Solo (ANTARA) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Anton Agus Setyawan mengatakan UMKM harus melakukan penyesuaian dalam bisnis selama masa pandemi COVID-19 agar tetap bisa memenuhi kebutuhan konsumen tanpa harus melanggar aturan dari pemerintah.
"Salah satunya sektor kuliner, harus banyak melakukan penyesuaian," katanya di Solo, Senin.
Ia mengatakan karena termasuk sektor UMKM yang terdampak cukup besar akibat hantaman COVID-19, sejauh ini kuliner sudah melakukan inovasi dengan cepat.
Baca juga: Ganjar dan Erick Thohir sepakat bangkitkan UMKM pascawabah COVID-19
"Karena kondisi 'urgent' (darurat), jika biasanya konsumen makan di tempat, untuk saat ini mereka lebih memilih untuk 'take away' (dibawa pulang). Pola baru konsumen ini yang harus disesuaikan oleh pelaku usaha. Akhirnya membuat mereka berinovasi," katanya.
Apalagi, dikatakannya, saat ini konsumen lebih peduli terhadap kondisi kesehatan dan kebersihan termasuk higienitas makanan yang mereka konsumsi. Menurut dia, faktor itulah yang menjadi perhatian pelaku usaha.
"Inovasi berupa makanan beku hingga layanan antar menjadi kunci kemampuan para pelaku UMKM kuliner bertahan di tengah pandemi. Salah satu solusinya adalah perlu metode 'packaging' (pengemasan) yang aman dan tahan lama," katanya.
Menurut dia, dengan menerapkan sistem pengemasan yang lebih baik akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi pelaku usaha itu sendiri.
"Termasuk menjadi sanggup melebarkan jangkauan ke konsumen, yang tadinya hanya di dalam kota saat ini bisa sampai ke luar kota. Ini menjadi hal yang positif," katanya.
Sementara itu, akibat adanya pembatasan jam operasional, menurut dia, sektor UMKM berada dalam situasi yang cukup berat.
"Masalah utamanya adalah penurunan permintaan, ini imbas dari kebijakan pemerintah untuk penerapan 'social distancing'," katanya.
"Salah satunya sektor kuliner, harus banyak melakukan penyesuaian," katanya di Solo, Senin.
Ia mengatakan karena termasuk sektor UMKM yang terdampak cukup besar akibat hantaman COVID-19, sejauh ini kuliner sudah melakukan inovasi dengan cepat.
Baca juga: Ganjar dan Erick Thohir sepakat bangkitkan UMKM pascawabah COVID-19
"Karena kondisi 'urgent' (darurat), jika biasanya konsumen makan di tempat, untuk saat ini mereka lebih memilih untuk 'take away' (dibawa pulang). Pola baru konsumen ini yang harus disesuaikan oleh pelaku usaha. Akhirnya membuat mereka berinovasi," katanya.
Apalagi, dikatakannya, saat ini konsumen lebih peduli terhadap kondisi kesehatan dan kebersihan termasuk higienitas makanan yang mereka konsumsi. Menurut dia, faktor itulah yang menjadi perhatian pelaku usaha.
"Inovasi berupa makanan beku hingga layanan antar menjadi kunci kemampuan para pelaku UMKM kuliner bertahan di tengah pandemi. Salah satu solusinya adalah perlu metode 'packaging' (pengemasan) yang aman dan tahan lama," katanya.
Menurut dia, dengan menerapkan sistem pengemasan yang lebih baik akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi pelaku usaha itu sendiri.
"Termasuk menjadi sanggup melebarkan jangkauan ke konsumen, yang tadinya hanya di dalam kota saat ini bisa sampai ke luar kota. Ini menjadi hal yang positif," katanya.
Sementara itu, akibat adanya pembatasan jam operasional, menurut dia, sektor UMKM berada dalam situasi yang cukup berat.
"Masalah utamanya adalah penurunan permintaan, ini imbas dari kebijakan pemerintah untuk penerapan 'social distancing'," katanya.