Magelang (ANTARA) - Kenaikan cukai rokok yang kerap kali dilakukan pemerintah tidak akan efektif apabila rokok masih dijualbelikan secara eceran, kata Ketua Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) Retno Rusdjijati.
Retno di Magelang, Sabtu, mengatakan kenaikan cukai rokok semestinya dibarengi dengan pembatasan penjualan untuk anak-anak di bawah 18 tahun.
"Salah satu hal yang semestinya dilakukan pemerintah untuk dapat menekan jumlah perokok di Indonesia, yakni dengan tidak melakukan penjualan rokok secara eceran atau per batang," katanya.
Ia menyampaikan MTCC UMM menyatakan bahwa perlu sikap tegas Pemerintah Indonesia pada industri rokok. Fakta menunjukkan bahwa industri rokok leluasa merayu generasi muda melalui iklan dan sponsor.
Menurut dia penurunan angka prevalensi rokok anak saat ini hanya bisa diatasi jika akses anak-anak terhadap rokok dijauhkan.
Ia menuturkan Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih mengizinkan iklan tembakau langsung di televisi dengan hanya pembatasan larangan iklan radio dan televisi pada siang hari.
"Generasi muda negara ini terpapar iklan rokok di toko, papan iklan, dan internet, serta melalui sponsor untuk konser musik, liga olahraga, dan acara lainnya," katanya.
Fakta ironis lainnya adalah Indonesia menjadi satu dari delapan negara di dunia yang belum menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Tembakau, yang mencakup pembatasan pada perusahaan tembakau kelompok lobi dan penjualan kepada anak-anak.
Ia mengatakan belum lagi kebijakan pemerintah Indonesia yang melakukan pendekatan berbeda terhadap rokok elektronik (e-rokok atau vape). Vaping telah menjadi alternatif populer bagi warga muda Indonesia, dengan menerapkan pajak 57 persen lebih tinggi untuk tembakau cair, semestinya sama juga perlakuan untuk industri rokok biasa.
Retno menyampaikan data Balitbang Kesehatan Kementerian Kesehatan pada 2019 juga menjadi perhatian MTCC UMM. Kebijakan kenaikan cukai rokok diperkirakan bakal mendatangkan pemasukan hingga Rp173 triliun ke kas negara pada 2020.
Meskipun begitu, katanya kenaikan cukai ini sebenarnya kontras dengan kerugian ditanggung negara akibat penyakit yang disebabkan rokok. Kerugian akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok mencapai Rp4.180,27 triliun. Kerugian itu dihitung dari nilai produktivitas yang hilang karena penyakit.
Media Network & Communication Officer MTCC UMM Rochiyati Murni mengatakan dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei 2020, MTCC UMM membagikan masker, stiker lawan COVID-19 dengan stop rokok, dan juga membagikan snack kepada masyarakat di 8 titik di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang.
Ia menuturkan upaya menekan jumlah perokok anak (generasi muda) harus menjadi agenda bersama, baik pemerintah dan masyarakat secara komprehensif.
Oleh karena itu, katanya semua program kerja kementerian harusnya sinkron dengan upaya penurunan jumlah perokok anak. Jadi, bukan hanya melakukan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat saja, namun juga diperlukan peraturan yang kuat dan penegakan hukum yang tegas.
Rochiyati menympaikan komitmen lain dari MTCC UMM adalah terus mendorong kepala daerahuntuk menetapkan dan menegakkan regulasi kawasan tanpa rokok (Perda KTR).
Baca juga: Cegah COVID-19, Tersangka kasus rokok ilegal dititipkan di tahanan Bea Cukai Pusat
Baca juga: Bea dan Cukai Kudus ungkap peredaran rokok ilegal
Retno di Magelang, Sabtu, mengatakan kenaikan cukai rokok semestinya dibarengi dengan pembatasan penjualan untuk anak-anak di bawah 18 tahun.
"Salah satu hal yang semestinya dilakukan pemerintah untuk dapat menekan jumlah perokok di Indonesia, yakni dengan tidak melakukan penjualan rokok secara eceran atau per batang," katanya.
Ia menyampaikan MTCC UMM menyatakan bahwa perlu sikap tegas Pemerintah Indonesia pada industri rokok. Fakta menunjukkan bahwa industri rokok leluasa merayu generasi muda melalui iklan dan sponsor.
Menurut dia penurunan angka prevalensi rokok anak saat ini hanya bisa diatasi jika akses anak-anak terhadap rokok dijauhkan.
Ia menuturkan Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih mengizinkan iklan tembakau langsung di televisi dengan hanya pembatasan larangan iklan radio dan televisi pada siang hari.
"Generasi muda negara ini terpapar iklan rokok di toko, papan iklan, dan internet, serta melalui sponsor untuk konser musik, liga olahraga, dan acara lainnya," katanya.
Fakta ironis lainnya adalah Indonesia menjadi satu dari delapan negara di dunia yang belum menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Tembakau, yang mencakup pembatasan pada perusahaan tembakau kelompok lobi dan penjualan kepada anak-anak.
Ia mengatakan belum lagi kebijakan pemerintah Indonesia yang melakukan pendekatan berbeda terhadap rokok elektronik (e-rokok atau vape). Vaping telah menjadi alternatif populer bagi warga muda Indonesia, dengan menerapkan pajak 57 persen lebih tinggi untuk tembakau cair, semestinya sama juga perlakuan untuk industri rokok biasa.
Retno menyampaikan data Balitbang Kesehatan Kementerian Kesehatan pada 2019 juga menjadi perhatian MTCC UMM. Kebijakan kenaikan cukai rokok diperkirakan bakal mendatangkan pemasukan hingga Rp173 triliun ke kas negara pada 2020.
Meskipun begitu, katanya kenaikan cukai ini sebenarnya kontras dengan kerugian ditanggung negara akibat penyakit yang disebabkan rokok. Kerugian akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok mencapai Rp4.180,27 triliun. Kerugian itu dihitung dari nilai produktivitas yang hilang karena penyakit.
Media Network & Communication Officer MTCC UMM Rochiyati Murni mengatakan dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei 2020, MTCC UMM membagikan masker, stiker lawan COVID-19 dengan stop rokok, dan juga membagikan snack kepada masyarakat di 8 titik di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang.
Ia menuturkan upaya menekan jumlah perokok anak (generasi muda) harus menjadi agenda bersama, baik pemerintah dan masyarakat secara komprehensif.
Oleh karena itu, katanya semua program kerja kementerian harusnya sinkron dengan upaya penurunan jumlah perokok anak. Jadi, bukan hanya melakukan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat saja, namun juga diperlukan peraturan yang kuat dan penegakan hukum yang tegas.
Rochiyati menympaikan komitmen lain dari MTCC UMM adalah terus mendorong kepala daerahuntuk menetapkan dan menegakkan regulasi kawasan tanpa rokok (Perda KTR).
Baca juga: Cegah COVID-19, Tersangka kasus rokok ilegal dititipkan di tahanan Bea Cukai Pusat
Baca juga: Bea dan Cukai Kudus ungkap peredaran rokok ilegal