Solo (ANTARA) - Pengamat Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Pujiono mengatakan perlu pemahaman oleh institusi kejaksaan dan DPR kepada masyarakat terkait revisi Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan untuk menghindari terjadinya disinformasi.

"Revisi ini hanya mengumpulkan kewenangan-kewenangan kejaksaan yang masih berserakan. Kewenangan kejaksaan banyak termuat di berbagai undang-undang terutama yang terkait dengan tindak pidana khusus sehingga perlu untuk disatukan," katanya di Solo, Jateng, Selasa.

Ia mengatakan salah satu kewenangan yang banyak dibicarakan dalam revisi ini adalah kewenangan dalam melakukan penyadapan. Guru besar dari Fakultas Hukum ini mengatakan banyak kalangan menganggap penyadapan menjadi kewenangan baru kejaksaan yang bisa disalahgunakan.

"Padahal kewenangan ini sudah lama termuat dalam Undang Undang tentang ITE," katanya.

Selain itu, dikatakannya, ada kewenangan kejaksaan yang juga masih banyak berserakan di sejumlah UU yang lain, di antaranya adalah UU yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, dan pelanggaran HAM berat.

"Pada prinsipnya peran jaksa dalam proses penyidikan yang juga akan diatur di undang-undang yang baru itu juga akan memperkuat peran jaksa dalam penyelesaian perkara hukum di Indonesia," katanya.

Menurut dia, peran kejaksaan tidak sekadar "dominus litis" atau pengendali perkara tetapi juga akan membuat penanganan perkara akan menjadi jauh lebih baik.

Meski demikian, ia menyarankan agar pemerintah, legislatif, dan kejaksaan mengkomunikasikan rencana revisi undang-undang ini kepada masyarakat dengan lebih baik.

"Alasannya agar tidak terjadi disinformasi yang membuat masyarakat salah paham dengan esensi dari revisi tersebut. Jangan sampai bernasib seperti Omnibus Law yang minim keterbukaan," katanya.

Ia mengatakan revisi tersebut membuka peluang untuk menciptakan kelembagaan kejaksaan yang lebih baik dan independen.

"Proses pengangkatan Jaksa Agung bukan lagi kewenangan absolut Presiden tetapi juga melibatkan lembaga legislatif," katanya.

Menurut dia, hal yang sama juga terjadi pada pengangkatan Gubernur Bank Indonesia maupun komisioner dalam Otoritas Jasa Keuangan.

"Mereka bisa lebih independen dan eksekutif tidak bisa melakukan intervensi. Kondisi ini makin membawa angin segar dalam penegakan hukum di Indonesia," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024