MUI: Umat jangan halangi pemakaman jenazah pasien COVID-19

Sabtu, 4 April 2020 15:54 WIB

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Asrorun Niam Sholeh menyatakan umat Islam jangan sampai menghalang-halangi kewajiban syariah yang harus ditunaikan kepada jenazah Muslim yang terpapar COVID-19, termasuk dalam hal pemakamannya.

"Kekhawatiran dan kewaspadaan tetap penting, tetapi harus dibingkai dengan ilmu pengetahuan dan pemahaman yang utuh. Jangan sampai akibat kekhawatiran kita minus pengetahuan yang memadai, kemudian kita berdosa karena tidak menunaikan kewajiban atas hak jenazah dengan melakukan penolakan pemakaman," kata Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers virtual di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, bila ada umat Islam yang melakukan penolakan tersebut maka dapat berarti dosa dua kali, yaitu dosa pertama tidak menunaikan kewajiban atas jenazah, dan dosa kedua menghalang-halangi penunaian kewajiban terhadap jenazah.

Asrorin Niam Sholeh mengingatkan bahwa MUI telah mengeluarkan berbagai fatwa, salah satunya adalah Fatwa No 18/2020 tentang pedoman pengurusan jenazah bagi Muslim yang terinfeksi COVID-19.

"Ini sebagai satu kesatuan komitmen keagamaan serta ikhtiar keagamaan di dalam menangani, merawat dan juga menanggulangi COVID-19," katanya

Baca juga: Tak ada alasan tolak jenazah COVID-19, kata Pengasuh Ponpes Krapyak

Baca juga: Kabupaten Sleman siapkan makam untuk jenazah pasien COVID-19


Sekretaris Komisi Fatwa MUI itu mengingatkan bahwa hal yang perlu dipahami bagi setiap Muslim yang menjadi korban COVID-19 secara syari adalah syahid yang memiliki kemuliaan dan kehormatan di mata Allah SWT.

Kepada keluarga yang kebetulan ditimpa musibah karena salah satu anggota keluarganya wafat karena COVID-19, Asrorun mengucapkan bela sungkawa mendalam serta mengemukakan bahwa ini adalah ujian dan di mata Allah, orang yang wafat tersebut diberikan status syahid.

Terkait berbagai proses yang harus dipenuhi mulai dari pemandian, pengkafanan, penshalatan hingga penguburan, ia memaparkan bahwa dalam protokol kesehatan perlu dijaga tetapi pada saat yang sama, ketentuan agama harus ditaati.

Ia memaparkan, dalam proses memandikan tidak mesti harus dilepas baju, bisa diberikan kelonggaran dengan mengucurkan ke seluruh tubuh, atau dengan tayamum, dan bila ada pertimbangan keamanan dan teknis lainnya bisa langsung dikafankan.

Dalam hal pengkafanan juga bisa dilakukan dengan ketentuan menutupi seluruh tubuh, dengan bisa dilakukan dengan proteksi melalui pemakaian plastik tidak tembus air, dan bahkan dalam kondisi tertentu bisa saja dimasukkan ke dalam peti dan proses disinfeksi dilakukan secara syari.

Untuk tempat shalat jenazah juga harus dipastikan lokasinya aman dan suci, dan dilaksanakan minimal oleh satu orang Muslim karena sifatnya fardhu kifayah.

Sementara itu, Dirut RS Islam Jakarta Sukapura-Muhammadiyah COVID-19 Command Center, Umi Sjarqiah menyatakan bahwa apabila dipandang darurat atau mendesak, jenazah bisa dimakamkan tanpa dimandikan dan dikafankan.

Umi Sjarqiah mengemukakan bahwa jenazah harus segera dikuburkan setidaknya empat jam setelah meninggal, dan jenazah yang sudah dimakamkan tidak akan menularkan virus. Begitu pula shalat jenazah bisa diganti dengan shalat gaib di rumah masing-masing.

"Karena itu jangan khawatir dan jangan panik apalagi sampai melakukan penolakan pemakaman," katanya dan menambahkan, jenazah COVID-19 yang wafat adalah saudara kita semua yang harus diberikan penghormatan dan keluarga yang diberikan harus diberikan empati.

Senada, Ketua Satgas NU Peduli COVID-19 Muhammad Makky Zamzami menyatakan, jenazah yang meninggal karena COVID-19 termasuk kategori syahid sehingga masyarakat seharusnya berempati serta bisa warga juga harus menerimanya untuk dapat dimakamkan pekuburan terdekat.

"Pasien-pasien yang sudah meninggal sudah dilakukan protokol yang sangat ketat mengikuti standar WHO. Protokol ini diadopsi di Indonesia juga melalui unsur-unsur syariah seperti memandikan, mengkafankan menshalatkan dan memakamkan," katanya dan menambahkan, Allah tidak membuat agama untuk menyulitkan umatnya.

Muhammad Makky Zamzami juga mengingatkan bahwa jangan ada stigma terhadap keluarga yang ditinggalkan, atau juga kepada pasien dalam pengawasan (PDP) jangan dicaci atau dicibir karena hal itu bisa membuat mereka depresi serta menurunkan daya tahan tubuh mereka.

Pemerintah juga diharapkan bisa menyampaikan berbagai komunikasi yang tepat di tengah-tengah masyarakat, dengan bahasa-bahasa yang bisa dipahami warga agar mereka bisa memahami situasi dan tidak lagi melakukan hal kontraproduktif seperti menolak pemakaman.

Baca juga: MUI: Warga butuh penjelasan soal penanganan jenazah pasien COVID-19


 


Pewarta : M Razi Rahman
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024

Terkait

Anggota DPR Muhammad Hatta harapkan produk UMKM miliki SNI

10 jam lalu

Pakar hukum Unsoed optimistis pimpinan baru mampu pulihkan citra KPK

13 December 2024 14:43 Wib

Komisi II DPR RI: Penataan pegawai non-ASN selesai akhir 2024

12 December 2024 7:31 Wib

Kabupaten Demak segera miliki embarkasi haji

09 December 2024 20:46 Wib

Pemprov Jateng raih penghargaan antikorupsi dari KPK

09 December 2024 18:57 Wib
Terpopuler

Prakiraan cuaca Semarang hari ini

PERISTIWA - 12 December 2024 7:46 Wib

500 pembalap sepeda ikuti Criterium Open Championship Cilacap

OLAHRAGA - 14 December 2024 17:41 Wib

Kemendagri sedang susun desain besar otonomi daerah

NASIONAL - 16 jam lalu

Andika-Hendi gugat hasil Pilkada Jateng ke MK

PERISTIWA - 12 December 2024 8:09 Wib

Pemkab Temanggung pantau stok - harga sembako jelang Nataru

EKONOMI - 14 December 2024 20:14 Wib