Namun awal Oktober, Kepala Atletik Dunia Sebastian Coe mengutarakan keyakinannya bahwa para atlet memiliki hak untuk melakukan protes politik selama Olimpiade, yang mana hal ini bertentangan dengan kebijakan resmi IOC.
Baca juga: IOC sebut event olahraga bisa digelar tanpa tunggu vaksin
Baca juga: Atletik Dunia sebut media berperan dalam perkembangan karier atlet
Baca juga: Atlet dan aktivisme
Menyikapi pernyataan ketua badan atletik dunia tersebut, Bach pun menuliskan pandangannya kepada sebuah surat kabar.
"Olimpiade pertama-tama tentang olahraga. Para atlet melambangkan nilai-nilai keunggulan, solidaritas, dan perdamaian," tulis Bach kepada sebuah surat kabar, yang dikutip Reuters, Senin.
"Mereka mengungkapkan inklusifitas dan saling menghormati juga dengan bersikap netral secara politik di lapangan permainan dan selama upacara. Kadang-kadang, fokus pada olahraga perlu diselaraskan dengan kebebasan berbicara yang juga dinikmati oleh semua atlet di Olimpiade,"
"Kekuatan pemersatu Olimpiade hanya bisa terungkap jika semua orang menunjukkan rasa hormat dan solidaritas satu sama lain. Jika tidak, Olimpiade akan berubah menjadi pasar dari segala jenis demonstrasi, memecah dan tidak menyatukan dunia," Bach menuliskan.
Bach menegaskan bahwa pertandingan Olimpiade bukan tentang politik. IOC, sebagai organisasi sipil non-pemerintah, secara politik netral setiap saat.
Baca juga: Venue akuatik untuk Olimpiade Tokyo resmi dibuka
Baca juga: Olimpiade Tokyo dibayangi ancaman serangan siber Rusia
Baca juga: Penyelenggara Olimpiade Tokyo perkenalkan langkah penghematan anggaran
IOC tegaskan Olimpiade tak bisa jadi arena demonstrasi
Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach menghadiri konferensi pers setelah pertemuan Dewan Eksekutif di Lausanne, Swiss. (4/3/2020) (REUTERS/DENIS BALIBOUSE)
Jakarta (ANTARA) - Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach menegaskan bahwa Olimpiade bukan berkaitan dengan dengan politik dan harus diawasi agar tidak menjadi "arena demonstrasi". Pernyataan tersebut ia lontarkan sehubungan dengan semakin berkembangnya gerakan "Black Lives Matter" yang memprotes ketidakadilan rasial. Adanya gelombang tersebut memunculkan seruan untuk dilakukan perubahan pada 50 Aturan Piagam Olimpiade, yang melarang segala bentuk protes politik selama Olimpiade.