Kudus (ANTARA) - DPRD Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah tempat usaha yang diduga belum mengantongi izin, sekaligus untuk mengecek kekurangan terkait dengan pemberlakuan online dan penerapannya dalam OSS (Online Single Submission) oleh Pemerintah Pusat, Senin.

Tempat usaha yang menjadi sasaran sidak pertama, yakni minimarket di Jalan Besito, kemudian dilanjutkan ke tempat usaha pijat di Jalan Pangeran Puger Kudus, De Wave.

Baca juga: Tim gabungan razia miras dan pasangan mesum di Kudus

Menurut Ketua Komisi B DPRD Kudus Ali Muklisin di Kudus, Senin, pihaknya memang menerima keluhan masyarakat terkait keberadaan minimarket baru.

"Kami mencatat ada empat minimarket yang berdasarkan laporan masyarakat masih dipertanyakan izinnya," ujarnya.

Minimarket tersebut, kata dia, sejak Oktober 2019 belum ada namanya, namun setelah dicek ternyata izinnya belum keluar sehingga belum ada namanya.

Informasinya, kata dia, tempat usaha tersebut ada kerja sama dengan badan usaha berbentuk CV, meskipun di lapangan namanya Alfamart.

Baca juga: Ciptakan kenyamanan, Satpol PP Kudus razia pengamen dan pengemis

Langkah Komisi B DPRD Kudus, kata dia, akan segera mengundang pengusaha untuk mengetahui soal perizinannya, lewat mana dalam pengurusannya.

"Intinya, kami hendak mengklarifikasi terkait hal itu. Dinas terkait juga siap memfasilitasi dalam pengurusan izinnya. Jika tidak ada izinnya tentu bisa ditutup," ujarnya.

Rombongan anggota Komisi B DPRD Kudus yang datang ke panti pijat yang informasi dari pegawainya khusus perempuan itu, tidak bisa menemui penanggung jawab yang hendak dimintai keterangan soal izin usahanya.

Baca juga: 10 pasangan terjaring razia di hotel Kudus

Di tempat usaha jasa pijat tersebut, terdapat dokumen tanda daftar usaha pariwisata yang tertera untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) berupa aktivitas panti pijat serta nomor induk berusaha dengan keterangan KBLI salon kecantikan dan panti pijat yang dikeluarkan pada tanggal 2 Desember 2019.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kudus Revlisianto Subekti mengungkapkan bahwa sejak diberlakukannya OSS, instansinya tidak lagi bisa mengetahui secara detail sejumlah tempat usaha yang mengajukan perizinan.

Berbeda ketika tempat usaha yang mengurus perizinan dengan nilai investasi kurang dari Rp500 juta, maka ada kewajiban mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin lingkungan yang sifatnya polutan.

"Begitu daftar, mereka langsung efektif beroperasi," ujarnya.

Terkait dengan toko modern, kata dia, seharusnya memang ada rekomendasi dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis, setelah mendapatkan persetujuan dan diunggah lewat perizinan daring baru bisa diberikan rekomendasi.

Upaya monitoring sejumlah tempat usaha yang sudah mengantongi nomor induk berusaha (NIB) di Kudus, kata dia, sudah dilakukan, namun dengan keterbatasan personel sepekan hanya dua hingga tiga tempat usaha dari total 2.600 NIB.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024