Purwokerto (ANTARA) - Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) khususnya industri batik di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menyambut baik rencana pembukaan sektor pariwisata menjelang normal baru setelah ditutup sementara dalam rangka pencegahan COVID-19.
"Normal baru memang sangat diharapkan sekali. Dengan adanya protokol kesehatan yang harus diterapkan, nanti kalau ada pelanggan saya yang datang, saya bisa mengecek kesehatan mereka, wajib pakai masker, itu memang harus ditanamkan," kata Tonik Sudarmaji selaku pemilik kelompok usaha batik kas Rajasa Mas, Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Cilacap, saat dihubungi Antara dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga lebih leluasa memberikan edukasi tentang kesehatan kepada wisatawan yang datang ke Galeri Batik Rajasa Mas.
Ia mengharapkan dengan adanya normal baru, ekonomi dapat cepat pulih dan kembali stabil sehingga dapat membangkitkan gairah usaha bagi para pelaku UMKM.
"Pemerintah telah memberi terobosan atau kejutan buat pelaku UMKM untuk bangkit di era normal baru. Kalau saya prediksi, kestabilan ekonomi mungkin butuh waktu hingga satu tahun ke depan baru stabil," katanya.
Terkait dengan protokol kesehatan yang wajib diterapkan saat normal baru, Tonik mengatakan pihaknya telah menyiapkan tempat cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir maupun hand sanitizer.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga menyiapkan masker untuk diberikan secara gratis kepada pengunjung yang tidak menggunakan masker.
"Untuk pasar saat pandemi COVID-19, kami merambah pasar 'online' (daring). Mudah-mudahan saat normal baru juga makin ramai," katanya.
Ia mengakui sejak pandemi COVID-19, pasar konvensional cenderung lesu dan mengalami penurunan hingga 70 persen.
Dalam hal ini, kata dia, nilai transaksi penjualan batik sebelum pandemi COVID-19 rata-rata bisa mencapai Rp100 juta per bulan namun selama pandemi COVID-19 rata-rata hanya Rp30 juta per bulan.
"Pemasaran secara 'online' yang sebelumnya kurang kami tekuni, namun saat sejak pandemi justru meningkat, bisa mencapai Rp30 juta," katanya.
Ia mengatakan pihaknya juga tidak sampai memberhentikan pekerja, justru membuat usaha baru berupa konveksi pembuatan masker untuk memenuhi permintaan dari sejumlah relasi seperti Bank Jateng dan Bank Mandiri.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga mendapat pesanan sebanyak 10.000 helai masker kain dari Gubernur Jawa Tengah.
"Kami tidak hanya membuat masker bercorak batik, juga masker kain polos," tambahnya.
"Normal baru memang sangat diharapkan sekali. Dengan adanya protokol kesehatan yang harus diterapkan, nanti kalau ada pelanggan saya yang datang, saya bisa mengecek kesehatan mereka, wajib pakai masker, itu memang harus ditanamkan," kata Tonik Sudarmaji selaku pemilik kelompok usaha batik kas Rajasa Mas, Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Cilacap, saat dihubungi Antara dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga lebih leluasa memberikan edukasi tentang kesehatan kepada wisatawan yang datang ke Galeri Batik Rajasa Mas.
Ia mengharapkan dengan adanya normal baru, ekonomi dapat cepat pulih dan kembali stabil sehingga dapat membangkitkan gairah usaha bagi para pelaku UMKM.
"Pemerintah telah memberi terobosan atau kejutan buat pelaku UMKM untuk bangkit di era normal baru. Kalau saya prediksi, kestabilan ekonomi mungkin butuh waktu hingga satu tahun ke depan baru stabil," katanya.
Terkait dengan protokol kesehatan yang wajib diterapkan saat normal baru, Tonik mengatakan pihaknya telah menyiapkan tempat cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir maupun hand sanitizer.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga menyiapkan masker untuk diberikan secara gratis kepada pengunjung yang tidak menggunakan masker.
"Untuk pasar saat pandemi COVID-19, kami merambah pasar 'online' (daring). Mudah-mudahan saat normal baru juga makin ramai," katanya.
Ia mengakui sejak pandemi COVID-19, pasar konvensional cenderung lesu dan mengalami penurunan hingga 70 persen.
Dalam hal ini, kata dia, nilai transaksi penjualan batik sebelum pandemi COVID-19 rata-rata bisa mencapai Rp100 juta per bulan namun selama pandemi COVID-19 rata-rata hanya Rp30 juta per bulan.
"Pemasaran secara 'online' yang sebelumnya kurang kami tekuni, namun saat sejak pandemi justru meningkat, bisa mencapai Rp30 juta," katanya.
Ia mengatakan pihaknya juga tidak sampai memberhentikan pekerja, justru membuat usaha baru berupa konveksi pembuatan masker untuk memenuhi permintaan dari sejumlah relasi seperti Bank Jateng dan Bank Mandiri.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga mendapat pesanan sebanyak 10.000 helai masker kain dari Gubernur Jawa Tengah.
"Kami tidak hanya membuat masker bercorak batik, juga masker kain polos," tambahnya.