Semarang (ANTARA) -
"Dari faskes dikumpulkan kemudian dibawa ke instalasi pengolahan limbah. Rumah sakit-rumah sakit (yang menangani pasien COVID-19) itu mempunyai insinerator, alat untuk mengolah atau membakar limbah medis, jadi aman," katanya di Semarang, Senin.
Kendati demikian, ia menyebut belum semua rumah sakit mempunyai insinerator yang sesuai standar sehingga harus dikumpulkan pada suatu kontainer khusus dan dikirim ke instalasi pengolahan limbah.
"Memang belum semua rumah sakit mempunyai insinerator yang standar, bagi yang sudah punya insinerator bisa diolah sendiri jadi aman," ujarnya.
Limbah medis penanganan pasien COVID-19 yang diolah adalah air limbah dan limbah B3 medis padat.
Air limbah adalah semua air buangan termasuk tinja, berasal dari kegiatan penanganan pasien COVID-19 yang kemungkinan mengandung mikroorganisme khususnya virus corona, bahan kimia beracun, darah dan cairan tubuh lain, serta cairan yang digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari mulut dan atau hidung atau·air kumur pasien dan air cucian alat kerja, alat makan dan minum pasien dan atau cucian linen, yang berbahaya bagi kesehatan serta bersumber dari kegiatan pasien isolasi COVID-19.
Limbah B3 medis padat adalah barang atau bahan sisa hasil kegiatan yang tidak digunakan kembali yang berpotensi terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan pasien dan atau petugas di faskes yang menangani pasien COVID-19.
Barang itu meliputi masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas.
Kemudian, alat pelindung diri bekas, sisa makanan pasien dan lain-lain, berasal dari kegiatan pelayanan di UGD, ruang isolasi, ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo menegaskan bahwa pengelolaan limbah medis dari beberapa rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang menangani pasien COVID-19 di wilayah tersebut sudah sesuai prosedur sehingga aman bagi lingkungan.
"Dari faskes dikumpulkan kemudian dibawa ke instalasi pengolahan limbah. Rumah sakit-rumah sakit (yang menangani pasien COVID-19) itu mempunyai insinerator, alat untuk mengolah atau membakar limbah medis, jadi aman," katanya di Semarang, Senin.
Kendati demikian, ia menyebut belum semua rumah sakit mempunyai insinerator yang sesuai standar sehingga harus dikumpulkan pada suatu kontainer khusus dan dikirim ke instalasi pengolahan limbah.
"Memang belum semua rumah sakit mempunyai insinerator yang standar, bagi yang sudah punya insinerator bisa diolah sendiri jadi aman," ujarnya.
Limbah medis penanganan pasien COVID-19 yang diolah adalah air limbah dan limbah B3 medis padat.
Air limbah adalah semua air buangan termasuk tinja, berasal dari kegiatan penanganan pasien COVID-19 yang kemungkinan mengandung mikroorganisme khususnya virus corona, bahan kimia beracun, darah dan cairan tubuh lain, serta cairan yang digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari mulut dan atau hidung atau·air kumur pasien dan air cucian alat kerja, alat makan dan minum pasien dan atau cucian linen, yang berbahaya bagi kesehatan serta bersumber dari kegiatan pasien isolasi COVID-19.
Limbah B3 medis padat adalah barang atau bahan sisa hasil kegiatan yang tidak digunakan kembali yang berpotensi terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan pasien dan atau petugas di faskes yang menangani pasien COVID-19.
Barang itu meliputi masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas.
Kemudian, alat pelindung diri bekas, sisa makanan pasien dan lain-lain, berasal dari kegiatan pelayanan di UGD, ruang isolasi, ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan lainnya.