Jakarta (ANTARA) - Sejumlah warga perantau yang tinggal di Gang Kelinci, Pasar Baru, Jakarta Pusat, melaksanakan Shalat Idul Fitri 1441 Hijriyah di teras atap rumah (roof top) pada Ahad.
Para perantau ini berasal dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Sumatera. Mereka bekerja dari berbagai sektor di Jakarta.
Perantau tersebut tidak bisa pulang mudik ke kampung halaman karena pandemi COVID-19 serta aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Shalat Id berjamaah ini diikuti oleh lima orang, satu orang bertindak sebagai imam dan satu orang lainnya didapuk sebagai penyampai khotbah Idul Fitri.
Hal itu sesuai tuntunan Shalat Id yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), jika Shalat Id diikuti lebih dari empat orang dapat diisi dengan khotbah.
"Setelah berpuasa selama 30 hari, tidak afdol rasanya bagi umat muslim untuk tidak melaksanakan Shalat Id," kata Fauzi Lamboka, perantau asal Palu, Sulawesi Tengah.
Fauzi mengatakan, Shalat Id sebagai puncak perayaan kemenangan setelah berpuasa dengan menahan lapar dan nafsu.
Menurut dia, walaupun saat ini masa pandemi COVID-19 dan pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta, mereka masih bisa melaksanakan Shalat Idul Fitri berjamaah sesuai anjuran pemerintah.
"Karena anjuran pemerintah untuk melaksanakan di rumah, namun ukuran indekos yang kecil, kami mendapatkan tempat di 'roof top' kosan yang bisa digunakan shalat berjamaah dengan makmum lima orang," kata Fauzi.
Bagi pria beranak tiga ini, Idul Fitri tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, karena selain menahan lapar, haus dan hawa nafsu saat puasa, juga harus menahan ego dan keinginan untuk tidak mudik ke kampung halaman bersama keluarga.
"Kami sadari, jika tetap memaksakan diri untuk pulang bersama keluarga, kami akan membawa penyakit kepada mereka yang sehat di kampung halaman," kata Fauzi.
Baca juga: Jamaah Salafiyah di Magetan Shalat Id hari ini, ini argumentasinya
Fauzi memaknai Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini menahan nafsu dan egois demi kepentingan semua orang, bukan hanya diri sendiri dan keluarga.
Fauzi didapuk sebagai khatib yang membacakan khotbah Idul Fitri. Dalam khutbahnya, ia mengajak peserta Shalat Idul Fitri yang berlangsung di tengah pandemi COVID-19 agar betul-betul melaksanakan imbauan pemerintah untuk menjaga kesehatan, membudayakan hidup bersih dan sehat serta makan-makanan yang bergizi.
Selain itu, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan tetap beribadah, belajar serta bekerja dari rumah.
"Setelah Shalat Id dan saling memaafkan, marilah kita teruskan menyinari rumah kita dengan shalat, bacaan Alquran dan salawat serta menjauhkan diri dari godaan setan," kata Fauzi.
Shalat Idul Fitri ini dilaksanakan pukul 06.30 WIB, dengan menerapkan protokol kesehatan seperti "physical distancing" dan memakai masker serta tidak bersalaman, dilakukan dalam waktu seefektif mungkin.
Baca juga: Imam Besar Masjid Istiqlal ingatkan Shalat Id ibadah sunnah
Para perantau ini berasal dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Sumatera. Mereka bekerja dari berbagai sektor di Jakarta.
Perantau tersebut tidak bisa pulang mudik ke kampung halaman karena pandemi COVID-19 serta aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Shalat Id berjamaah ini diikuti oleh lima orang, satu orang bertindak sebagai imam dan satu orang lainnya didapuk sebagai penyampai khotbah Idul Fitri.
Hal itu sesuai tuntunan Shalat Id yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), jika Shalat Id diikuti lebih dari empat orang dapat diisi dengan khotbah.
"Setelah berpuasa selama 30 hari, tidak afdol rasanya bagi umat muslim untuk tidak melaksanakan Shalat Id," kata Fauzi Lamboka, perantau asal Palu, Sulawesi Tengah.
Fauzi mengatakan, Shalat Id sebagai puncak perayaan kemenangan setelah berpuasa dengan menahan lapar dan nafsu.
Menurut dia, walaupun saat ini masa pandemi COVID-19 dan pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta, mereka masih bisa melaksanakan Shalat Idul Fitri berjamaah sesuai anjuran pemerintah.
"Karena anjuran pemerintah untuk melaksanakan di rumah, namun ukuran indekos yang kecil, kami mendapatkan tempat di 'roof top' kosan yang bisa digunakan shalat berjamaah dengan makmum lima orang," kata Fauzi.
Bagi pria beranak tiga ini, Idul Fitri tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, karena selain menahan lapar, haus dan hawa nafsu saat puasa, juga harus menahan ego dan keinginan untuk tidak mudik ke kampung halaman bersama keluarga.
"Kami sadari, jika tetap memaksakan diri untuk pulang bersama keluarga, kami akan membawa penyakit kepada mereka yang sehat di kampung halaman," kata Fauzi.
Baca juga: Jamaah Salafiyah di Magetan Shalat Id hari ini, ini argumentasinya
Fauzi memaknai Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini menahan nafsu dan egois demi kepentingan semua orang, bukan hanya diri sendiri dan keluarga.
Fauzi didapuk sebagai khatib yang membacakan khotbah Idul Fitri. Dalam khutbahnya, ia mengajak peserta Shalat Idul Fitri yang berlangsung di tengah pandemi COVID-19 agar betul-betul melaksanakan imbauan pemerintah untuk menjaga kesehatan, membudayakan hidup bersih dan sehat serta makan-makanan yang bergizi.
Selain itu, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan tetap beribadah, belajar serta bekerja dari rumah.
"Setelah Shalat Id dan saling memaafkan, marilah kita teruskan menyinari rumah kita dengan shalat, bacaan Alquran dan salawat serta menjauhkan diri dari godaan setan," kata Fauzi.
Shalat Idul Fitri ini dilaksanakan pukul 06.30 WIB, dengan menerapkan protokol kesehatan seperti "physical distancing" dan memakai masker serta tidak bersalaman, dilakukan dalam waktu seefektif mungkin.
Baca juga: Imam Besar Masjid Istiqlal ingatkan Shalat Id ibadah sunnah