Purwokerto (ANTARA) - Jumlah debitur di wilayah eks-Keresidenan Banyumas, Jawa Tengah, yang mengikuti program restrukturisasi kredit terus mengalami peningkatan seiring masih lesunya perekonomian akibat pandemi COVID-19, kata Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto Sumarlan.

"Berdasarkan laporan dari Industri Jasa Keuangan, baik bank maupun nonbank se-wilayah eks-Keresidenan Banyumas yang meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara per 25 Juni 2020 sebanyak 184.272 debitur yang telah direstrukturisasi dengan total 'outstanding' (baki debit, red.) sebesar Rp9,44 triliun," katanya dalam keterangan pers di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat sore.

Jumlah tersebut terdiri atas bank umum sebanyak 113.371 debitur dengan baki debit Rp6.384,85 miliar, BPR/BPRS sebanyak 9.954 debitur dengan baki debit Rp1.529,44 miliar.

Selain itu, perusahaan pembiayaan sebanyak 59.311 debitur dengan baki debit Rp1.455,76 miliar, perusahaan pergadaian sebanyak 1.200 debitur dengan baki kredit Rp34,13 miliar, dan lembaga jasa keuangan lainnya sebanyak 436 debitur dengan baki debit Rp36,81 miliar.

Sumarlan mengatakan restrukturisasi kredit tersebut merupakan kebijakan relaksasi bagi pelaku industri perbankan yang dikeluarkan OJK berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tanggal 13 Maret 2020.

"Hal ini dalam rangka mendukung kebijakan stimulus ekonomi pemerintah dan dalam upaya untuk mengatasi pelemahan kegiatan usaha dan UMKM akibat pandemi COVID-19. Untuk sektor industri keuangan nonbank, OJK menerbitkan kebijakan relaksasi bagi perusahaan pembiayaan, asuransi, dan dana pensiun pada tanggal 30 Maret 2020," katanya.

Baca juga: 10.284 debitur di Banyumas telah direstrukturisasi

Ia mengatakan pelaksanaan istilah relaksasi, keringanan, atau penundaan maupun kelonggaran pembayaran secara teknis perbankan atau perusahaan, yaitu dalam koridor restrukturisasi kredit, di dalamnya ada beberapa pilihan skema yang dapat disepakati antara perbankan/perusahaan pembiayaan dan debitur.

Skema tersebut di antaranya penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan/atau konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

Terkait dengan perkembangan perbankan, Sumarlan meminta masyarakat mewaspadai beredarnya informasi hoaks di sosial media yang mengajak untuk melakukan penarikan dana di perbankan (rush money).

"Informasi yang beredar tersebut adalah informasi hoaks dan tidak benar," tegasnya.

Ia mengatakan hoaks yang berkaitan dengan ajakan untuk melakukan penarikan dana di perbankan sangat membahayakan karena akan membuat masyarakat resah dan panik.

Baca juga: OJK imbau masyarakat tetap tenang terkait berita tentang perbankan

Selain itu, kata dia, dapat membuat nasabah mengalami kerugian apabila nasabah terhasut sehingga melakukan penarikan deposito, karena nasabah akan dikenakan penalti jika menarik deposito tersebut sebelum jatuh tempo.

"Hoaks 'rush money' ini juga dapat menguntungkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang mengambil keuntungan dari fluktuasi kurs dan indeks saham akibat kepanikan masyarakat dan pada akhirnya dapat membahayakan perekonomian karena perputaran uang tidak berjalan," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan data OJK per bulan Mei 2020, tingkat permodalan dan likuiditas perbankan masih dalam kondisi yang aman.

Menurut dia, rasio kecukupan permodalan (CAR) perbankan sebesar 22,16 persen (di atas ketentuan), sementara hingga 17 Juni 2020, rasio alat likuid atau "non-core deposit" dan alat likuid atau dana pihak ketiga (DPK) terpantau pada level 123,2 persen dan 26,2 persen jauh di atas ambang masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

"Kondisi perbankan di eks Keresidenan Banyumas juga dalam kondisi yang stabil. Sampai dengan posisi Mei 2020, total aset mengalami pertumbuhan sebesar 4,05 persen secara yoy (year on year), DPK sebesar 9,32 persen yoy, kredit sebesar 3,43 persen yoy dan NPL (Non Performing Loan) gross masih terjaga di 3,41 persen," katanya.

Lebih lanjut, Sumarlan mengatakan OJK telah melaporkan informasi hoaks tersebut kepada pihak Bareskrim Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk diusut dan ditindak sesuai ketentuan karena telah menimbulkan keresahan di masyarakat.

Sesuai Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kata dia, para penyebar hoaks diancam hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

"Masyarakat diimbau untuk senantiasa memastikan informasi tentang keuangan yang diterima adalah informasi yang benar dan valid dengan menghubungi Kontak OJK di nomor 157 atau layanan Whatsapp resmi 081157157157," katanya.

Baca juga: Masyarakat diimbau kenali fintech sebelum ajukan pinjaman
Baca juga: Membangun kesadaran masyarakat lawan rentenir

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024