Purwokerto (ANTARA) - Sebanyak 10.284 debitur yang terdampak pandemi COVID-19 di wilayah eks Keresidenan Banyumas telah direstrukturisasi oleh industri jasa keuangan dengan total baki debit (outstanding) sebesar Rp1,17 triliun, kata Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto Sumarlan.

"Jumlah debitur tersebut berdasarkan data per tanggal 15 April 2020 dan kami akan terus perbarui setiap dua minggu sekali," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.

Ia mengatakan berdasarkan data tersebut, jumlah terbanyak merupakan debitur dari perbankan yang mencapai 9.916 debitur dengan baki debit sebesar Rp1.159,56 miliar terdiri atas bank umum sebanyak 9.272 debitur dengan baki debit Rp1.042,15 miliar dan BPR/BPRS sebanyak 644 debitur dengan baki debit Rp117,41 miliar.

Baca juga: Ratusan orang di Jawa Tengah kesulitan restrukturisasi kredit

Sementara itu untuk industri keuangan nonbank, kata dia, sebanyak 368 debitur dengan baki debit sebesar Rp12,85 miliar terdiri atas perusahaan pembiayaan sebanyak 274 debitur dengan baki debit Rp8,77 miliar dan PT Pegadaian (Persero) sebanyak 94 debitur dengan baki debit Rp4,08 miliar.

Sumarlan mengatakan restrukturisasi kredit tersebut merupakan kebijakan relaksasi bagi pelaku industri perbankan yang dikeluarkan OJK berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tanggal 13 Maret 2020.

"Hal ini dalam rangka mendukung kebijakan stimulus ekonomi pemerintah dan dalam upaya untuk mengatasi pelemahan kegiatan usaha dan UMKM akibat pandemi COVID-19. Untuk sektor industri keuangan nonbank, OJK menerbitkan kebijakan relaksasi bagi perusahaan pembiayaan, asuransi, dan dana pensiun pada tanggal 30 Maret 2020," katanya.

Ia mengatakan pelaksanaan istilah relaksasi, keringanan, atau penundaan maupun kelonggaran pembayaran secara teknis perbankan atau perusahaan, yaitu dalam koridor restrukturisasi kredit, di dalamnya ada beberapa pilihan skema yang dapat disepakati antaran perbankan/perusahaan pembiayaan dan debitur.

Menurut dia, skema tersebut di antaranya penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan/atau konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

"Selain pilihan tersebut, restrukturisasi juga dimungkinkan dalam bentuk penundaan atau penjadwalan pembayaran pokok dan/atau bunga dalam jangka waktu tertentu, khususnya bagi debitur kecil, antara lain sektor informal, usaha mikro, dan pekerja berpenghasilan harian yang memiliki kewajiban pembayaran kredit untuk menjalankan usaha produktif mereka, yang benar-benar terdampak wabah COVID-19 dan sudah tidak memiliki kegiatan usaha serta kemampuan membayar lagi," jelasnya.

Ia mengatakan prosedur dan pelaksanaan restrukturisasi tidak secara otomatis, namun demikian bagi debitur yang kegiatan usahanya terdampak penyebaran COVID-19 diminta untuk proaktif menghubungi perbankan/perusahaan pembiayaan untuk bersama-sama mencari solusi terbaik melalui upaya restrukturisasi kredit.

Menurut dia, hal itu dikarenakan keringanan angsuran melalui proses restrukturisasi tidak bersifat otomatif, namun debitur atau nasabah wajib mengajukan kepada perbankan/perusahaan pembiayaan.

"Selanjutnya, pemilihan skema restrukturisasi tersebut didasarkan pada asesmen atau analisis perbankan/perusahaan pembiayaan terhadap masalah dan kondisi keuangan debitur serta atas kesepakatan bersama antara industri jasa keuangan dan debitur.

Sumarlan mengatakan bagi debitur yang tidak terdampak atau masih dapat menjalankan usahanya dan masih memiliki kemampuan keuangan untuk membayar angsuran pinjaman, diharapkan untuk tetap dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024