Semarang (ANTARA) -
"Mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi juga harus menjaga keseimbangan ekosistem. Kalau pemerintah tidak hati-hati, ini akan berimplikasi pada maraknya pencemaran lingkungan, turunnya kualitas udara, krisis air bersih, dan beberapa dampak buruk lainnya," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng Hadi Santoso di Semarang, Senin.
Ia menyebutkan Pemprov Jateng sedang mengoptimalkan kemudahan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tujuh persen, serta mendorong pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Rencana Induk Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal-Semarang-Salatiga-Demak-Grobogan, Kawasan Purworejo-Wonosobo-Magelang-Temanggung, dan Kawasan Brebes-Tegal-Pemalang.
Baca juga: PRPP Jateng bakal direvitalisasi berkonsep ramah lingkungan
Terkait dengan hal itu, ia mengimbau Pemprov Jateng tidak merusak ekosistem lingkungan dalam menentukan pertumbuhan sentra-sentra ekonomi.
"Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi beberapa wilayah di Jateng dan berkaitan dengan rencana pembangunan 24 kawasan industri yang membutuhkan lahan minimal 1.200 hektare yang berasal dari lahan pertanian dan kawasan hutan," ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu khawatir jika pencemaran lingkungan akibat industri menyebabkan maraknya protes-protes warga.
Kemudian Perpres 71/2017 Kedungsepur kawasan mangrove Kendal yang sudah dikunci luasannya akan diubah menjadi pabrik baja.
Menurut dia, masalah utama pembangunan suatu kawasan industri ini adalah tingkat alih fungsi lahan dan dampak yang sudah teranalisa ada pada dua sektor infrastruktur yaitu pembangunan jalan tol dan rencana induk pengembangan Industri di Jateng.
Hadi mengungkapkan, untuk pembangunan Jalan Tol saja sebanyak 1.007,87 hektare ekosistem penyedia pangan di Jateng sudah dialihfungsikan.
Data di atas, kata dia, belum termasuk Kawasan Strategis Pengembangan Nasional di Kabupaten Brebes yang akan mengalihfungsikan lahan seluas 5.608 hektare, serta rencana sejumlah investor asal Tiongkok yang akan mengembangkan kawasan industri kerajinan kayu dengan kebutuhan lahan diperkirakan mencapai 2.000 hektare.
Kebutuhan lahan untuk pembangunan kawasan industri semacam ini sebagian besar diambil dari lahan persawahan dan kehutanan.
"Melihat Jateng sebagai lumbung pangan nasional, tentunya ini mengancam ketahanan pangan di Jateng maupun nasional. Belum lagi lahan hutan yang beralih fungsi, tentunya menghilangkan fungsi hutan sebagai paru-paru dunia," katanya.
Baca juga: Pemkot Magelang tingkatkan kesadaran warga melestarikan lingkungan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah mengingatkan pemerintah provinsi setempat untuk tetap memperhatikan kelestarian lingkungan serta tidak merusak ekosistem dalam melakukan pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi.
"Mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi juga harus menjaga keseimbangan ekosistem. Kalau pemerintah tidak hati-hati, ini akan berimplikasi pada maraknya pencemaran lingkungan, turunnya kualitas udara, krisis air bersih, dan beberapa dampak buruk lainnya," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng Hadi Santoso di Semarang, Senin.
Ia menyebutkan Pemprov Jateng sedang mengoptimalkan kemudahan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tujuh persen, serta mendorong pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Rencana Induk Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal-Semarang-Salatiga-Demak-Grobogan, Kawasan Purworejo-Wonosobo-Magelang-Temanggung, dan Kawasan Brebes-Tegal-Pemalang.
Baca juga: PRPP Jateng bakal direvitalisasi berkonsep ramah lingkungan
Terkait dengan hal itu, ia mengimbau Pemprov Jateng tidak merusak ekosistem lingkungan dalam menentukan pertumbuhan sentra-sentra ekonomi.
"Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi beberapa wilayah di Jateng dan berkaitan dengan rencana pembangunan 24 kawasan industri yang membutuhkan lahan minimal 1.200 hektare yang berasal dari lahan pertanian dan kawasan hutan," ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu khawatir jika pencemaran lingkungan akibat industri menyebabkan maraknya protes-protes warga.
Hadi mencontohkan, pencemaran lingkungan yang diduga berasal dari PT RUM Sukoharjo sudah ditangani langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup, tapi sampai saat ini belum tuntas.
Kemudian Perpres 71/2017 Kedungsepur kawasan mangrove Kendal yang sudah dikunci luasannya akan diubah menjadi pabrik baja.
Menurut dia, masalah utama pembangunan suatu kawasan industri ini adalah tingkat alih fungsi lahan dan dampak yang sudah teranalisa ada pada dua sektor infrastruktur yaitu pembangunan jalan tol dan rencana induk pengembangan Industri di Jateng.
Hadi mengungkapkan, untuk pembangunan Jalan Tol saja sebanyak 1.007,87 hektare ekosistem penyedia pangan di Jateng sudah dialihfungsikan.
Data di atas, kata dia, belum termasuk Kawasan Strategis Pengembangan Nasional di Kabupaten Brebes yang akan mengalihfungsikan lahan seluas 5.608 hektare, serta rencana sejumlah investor asal Tiongkok yang akan mengembangkan kawasan industri kerajinan kayu dengan kebutuhan lahan diperkirakan mencapai 2.000 hektare.
Kebutuhan lahan untuk pembangunan kawasan industri semacam ini sebagian besar diambil dari lahan persawahan dan kehutanan.
"Melihat Jateng sebagai lumbung pangan nasional, tentunya ini mengancam ketahanan pangan di Jateng maupun nasional. Belum lagi lahan hutan yang beralih fungsi, tentunya menghilangkan fungsi hutan sebagai paru-paru dunia," katanya.
Baca juga: Pemkot Magelang tingkatkan kesadaran warga melestarikan lingkungan