Banjarnegara (ANTARA) - Forum Jasa Konstruksi (Forjasi) Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, menuntut DPRD Kabupaten Banjarnegara untuk mengusut kasus dugaan monopoli proyek APBD setempat.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh Forjasi kepada anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Banjarnegara, Senin siang.
Dalam hal ini, DPRD Kabupaten Banjarnegara mengagendakan mediasi antara Forjasi dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Banjarnegara untuk membahas dugaan monopoli proyek yang didanai APBD setempat.
Akan tetapi setelah ditunggu selama lebih kurang 45 menit, tidak ada satu pun pejabat dari DPUPR Kabupaten Banjarnegara yang memenuhi undangan DPRD setempat.
Baca juga: Dinkes Banjarnegara: Tes cepat COVID-19 secara bertahap
Saat menunggu kedatangan pejabat dari DPUPR, perwakilan massa Forjasi berorasi serta membentangkan spanduk bertuliskan "Hancurkan Praktek Kartel!!! Pada Konstruksi Pembangunan Banjarnegara" dan poster bertuliskan "Bubarkan Kartel Proyek APBD Banjarnegara" di dalam Ruang Rapat Paripurna.
Kendati tidak dihadiri pejabat DPUPR Kabupaten Banjarnegara, pertemuan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Banjarnegara Ismawan Setya Handoko tetap digelar untuk mendengarkan tuntutan Forjasi.
Saat ditemui wartawan usai bertemu dengan anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara, Penasihat Forjasi Iwan Setiawan Budiarto mengatakan pihaknya menerima laporan dari pengurus Forjasi terkait dengan adanya dugaan-dugaan yang tidak benar dalam pengambilan kebijakan.
"Kita sama-sama tahu apabila pengambilan kebijakan sudah sewenang-wenang, pasti praktiknya juga enggak karuan dan ada nilai-nilai penggunaan anggaran yang salah," katanya.
Ia mengharapkan agar jangan sampai kebijakan Presiden Joko Widodo terkait dengan infrastruktur terutama pada masa pandemi COVID-19 disalahgunakan oleh segelintir orang.
Baca juga: 41 pasien dari COVID-19 di Banjarnegara sembuh
Bahkan, kata dia, pihaknya mendengar kabar jika Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara yang berkaitan dengan tuntutan Forjasi itu telah diganti pada hari Senin (6/7).
Dalam hal ini, Tatag Rochyadi yang sebelumnya menjabat Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara, pada hari Senin (6/7) dilantik sebagai Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan, Ekonomi, dan Keuangan. Dengan demikian, terjadi kekosongan jabatan Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara karena belum ada penunjukan pejabat definitif maupun pelaksana tugas.
"Ada apa di balik itu? Kenapa harus diganti," kata Iwan.
Sementara itu, Ketua Forjasi Imam Naf'an mengatakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah bersikap sewenang-wenang dengan memberlakukan sejumlah peraturan, misalnya sejak tahun 2017, kontraktor berbadan hukum CV (persekutuan komanditer) dengan kualifikasi kecil tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk ikut tender atau lelang.
"Ini titik puncaknya pada tahun 2020. Pada tahun 2020 ini penggabungan paket yang bunyinya per kecamatan. Dengan penggabungan per kecamatan ini, nilai paketnya menjadi sangat besar, sehingga menciptakan kartel konstruksi," katanya.
Menurut dia, nilai minimal paketnya berkisar Rp12 miliar hingga Rp29 miliar, sedangkan kemampuan 250 CV yang ada di Banjarnegara hanya sekitar Rp2,5 miliar.
Dengan demikian, kata dia, kontraktor yang diakomodasi oleh Pemkab Banjarnegara hanya yang berbadan perseroan terbatas (PT) yang jumlahnya hanya 20 PT.
Padahal, lanjut dia, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, seharusnya berpihak kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) namun tidak dijalankan oleh Pemkab Banjarnegara dan cenderung ada monopoli.
