Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berkomitmen menggenjot kualitas para perempuan dengan beragam kegiatan di antaranya sejumlah pelatihan hingga Sekolah Cerdas Perempuan Masa Kini atau Serat Kartini.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng Retno Sudewi pada peringatan puncak Hari Ibu ke-92, di Semarang, Selasa menjelaskan seluruh upaya tersebut sebagai bagian dari untuk meningkatkan pemberdayaan dan kualitas perempuan.
"Ada webinar, pelatihan, Serat Kartini, sekolah cerdas perempuan masa kini agar perempuan lebih cerdas dan kemarin sudah mengambil tema mengenai perempuan dalam ranah politik dan membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Nanti setiap bulan akan membahas tema-tema terkini," kata Dewi.
Ibu-ibu, kata Dewi, harus lebih berdaya, melek ekonomi, politik, hukum, dan melek media karena pada masa pandemi COVID-19 saat ini, para ibu menjadi garda terdepan bagi keluarga sesuai dengan tema Hari Ibu ke-92 "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju".
Untuk melek ekonomi, lanjut Dewi, di tengah pandemi COVID-19, pihaknya terus mengajak seluruh perempuan untuk memasarkan produknya secara virtual dan optimistis mampu mendongkrak perekonomian.
Baca juga: Ganjar: Perempuan harus berdaya termasuk di sektor politik
Sementara di sektor kesehatan dan kualitas perempuan, kata Dewi, Pemprov Jateng juga telah mencanangkan Program Nikah Sehati yang di antaranya perempuan nikah tidak boleh di usia dini, menikah secara terencana termasuk merencanakan melahirkan anak pertama, jarak kelahiran antaranak, siap secara mandiri dari sisi ekonomi, fisik, juga mental.
Dewi mengakui di masa pandemi COVID-19 muncul tantangan baru di antaranya sosialisasi yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, saat ini dilakukan secara virtual dan harus membiasakan kebiasaan baru tersebut.
"Tantangan di 2021 yakni melakukan semuanya dengan kebiasaan baru termasuk sosialisasi (beragam program peningkatan pemberdayaan perempuan,red.) dilakukan secara daring," kata Dewi.
Baca juga: Tangani pernikahan dini, Pemprov Jateng gandeng 5 unsur
Ditanya apakah di masa pandemi, banyak perempuan yang melaporkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, Dewi mengaku pada awal pandemi jumlah aduan menurun dengan perkiraan pelayanan aduan tutup, namun saat ini telah banyak yang melapor atau mengajukan aduan.
"Saat awal pandemi sedikit yang mengadu, mungkin mereka tidak tahu pelayanan tetap ada selain online ada juga offline. Untuk saat ini mereka sudah banyak yang tahu ke mana harus melapor," kata Dewi.
Menurut Dewi sebelumnya banyak perempuan yang tidak berani melapor kasus kekerasan yang menimpanya karena adanya kekhawatiran dari faktor ekonomi dan takut membuka aib keluarga.
"Kami terus melakukan sosialisasi agar mereka tidak takut karena kami akan melakukan pendampingan. Mereka dapat melapor di tingkat desa ada perlindungan perempuan dan anak, nanti jika tidak bisa akan dirujuk ke tingkat kecamatan, kabupaten, atau provinsi," kata Dewi. (Kom)
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng Retno Sudewi pada peringatan puncak Hari Ibu ke-92, di Semarang, Selasa menjelaskan seluruh upaya tersebut sebagai bagian dari untuk meningkatkan pemberdayaan dan kualitas perempuan.
"Ada webinar, pelatihan, Serat Kartini, sekolah cerdas perempuan masa kini agar perempuan lebih cerdas dan kemarin sudah mengambil tema mengenai perempuan dalam ranah politik dan membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Nanti setiap bulan akan membahas tema-tema terkini," kata Dewi.
Ibu-ibu, kata Dewi, harus lebih berdaya, melek ekonomi, politik, hukum, dan melek media karena pada masa pandemi COVID-19 saat ini, para ibu menjadi garda terdepan bagi keluarga sesuai dengan tema Hari Ibu ke-92 "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju".
Untuk melek ekonomi, lanjut Dewi, di tengah pandemi COVID-19, pihaknya terus mengajak seluruh perempuan untuk memasarkan produknya secara virtual dan optimistis mampu mendongkrak perekonomian.
Baca juga: Ganjar: Perempuan harus berdaya termasuk di sektor politik
Sementara di sektor kesehatan dan kualitas perempuan, kata Dewi, Pemprov Jateng juga telah mencanangkan Program Nikah Sehati yang di antaranya perempuan nikah tidak boleh di usia dini, menikah secara terencana termasuk merencanakan melahirkan anak pertama, jarak kelahiran antaranak, siap secara mandiri dari sisi ekonomi, fisik, juga mental.
Dewi mengakui di masa pandemi COVID-19 muncul tantangan baru di antaranya sosialisasi yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, saat ini dilakukan secara virtual dan harus membiasakan kebiasaan baru tersebut.
"Tantangan di 2021 yakni melakukan semuanya dengan kebiasaan baru termasuk sosialisasi (beragam program peningkatan pemberdayaan perempuan,red.) dilakukan secara daring," kata Dewi.
Baca juga: Tangani pernikahan dini, Pemprov Jateng gandeng 5 unsur
Ditanya apakah di masa pandemi, banyak perempuan yang melaporkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, Dewi mengaku pada awal pandemi jumlah aduan menurun dengan perkiraan pelayanan aduan tutup, namun saat ini telah banyak yang melapor atau mengajukan aduan.
"Saat awal pandemi sedikit yang mengadu, mungkin mereka tidak tahu pelayanan tetap ada selain online ada juga offline. Untuk saat ini mereka sudah banyak yang tahu ke mana harus melapor," kata Dewi.
Menurut Dewi sebelumnya banyak perempuan yang tidak berani melapor kasus kekerasan yang menimpanya karena adanya kekhawatiran dari faktor ekonomi dan takut membuka aib keluarga.
"Kami terus melakukan sosialisasi agar mereka tidak takut karena kami akan melakukan pendampingan. Mereka dapat melapor di tingkat desa ada perlindungan perempuan dan anak, nanti jika tidak bisa akan dirujuk ke tingkat kecamatan, kabupaten, atau provinsi," kata Dewi. (Kom)