu hanya akan memperkuat kekuasaan dan kekayaan klub-klub elite dan secara parsial memutus struktur liga yang berlawanan dengan model yang sudah bertahan lama dalam sepak bola Eropa.
UEFA membuka penyelidikan disiplin terhadap tiga klub Liga Super tersisa bulan lalu, dan ini mendorong ketiga klub bersumpah untuk tidak akan tunduk kepada tekanan dari badan sepak bola Eropa tersebut.
"Bukan karena jenis perilaku ini sepak bola direformasi di tengah krisis ini. Sayang, saya tahu tidak semua orang di UEFA yang merasakan hal yang sama. Walaupun demikian, hasrat untuk berdialog tetap tak berubah," kata Agnelli.
"Juventus, Barcelona, dan Real Madrid bertekad mencapai reformasi tuntas kompetisi ini dan di atas itu semua, demi kepentingan klub-klub ini yang memperlihatkan kami takut terhadap situasi ini."
Baca juga: Ceferin sewot tuding Juventus, Madrid dan Barca ancam UEFA
Baca juga: Real Madrid, Barca dan Juve sebut UEFA langgar perintah legal