Magelang (ANTARA) - Kepolisian Resor Magelang Kota, Jawa Tengah, menangkap sebanyak 149 pelaku demo anarkis yang terjadi di Jalan Raya Magelang-Yogyakarta, tepatnya di depan Artos Mal Magelang.
Kapolres Magelang Kota AKBP Nugroho Ari Setyawan di Magelang, Sabtu, mengatakan semalam pihaknya menangkap 149 peserta demo yang berujung kericuhan pada Jumat (9/10) sore.
"Sebagian besar mereka masih anak-anak, pelajar SMP dan SMA/STM. Setelah diminta keterangan mereka kami pulangkan setelah dijemput oleh orang tuanya," katanya usai menghadiri simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang diselenggarakan KPU RI di Kota Magelang.
Seperti diketahui akibat demo yang berlangsung anarkis tersebut sejumlah fasilitas umum dirusak, antara lain lampu hias, papan nama DPRD Kota Magelang, rambu lalu lintas, pintu sebuah ATM, dan kaca Gedung Wiworo Wiji Pinilih.
Baca juga: Polisi amankan seratusan pedemo ricuh di Semarang
Berdasarkan keterangan mereka, kata Nugroho, anak-anak tersebut digerakkan dengan tagar STM bergerak secara nasional.
"Dengan tagar itu menggerakkan mereka dalam setiap kegiatan demo di seluruh Indonesia. Ini kewaspadaan untuk kita semua, karena anak-anak ini tidak tahu apa-apa, tetapi mereka hanya tahu apa yang dikatakan temannya, apa kata medsos, apa yang dikatakan harus melakukan kekerasan dan sebagainya," katanya.
Ia menyampaikan hal ini yang perlu bersama-sama untuk melakukan pencegahan.
Menurut dia untuk mendeteksi awal keberadaan mereka agak repot karena informasi mereka melalui media sosial (medsos).
"Hal ini mirip demo-demoa yang terjadi di Hongkong dan Hongkong pun juga susah untuk melakukan deteksi lebih awal terhadap situasi seperti itu," katanya.
Ia menyampaikan pihaknya tahu ada tagar itu, tetapi siapa yang datang akibat tagar itu juga tidak tahu.
"Titik kumpul juga tidak terdeteksi, karena mereka sporadis. Sebenarnya kita proses dari awal saat anak-anak pada datang satu, dua, tiga sudah diamankan," katanya.
Ia menuturkan menyampaikan aspirasi atau pendapat itu harus argai, tetapi harus bisa melihat situasi, karena ada kelompok-kelompok yang ingin menunggangi aksi demo.
"Oleh karena itu saya mengimbau kepada peyelenggara demonstrasi untuk semaksimal mungkin melakukan aksinya tidak mengumpulkan massa, karena dengan adanya pengumpulan massa tidak bisa dikontrol," katanya.
Baca juga: Polisi bubarkan aksi demo susulan di depan Artos Magelang
Baca juga: Empat mahasiswa jadi tersangka demonstrasi ricuh di Semarang
Kapolres Magelang Kota AKBP Nugroho Ari Setyawan di Magelang, Sabtu, mengatakan semalam pihaknya menangkap 149 peserta demo yang berujung kericuhan pada Jumat (9/10) sore.
"Sebagian besar mereka masih anak-anak, pelajar SMP dan SMA/STM. Setelah diminta keterangan mereka kami pulangkan setelah dijemput oleh orang tuanya," katanya usai menghadiri simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang diselenggarakan KPU RI di Kota Magelang.
Seperti diketahui akibat demo yang berlangsung anarkis tersebut sejumlah fasilitas umum dirusak, antara lain lampu hias, papan nama DPRD Kota Magelang, rambu lalu lintas, pintu sebuah ATM, dan kaca Gedung Wiworo Wiji Pinilih.
Baca juga: Polisi amankan seratusan pedemo ricuh di Semarang
Berdasarkan keterangan mereka, kata Nugroho, anak-anak tersebut digerakkan dengan tagar STM bergerak secara nasional.
"Dengan tagar itu menggerakkan mereka dalam setiap kegiatan demo di seluruh Indonesia. Ini kewaspadaan untuk kita semua, karena anak-anak ini tidak tahu apa-apa, tetapi mereka hanya tahu apa yang dikatakan temannya, apa kata medsos, apa yang dikatakan harus melakukan kekerasan dan sebagainya," katanya.
Ia menyampaikan hal ini yang perlu bersama-sama untuk melakukan pencegahan.
Menurut dia untuk mendeteksi awal keberadaan mereka agak repot karena informasi mereka melalui media sosial (medsos).
"Hal ini mirip demo-demoa yang terjadi di Hongkong dan Hongkong pun juga susah untuk melakukan deteksi lebih awal terhadap situasi seperti itu," katanya.
Ia menyampaikan pihaknya tahu ada tagar itu, tetapi siapa yang datang akibat tagar itu juga tidak tahu.
"Titik kumpul juga tidak terdeteksi, karena mereka sporadis. Sebenarnya kita proses dari awal saat anak-anak pada datang satu, dua, tiga sudah diamankan," katanya.
Ia menuturkan menyampaikan aspirasi atau pendapat itu harus argai, tetapi harus bisa melihat situasi, karena ada kelompok-kelompok yang ingin menunggangi aksi demo.
"Oleh karena itu saya mengimbau kepada peyelenggara demonstrasi untuk semaksimal mungkin melakukan aksinya tidak mengumpulkan massa, karena dengan adanya pengumpulan massa tidak bisa dikontrol," katanya.
Baca juga: Polisi bubarkan aksi demo susulan di depan Artos Magelang
Baca juga: Empat mahasiswa jadi tersangka demonstrasi ricuh di Semarang