Solo (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional menyatakan peniadaan mudik untuk mengantisipasi lonjakan kasus setelah libur yang beberapa kali terjadi pada tahun 2020.

"Di tahun 2020 ada beberapa kali liburan yang selalu diikuti oleh penambahan kasus dua pekan atau tiga pekan kemudian," kata anggota tim pakar Satgas Penanganan COVID-19 Nasional Alphieza Syam di Solo, Sabtu.

Belajar dari kondisi tersebut, dikatakannya, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nasional mengeluarkan Adendum Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran COVID-19 Selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah.

"Di adendum ini juga ada pembatasan pra dan setelah mudik supaya kejadian tahun 2020 tidak terulang lagi," katanya.



Ia juga meminta masyarakat belajar dari kasus India dan beberapa Negara lain yang perkembangan kasus COVID-19 sempat landai namun akhirnya dikejutkan dengan terjadinya gelombang kedua dan ketiga.

"Kami juga dipesani oleh pimpinan kami kalau ada daerah yang cukup berhasil dan bisa mencapai warna hijau tolong jangan euforia dulu karena COVID-19 itu tidak kelihatan. Kewaspadaan, 3M, prokes harus tetap diterapkan meski vaksin sudah ada," katanya.

Sementara itu, pihaknya tidak memungkiri mudik merupakan peristiwa yang ditunggu oleh masyarakat bahkan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal.

"Meski ini jadi bagian dari budaya tetapi memang harus disikapi dengan bijak, apalagi kalau mudik berisiko menularkan COVID-19," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya tidak hanya meniadakan mudik jarak jauh tetapi juga lokal atau aglomerasi.

"Intinya mungkin mudik tidak seberapa jauh, asal ada mobilisasi itu berpotensi (terpapar COVID-19). Larangan mudik ini mudah-mudahan bisa efektif untuk menekan penambahan kasus," katanya.
 

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024