Solo (ANTARA) - Dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah,  Endang Yuniastuti mendorong optimalisasi bahan bakar nabati untuk bahan baku energi baru,

"Dari sekian banyak penelitian agrofuel yang saya lakukan, tanaman kepuh atau orang mengenal dengan sebutan tanaman Gendruwo (Sterculia foetida Linn) memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai bahan baku bio-diesel," katanya di Solo, Senin.

Ia mengatakan dari aspek potensi hasil dan rendemen minyak, tanaman kepuh tersebut lebih unggul jika dibandingkan dengan tanaman penghasil sumber energi bio-diesel yang lain.

Menurut dia, tanaman kepuh dipandang memiliki potensi sebagai bahan baku energi yang baik karena didukung oleh produktivitas tanaman kepuh yang berkisar 179-831 kg biji kering/pohon/musim.

"Tanaman tanaman kepuh dewasa berbuah sepanjang tahun dan masa panen bisa 2-3 kali/tahun. Dengan asumsi jarak tanam 20x15 m, populasi tanaman antara 66-67 pohon/hektare maka produktivitas tanaman berkisar antara 11.993-55.677 kg biji kering/hektare/musim," katanya.

Rendemen minyak antara 60-75 persen. Jika rendemen minyak rata-rata 68 persen dan kadar inti 60 persen, setiap hektare lahan dapat menghasilkan 4.893-22.716 liter minyak/ha/musim.

Baca juga: Jokowi launches B30 program at gas station in Jakarta

Ia mengatakan untuk pembuatan minyak dengan proses esterifikasi, dengan demikian bio-diesel yang dihasilkan oleh tanaman lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan minyak solar yang memiliki kandungan oktan tinggi.

"Selain memiliki potensi hasil yang tinggi dan ramah lingkungan, tanaman ini bisa berfungsi sebagai pengatur siklus air karena perakarannya yang berbentuk cawan sehingga bisa menampung air dan dimanfaatkan sebagai mata air," katanya.

Untuk limbah yang dihasilkan berupa ampas dan cangkang biji serta cangkang buah tidak dibuang sia-sia sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Ia mengatakan dari penelitian yang dilakukannya, limbah dikarbonisasi dan dilanjutkan dengan ekstrak hingga menjadi serbuk yang siap dicetak menjadi briket.

Menurut dia, sisa-sisa dari minyak yang diperas memberikan kontribusi temperatur pembakaran atau panas yang tinggi. Bahkan, briket hasil dari limbah kepuh ini memiliki temperatur panas yang tinggi hingga kurang lebih 1.100-1.200 dejarat Celcius.

"Temperatur panas ini sama atau melebihi temperatur pembakaran yang dihasilkan oleh batu bara. Briket limbah biji gendruwo ini juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk industri pengecoran logam yang membutuhkan temperatur panas yang tinggi," katanya.

Sementara itu, ia mengatakan hasil penelitian tersebut akan diangkatnya sebagai tema orasi pada pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Pertanian UNS, Selasa (9/3).

Baca juga: Jokowi arahkan minyak sawit diolah jadi "green avtur"
Baca juga: Harga biodiesel turun, bioetanol naik tipis

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024