Jakarta (ANTARA) - Penelitian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Pimpinan Pusat Aisyiyah menyebutkan bahwa kekerdilan pada anak (stunting) disebabkan salah persepsi tentang susu kental manis (SKM) pada masyarakat yang berpandangan SKM sebagai susu bernutrisi tinggi.
“Kejadian 'stunting' pada balita di wilayah DKI Jakarta, salah satunya disebabkan pada kebiasaannya mengonsumsi susu kental manis,” kata Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.
Adapun penelitian tersebut mengambil sampel 630 responden ibu dengan balita usia di bawah lima tahun dilakukan di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat pada September-Oktober 2020.
Penelitian menunjukkan sebanyak 59,2 persen kejadian stunting pada balita di wilayah DKI Jakarta, salah satunya disebabkan pada kebiasaannya mengonsumsi SKM.
Ia mengatakan pemahaman tentang kental manis yang dianggap sebagai susu bernutrisi lengkap banyak dipengaruhi iklan di media massa.
Dari penelitian itu menunjukkan persepsi masyarakat tentang kental manis dan kaitannya dengan gizi buruk. Ditemukan 49,6 persen ibu mendapatkan informasi bahwa kental manis adalah susu dari iklan di TV, radio dan media massa lainnya.
Sedangkan 50,4 persen ibu mengetahui info kental manis sebagai susu dari keluarga dan bahkan petugas kesehatan.
Pada 2019, YAICI bersama PP Aisyiyah juga telah melakukan penelitian yang sama dengan melibatkan responden di Propinsi Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara.
Hasilnya, ditemukan bahwa iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak.
"Kental manis seharusnya hanya digunakan sebagai 'topping' atau penambah rasa makanan. Tetapi pada kenyataannya diberikan sebagai minuman susu untuk anak," demikian Chairunnisa.
Baca juga: Riset temukan peningkatan gizi buruk pada anak akibat konsumsi krimer
Baca juga: Khofifah sarankan produk bansos tidak sertakan kental manis untuk bayi
Baca juga: YAICI : Penempatan produk kental manis pengaruhi persepsi masyarakat
Baca juga: Balai POM sarankan krimer tak diberikan ke batita
“Kejadian 'stunting' pada balita di wilayah DKI Jakarta, salah satunya disebabkan pada kebiasaannya mengonsumsi susu kental manis,” kata Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.
Adapun penelitian tersebut mengambil sampel 630 responden ibu dengan balita usia di bawah lima tahun dilakukan di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat pada September-Oktober 2020.
Penelitian menunjukkan sebanyak 59,2 persen kejadian stunting pada balita di wilayah DKI Jakarta, salah satunya disebabkan pada kebiasaannya mengonsumsi SKM.
Ia mengatakan pemahaman tentang kental manis yang dianggap sebagai susu bernutrisi lengkap banyak dipengaruhi iklan di media massa.
Dari penelitian itu menunjukkan persepsi masyarakat tentang kental manis dan kaitannya dengan gizi buruk. Ditemukan 49,6 persen ibu mendapatkan informasi bahwa kental manis adalah susu dari iklan di TV, radio dan media massa lainnya.
Sedangkan 50,4 persen ibu mengetahui info kental manis sebagai susu dari keluarga dan bahkan petugas kesehatan.
Pada 2019, YAICI bersama PP Aisyiyah juga telah melakukan penelitian yang sama dengan melibatkan responden di Propinsi Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara.
Hasilnya, ditemukan bahwa iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak.
"Kental manis seharusnya hanya digunakan sebagai 'topping' atau penambah rasa makanan. Tetapi pada kenyataannya diberikan sebagai minuman susu untuk anak," demikian Chairunnisa.
Baca juga: Riset temukan peningkatan gizi buruk pada anak akibat konsumsi krimer
Baca juga: Khofifah sarankan produk bansos tidak sertakan kental manis untuk bayi
Baca juga: YAICI : Penempatan produk kental manis pengaruhi persepsi masyarakat
Baca juga: Balai POM sarankan krimer tak diberikan ke batita