Baca juga: Bidan Teguh dan jejak setapak jalan di Gununglangit Banjarnegara
"Yang dapat hanya PT itu-itu saja. Saya lihat ada satu PT yang mengerjakan beberapa proyek. Kami berharap tahun-tahun berikutnya, kami bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan aturan yang ada," jelasnya.
Ia mengatakan pihaknya sebenarnya berharap bisa bertemu langsung dengan DPUPR Kabupaten Banjarnegara melalui mediasi yang diprakarsai DPRD Kabupaten Banjarnegara.
Oleh karena tidak ada pejabat dari DPUPR Kabupaten Banjarnegara yang hadir, kata dia, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada DPRD Kabupaten Banjarnegara untuk menindaklanjutinya sesuai dengan mekanisme yang ada.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan DPRD Kabupaten Banjarnegara menggunakan hak interpelasi dalam menangani kasus dugaan monopoli proyek APBD tersebut.
"'Monggo' mekanisme Dewan seperti apa? Kalau memang lewat pansus (panitia khusus) atau nanti ke hak-hak Dewan berikutnya sesuai dengan mekanismenya Dewan saja," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Banjarnegara Ismawan Setya Handoko mengaku setelah pertemuan tersebut, pihaknya langsung menggelar rapat dengan Komisi III.
"Memang poin terberat kami yang membutuhkan pemikiran serta keputusan yang tepat adalah terkait dengan pembentukan pansus, yang lain itu mungkin masih bisa kami pikir bersama. Tapi ini (pansus, red.) memang sangat memberatkan karena tentunya ini jangan sampai menjadi keputusan yang salah dan kami harus belajar dengan baik tentang materi-materi dan situasi kenyataan yang ada," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan tidak menutup kemungkinan pembentukan pansus tetap terjadi.
Oleh karena datanya masih minim, kata dia, diputuskan untuk dibahas dalam diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) di Purwokerto pada akhir pekan ini.
Baca juga: Senin, BMKG: Prakirakan Banjarnegara berpeluang hujan
Baca juga: Di Banjarnegara, pasien sembuh dari COVID-19 capai 39 orang
Tuntutan tersebut disampaikan oleh Forjasi kepada anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Banjarnegara, Senin siang.
Dalam hal ini, DPRD Kabupaten Banjarnegara mengagendakan mediasi antara Forjasi dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Banjarnegara untuk membahas dugaan monopoli proyek yang didanai APBD setempat.
Akan tetapi setelah ditunggu selama lebih kurang 45 menit, tidak ada satu pun pejabat dari DPUPR Kabupaten Banjarnegara yang memenuhi undangan DPRD setempat.
Baca juga: Dinkes Banjarnegara: Tes cepat COVID-19 secara bertahap
Saat menunggu kedatangan pejabat dari DPUPR, perwakilan massa Forjasi berorasi serta membentangkan spanduk bertuliskan "Hancurkan Praktek Kartel!!! Pada Konstruksi Pembangunan Banjarnegara" dan poster bertuliskan "Bubarkan Kartel Proyek APBD Banjarnegara" di dalam Ruang Rapat Paripurna.
Kendati tidak dihadiri pejabat DPUPR Kabupaten Banjarnegara, pertemuan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Banjarnegara Ismawan Setya Handoko tetap digelar untuk mendengarkan tuntutan Forjasi.
Saat ditemui wartawan usai bertemu dengan anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara, Penasihat Forjasi Iwan Setiawan Budiarto mengatakan pihaknya menerima laporan dari pengurus Forjasi terkait dengan adanya dugaan-dugaan yang tidak benar dalam pengambilan kebijakan.
"Kita sama-sama tahu apabila pengambilan kebijakan sudah sewenang-wenang, pasti praktiknya juga enggak karuan dan ada nilai-nilai penggunaan anggaran yang salah," katanya.
Ia mengharapkan agar jangan sampai kebijakan Presiden Joko Widodo terkait dengan infrastruktur terutama pada masa pandemi COVID-19 disalahgunakan oleh segelintir orang.
