Semarang (ANTARA) -
"Soal limbah ini menjadi perhatian serius kami karena teman-teman rumah sakit banyak yang mengeluh izin insineratornya belum turun. Mereka protes, katanya izinnya berbelit, makanya saya nanti bantu urus langsung ke LHK," katanya di Semarang, Selasa.
Ganjar menyebutkan peraturan tentang pengelolaan limbah medis COVID-19 memang berbeda karena izin alat insinerator yang digunakan untuk membakar limbah medis harus dari Kementerian LHK dengan syarat tertentu.
Baca juga: Kadinkes Jateng: Pengelolaan limbah COVID-19 sesuai prosedur
"Syaratnya suhu minimum harus 800 derajat Celcius, tadi ada 10 rumah sakit di Jateng yang insineratornya masih di bawah 800 derajat, tapi mereka bisa meningkatkan sampai 1.000 derajat. Jadi sebenarnya bisa, maka Dinkes saya minta mendata semuanya itu, dan akan kami bantu urus langsung ke Menteri LHK," ujarnya usai menggelar rapat terbatas bersama sejumlah pengelola rumah sakit rujukan COVID-19 yang ada di Jateng.
Menurut dia, persoalan limbah medis COVID-19 bukanlah persoalan biasa sebab limbah medis itu membawa virus COVID-19 yang membahayakan masyarakat.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka akan membahayakan lingkungan sekitar, saya akan bantu rumah sakit memperoleh izin itu ke LHK. Saya harap ini bisa lebih mudah karena Pak Presiden selalu bilang harus ada terobosan karena kondisinya sekarang ini sedang serius," tegasnya.
Selama ini, lanjut Ganjar, sejumlah rumah sakit yang memiliki insinerator dan sudah berizin, mengelola limbah COVID-19 secara mandiri, namun yang belum berizin, pengelolaan limbah dipercayakan pada pihak ketiga yang menjadi 'transporter' limbah tersebut.
"Bukan saya tidak percaya dengan pihak ketiga itu, tapi saya ingin ini bisa lebih cepat dan tepat penanganannya," katanya.(LHP)
Baca juga: Ganjar: RS kelola secara khusus limbah medis COVID-19
Gubernur Ganjar Pranowo berkomitmen membantu pengurusan izin pengolahan limbah medis sejumlah rumah sakit rujukan penanganan pasien COVID-19 di Jawa Tengah ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)
"Soal limbah ini menjadi perhatian serius kami karena teman-teman rumah sakit banyak yang mengeluh izin insineratornya belum turun. Mereka protes, katanya izinnya berbelit, makanya saya nanti bantu urus langsung ke LHK," katanya di Semarang, Selasa.
Ganjar menyebutkan peraturan tentang pengelolaan limbah medis COVID-19 memang berbeda karena izin alat insinerator yang digunakan untuk membakar limbah medis harus dari Kementerian LHK dengan syarat tertentu.
Baca juga: Kadinkes Jateng: Pengelolaan limbah COVID-19 sesuai prosedur
"Syaratnya suhu minimum harus 800 derajat Celcius, tadi ada 10 rumah sakit di Jateng yang insineratornya masih di bawah 800 derajat, tapi mereka bisa meningkatkan sampai 1.000 derajat. Jadi sebenarnya bisa, maka Dinkes saya minta mendata semuanya itu, dan akan kami bantu urus langsung ke Menteri LHK," ujarnya usai menggelar rapat terbatas bersama sejumlah pengelola rumah sakit rujukan COVID-19 yang ada di Jateng.
Menurut dia, persoalan limbah medis COVID-19 bukanlah persoalan biasa sebab limbah medis itu membawa virus COVID-19 yang membahayakan masyarakat.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka akan membahayakan lingkungan sekitar, saya akan bantu rumah sakit memperoleh izin itu ke LHK. Saya harap ini bisa lebih mudah karena Pak Presiden selalu bilang harus ada terobosan karena kondisinya sekarang ini sedang serius," tegasnya.
Selama ini, lanjut Ganjar, sejumlah rumah sakit yang memiliki insinerator dan sudah berizin, mengelola limbah COVID-19 secara mandiri, namun yang belum berizin, pengelolaan limbah dipercayakan pada pihak ketiga yang menjadi 'transporter' limbah tersebut.
"Bukan saya tidak percaya dengan pihak ketiga itu, tapi saya ingin ini bisa lebih cepat dan tepat penanganannya," katanya.(LHP)
Baca juga: Ganjar: RS kelola secara khusus limbah medis COVID-19