Jakarta (ANTARA) - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam dalam gerakan pencegahan perkawinan anak atau biasa disebut jaringan Koalisi 18+ mendesak penghentian tayangan sinetron Suara Hati Istri: Zahra yang dinilai menggambarkan perilaku kawin anak.
"Mendesakkan Komisi Penyiaran Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menurunkan seluruh episode tayangan siaran dengan judul Sinetron Mega Series Indosiar : 'Suara Hati Istri: Zahra' yang menggambarkan pelaku kawin anak, pelaku poligami dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang tayang setiap hari pukul 18.00 WIB dari arsip TV, Youtube, Twitter, Google, Instagram dan media sosial lainnya yang dapat mengakses siaran tersebut," demikian sebagai dikutip dalam surat terbuka resminya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dalam surat terbuka tersebut, Koalisi 18+ menilai program sinetron tersebut terkesan ingin memberikan kesan pada publik bahwa perkawinan anak sah saja dilakukan termasuk menjadi pelaku poligami dan kekerasan seksual terhadap anak.
Koalisi 18+ menilai tontonan yang ditampilkan seharusnya bisa mendidik dan tontonan yang imajinatif, bukan malah sebaliknya kasus perkawinan anak, kasus poligami dan kasus kekerasan seksual terhadap anak dianggap sebagai tontonan yang mendidik dalam acara tersebut.
Terlebih kepada anak di bawah usia 19 tahun seperti yang tertuang pada Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019, yang jelas tidak bisa melangsungkan perkawinan.
"Bahwa fakta menunjukkan pemeran Zahra adalah seorang anak yang masih di bawah 18 tahun dan telah memerankan karakter orang dewasa sebagai istri ketiga adalah salah satu bentuk eksploitasi anak di ranah industri penyiaran," demikian dalam kutipan surat terbuka tersebut.
Dijelaskan, Koalisi 18+ menyarankan seharusnya pihak rumah produksi, stasiun TV, agensi/manajemen artis yang menaungi artis harus lebih selektif dalam menentukan pemeran serta peran yang cocok untuk dilakoni artisnya.
Sebaliknya, aktris LCF yang memerankan Zahran seharusnya mendapatkan peran yang sesuai dengan usianya, bukan justru mendalilkan bahwa “Suara Hati Istri – Zahra” sebagai sebuah karya sehingga dilakukan pembiaran.
Koalisi 18+ juga menyerukan agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak segera melakukan tindakan tegas untuk menyuarakan dan memberikan rekomendasi kuat untuk menarik tayangan sinetron yang dimaksud, karena mempromosikan perkawinan usia anak, kekerasan terhadap perempuan, dan pelemahan upaya kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga.
Kemudian mendesak Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) mengevaluasi secara menyeluruh Program Sinetron yang dimaksud dan melakukan proses seleksi scene/bagian sinetron/film yang tidak patut dikonsumsi anak-anak dan publik, termasuk memberikan pesan kepada publik lewat adegan-adegan yang memperkuat pemahaman masyarakat bahwa perkawinan usia anak, dan perilaku kekerasan seksual terhadap anak.
Juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) melakukan monitoring ketat terhadap produksi pengetahuan yang mendorong perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Selanjutnya meminta Komisi Perlindungan Anak (KPAI) untuk melakukan investigasi secara komprehensif terhadap agensi atau perusahaan manajemen tempat LCF bernaung, dan melihat sejauh mana bisnis sinetron atau program televisi tunduk pada Undang-Undang perlindungan anak, dan peraturan perundangan lainnya yang berlaku.
Koalisi 18+ juga meminta stasiun televisi yang menayangkan program tersebut lebih selektif terhadap acaranya, serta rumah produksi Mega Kreasi Film menghentikan produksi sinetron tersebut dan membuat iklan layanan masyarakat tentang pencegahan perkawinan anak sebagai bentuk permintaan maaf.
"Mendesakkan Komisi Penyiaran Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menurunkan seluruh episode tayangan siaran dengan judul Sinetron Mega Series Indosiar : 'Suara Hati Istri: Zahra' yang menggambarkan pelaku kawin anak, pelaku poligami dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang tayang setiap hari pukul 18.00 WIB dari arsip TV, Youtube, Twitter, Google, Instagram dan media sosial lainnya yang dapat mengakses siaran tersebut," demikian sebagai dikutip dalam surat terbuka resminya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dalam surat terbuka tersebut, Koalisi 18+ menilai program sinetron tersebut terkesan ingin memberikan kesan pada publik bahwa perkawinan anak sah saja dilakukan termasuk menjadi pelaku poligami dan kekerasan seksual terhadap anak.
Koalisi 18+ menilai tontonan yang ditampilkan seharusnya bisa mendidik dan tontonan yang imajinatif, bukan malah sebaliknya kasus perkawinan anak, kasus poligami dan kasus kekerasan seksual terhadap anak dianggap sebagai tontonan yang mendidik dalam acara tersebut.
Terlebih kepada anak di bawah usia 19 tahun seperti yang tertuang pada Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019, yang jelas tidak bisa melangsungkan perkawinan.
"Bahwa fakta menunjukkan pemeran Zahra adalah seorang anak yang masih di bawah 18 tahun dan telah memerankan karakter orang dewasa sebagai istri ketiga adalah salah satu bentuk eksploitasi anak di ranah industri penyiaran," demikian dalam kutipan surat terbuka tersebut.
Dijelaskan, Koalisi 18+ menyarankan seharusnya pihak rumah produksi, stasiun TV, agensi/manajemen artis yang menaungi artis harus lebih selektif dalam menentukan pemeran serta peran yang cocok untuk dilakoni artisnya.
Sebaliknya, aktris LCF yang memerankan Zahran seharusnya mendapatkan peran yang sesuai dengan usianya, bukan justru mendalilkan bahwa “Suara Hati Istri – Zahra” sebagai sebuah karya sehingga dilakukan pembiaran.
Koalisi 18+ juga menyerukan agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak segera melakukan tindakan tegas untuk menyuarakan dan memberikan rekomendasi kuat untuk menarik tayangan sinetron yang dimaksud, karena mempromosikan perkawinan usia anak, kekerasan terhadap perempuan, dan pelemahan upaya kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga.
Kemudian mendesak Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) mengevaluasi secara menyeluruh Program Sinetron yang dimaksud dan melakukan proses seleksi scene/bagian sinetron/film yang tidak patut dikonsumsi anak-anak dan publik, termasuk memberikan pesan kepada publik lewat adegan-adegan yang memperkuat pemahaman masyarakat bahwa perkawinan usia anak, dan perilaku kekerasan seksual terhadap anak.
Juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) melakukan monitoring ketat terhadap produksi pengetahuan yang mendorong perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Selanjutnya meminta Komisi Perlindungan Anak (KPAI) untuk melakukan investigasi secara komprehensif terhadap agensi atau perusahaan manajemen tempat LCF bernaung, dan melihat sejauh mana bisnis sinetron atau program televisi tunduk pada Undang-Undang perlindungan anak, dan peraturan perundangan lainnya yang berlaku.
Koalisi 18+ juga meminta stasiun televisi yang menayangkan program tersebut lebih selektif terhadap acaranya, serta rumah produksi Mega Kreasi Film menghentikan produksi sinetron tersebut dan membuat iklan layanan masyarakat tentang pencegahan perkawinan anak sebagai bentuk permintaan maaf.