Magelang (ANTARA) - Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, belum mengizinkan santrinya yang mempunyai penyakit bawaan seperti TBC dan Diabetes masuk pesantren guna mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Pengasuh API Pondok Pesantren Tegalrejo KH. Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) di Magelang, Sabtu, mengatakan dari total sekitar 11.000-an santri, saat ini yang sudah masuk sekitar 85 persennya.

"Sekitar 85 persen santri sudah datang, yang 15 persen itu anak-anak yang mempunyai penyakit bawaan seperti TBC, diabetes itu kita tolak jangan datang dulu karena situasi pandemi ini. Mohon disembuhkan dulu," katanya .saat menghadiri Festival Lima Gunung ke-19 di Studio Mendut, Kabupaten Magelang.

Ia menyampaikan santri dari luar Jawa juga sudah datang, yang sehat-sehat sudah datang semua.

Para santri API Pondok Pesantren Tegalrejo sudah kembali ke pondok pesantren sejak 20 Juni 2020 dengan dilakukan secara bertahap dan menerapkan protokol kesehatan.

"Kita juga membentuk satgas pesantren untuk penanganan COVID itu dan Ponpes Tegalrejo di-back up oleh RSU Syubbanul Wathon. Jadi kita tiap minggu secara acak adakan tes cepat dan secara sederhana kita lakukan cek indera penciuman. Anak diminta menciup bau seperti kopi dan bunga, ketia rasa penciumannya hilang, anak tersebut kita isolasi di ruang isolasi," katanya.

Ia menjelaskan di ruang isolasi anak tersebut diberi suplemen, vitamin, dan jamu untuk meningkatkan imunitas tubuh. Kalau 3-4 hari sudah pulih maka dimasukkan lagi ke pesantren, sebaliknya kalau mungkin semakin serius dibawa ke rumah sakit.

"Jadi setiap hari ada yang mengontrol, ketika anak panasnya melebihi ketentuan langsung kita isolasi, ketika ada gejala langsung kita isolasi," katanya.

Menurut dia, hampir setiap hari ada anak yang diisolasi, anak-anak yang flu, batuk langsung diisolasi.

Ia menyampaikan waktu mereka datang di ponpes sudah menjalani tes cepat dan harus membawa surat keterangan sehat, kalau tidak bisa menunjukkan surat keterangan sehat dari dokter tidak bisa masuk.

"Sehingga di pesantren logikanya anak-anak itu sehat semua dan usia anak-anak itu usia muda tidak rentan dan pembelajaran di pesantren harus tatap muka. Kita upayakan untuk jaga jarak, ruang kelas yang biasanya isi 70 anak jadi 40 anak, kita bagi bergantian, memang kalau tidur yang agak sulit untuk jaga jarak," katanya.

Ia menuturkan kalau belajar masih bisa jaga jarak, jamnya diperpendek, karena ruangnya bergantian dan yang paling penting anak-anak ditekankan untuk menjaga imunitas dengan memberikan suplemen, vitamin, disiapkan susu dan juga minuman jahe maupun kencur.

Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024