Baca juga: 41 pasien dari COVID-19 di Banjarnegara sembuh
Bahkan, kata dia, pihaknya mendengar kabar jika Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara yang berkaitan dengan tuntutan Forjasi itu telah diganti pada hari Senin (6/7).
Dalam hal ini, Tatag Rochyadi yang sebelumnya menjabat Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara, pada hari Senin (6/7) dilantik sebagai Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan, Ekonomi, dan Keuangan. Dengan demikian, terjadi kekosongan jabatan Kepala DPUPR Kabupaten Banjarnegara karena belum ada penunjukan pejabat definitif maupun pelaksana tugas.
"Ada apa di balik itu? Kenapa harus diganti," kata Iwan.
Sementara itu, Ketua Forjasi Imam Naf'an mengatakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah bersikap sewenang-wenang dengan memberlakukan sejumlah peraturan, misalnya sejak tahun 2017, kontraktor berbadan hukum CV (persekutuan komanditer) dengan kualifikasi kecil tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk ikut tender atau lelang.
"Ini titik puncaknya pada tahun 2020. Pada tahun 2020 ini penggabungan paket yang bunyinya per kecamatan. Dengan penggabungan per kecamatan ini, nilai paketnya menjadi sangat besar, sehingga menciptakan kartel konstruksi," katanya.
Menurut dia, nilai minimal paketnya berkisar Rp12 miliar hingga Rp29 miliar, sedangkan kemampuan 250 CV yang ada di Banjarnegara hanya sekitar Rp2,5 miliar.
Dengan demikian, kata dia, kontraktor yang diakomodasi oleh Pemkab Banjarnegara hanya yang berbadan perseroan terbatas (PT) yang jumlahnya hanya 20 PT.
Padahal, lanjut dia, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, seharusnya berpihak kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) namun tidak dijalankan oleh Pemkab Banjarnegara dan cenderung ada monopoli.
Baca juga: Bidan Teguh dan jejak setapak jalan di Gununglangit Banjarnegara
"Yang dapat hanya PT itu-itu saja. Saya lihat ada satu PT yang mengerjakan beberapa proyek. Kami berharap tahun-tahun berikutnya, kami bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan aturan yang ada," jelasnya.
Ia mengatakan pihaknya sebenarnya berharap bisa bertemu langsung dengan DPUPR Kabupaten Banjarnegara melalui mediasi yang diprakarsai DPRD Kabupaten Banjarnegara.
Oleh karena tidak ada pejabat dari DPUPR Kabupaten Banjarnegara yang hadir, kata dia, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada DPRD Kabupaten Banjarnegara untuk menindaklanjutinya sesuai dengan mekanisme yang ada.
Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan DPRD Kabupaten Banjarnegara menggunakan hak interpelasi dalam menangani kasus dugaan monopoli proyek APBD tersebut.
"'Monggo' mekanisme Dewan seperti apa? Kalau memang lewat pansus (panitia khusus) atau nanti ke hak-hak Dewan berikutnya sesuai dengan mekanismenya Dewan saja," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Banjarnegara Ismawan Setya Handoko mengaku setelah pertemuan tersebut, pihaknya langsung menggelar rapat dengan Komisi III.
"Memang poin terberat kami yang membutuhkan pemikiran serta keputusan yang tepat adalah terkait dengan pembentukan pansus, yang lain itu mungkin masih bisa kami pikir bersama. Tapi ini (pansus, red.) memang sangat memberatkan karena tentunya ini jangan sampai menjadi keputusan yang salah dan kami harus belajar dengan baik tentang materi-materi dan situasi kenyataan yang ada," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan tidak menutup kemungkinan pembentukan pansus tetap terjadi.
Oleh karena datanya masih minim, kata dia, diputuskan untuk dibahas dalam diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) di Purwokerto pada akhir pekan ini.
Baca juga: Senin, BMKG: Prakirakan Banjarnegara berpeluang hujan
Baca juga: Di Banjarnegara, pasien sembuh dari COVID-19 capai 39 orang