Pemalang, Jateng (ANTARA) - Aksi bersih-bersih di Pantai Dusun Pejarakan, Desa Danasari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, yang dilakukan nelayan rajungan setempat berhasil mengangkat lebih kurang 3 ton sampah dari Laut Jawa.
Kegiatan bertajuk "Coastal Cleanup" yang melibatkan 152 nelayan itu digagas bersama Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang, dan PT Blue Star Anugrah (BSA) -- pabrik pengolahan rajungan -- di Pemalang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) itu dihadiri Kepala Desa Danasari Maknun, perwakilan importir dari Amerika Serikat, yakni Country Manager Blue Star Foods Corp, AS Bambang Arif Nugraha dan Edwing Fuentes, serta Direktur Eksekutif APRI Dr Hawis Madduppa.
"Aksi kolaborasi semacam ini adalah wujud dari partisipasi publik dalam turut serta menjaga dan menyelamatkan lingkungan, khususnya dari pencemaran sampah plastik di laut, kami sangat mengapresiasi," kata Kepala Seksi Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pemalang, Agus Harto Wibowo di sela-sela aksi.
Baca juga: Satlinmas Jateng siap bentuk satgas sampah di setiap desa
Ia menjelaskan, minus sampah dari kawasan pesisir dan laut, DLH yang juga menangani sampah dari bahan berbahaya dan beracun (B3) memiliki data bahwa di Kabupaten Pemalang dengan jumlah penduduk 1,4 juta jiwa, setiap orang menghasilkan 0,4 kg sampah plastik per hari.
Untuk angka nasional, kata dia, setiap tahun per jiwa menghasilkan 700 kg sampah plastik setiap tahun.
"Jadi, sekali lagi kami apresiasi ada kepedulian melalui kegiatan aksi bersih-bersih pantai ini, termasuk dukungan perusahaan seperti BSA, dan juga para pihak seperti APRI yang melibatkan nelayan di Pantai Dusun Pejarakaan ini," katanya.
Agus Harto Wibowo yang mewakili Kepala DLH Kabupaten Pemalang berharap ratusan perusahaan di daerah itu juga memiliki sumbangsih bagi kelestarian lingkungan sesuai bidangnya masing-masing.
Nelayan rajungan di Dusun Pejarakan, Desa Danasari, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2019) mengikuti aksi bersih-bersih pantai bertajuk "Coastal Cleanup" kolaborasi bersama Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang, PT (BSA, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pemalang di Pantai Pejarakan, Laut Jawa. (FOTO ANTARA/Andi J/HO-APRI-PT BSA)
Sementara itu, Kabid Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang RR Ida Komaria S menyatakan bahwa persoalan pencemaran pesisir dan laut telah menimbulkan berbagai persoalan yang kompleks.
"Dan itu mengancam keanekaragaman kehidupan laut, sekaligus berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya nelayan," katanya mewakili Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang, Suharto.
Disebutkan bahwa sumber pencemaran pesisir dan laut tidak saja bersumber dari daratan, namun juga terdapat sumber dari lautan.
Ia mengemukakan bahwa sampah plastik di lautan misalnya, sekitar 20 persen berasal dari sektor pelayaran dan perikanan. "Namun, 80 persen berasal dari daratan," tambahnya.
Menurut dia, Desa Pejarakan -- yang merupakan salah satu sentra nelayan rajungan yang produksinya rata-rata mencapai 100 ton per bulan -- kondisi sanitasi lingkungannya belum tertata, terutama untuk drainase sampah dan sarana MCK (mandi cuci kakus).
"Padahal pengelolaan hasil perikanan yang sehat juga memerlukan kondisi lingkungan yang mendukung terbentuknya proses produksi bersih, sesuai dengan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Perserikatan Bangsa Bangsa," kata RR Ida Komaria S.
Direktur Eksekutif APRI Hawis Madduppa -- yang juga pakar kelautan dan perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) -- dalam kesempatan itu memberikan pemahaman kepada nelayan agar tidak menangkap rajungan dengan ukuran yang dilarang pemerintah, yakni minimal 10 cm sesuai Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 56/2016 tentang larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster, kepiting dan rajungan.
"Jika rajungan yang ditangkap kurang dari 10 cm, apalagi yang sedang bertelur, lepaskan lagi ke laut. Itu adalah bagaimana menjaga kelestarian lingkungan untuk kesinambungan pendapatan nelayan sendiri," katanya.
Sedangkan Direktur PT BSA Pemalang, Arie Prabawa menyatakan aksi bersih-bersih pantai yang digagas pihaknya itu adalah bagian dari kesadaran rantai pasok dari nelayan rajungan, "mini plant" (tempat pengupasan rajungan), tempat perebusan (cooking station) agar terjaga keseimbangan antara konservasi dan bisnis yang berkelanjutan.
"Kami turut berkontribusi agar pelestarian lingkungan di Desa Pejarakan ini selaras dengan spirit keberlangsungan bisnis rajungan ini," katanya.
Sementara, Bambang Arif Nugraha dari Blue Star Foods Corp, AS menyatakan perusahaan itu sejak didirikan telah berkomitmen menyelaraskan prinsip "triple bottom line" yakni tiga kriteria suksesnya usaha itu dilihat dari ekonomi, lingkungan dan sosial.
Usai aksi bersih-bersih pantai, dilakukan diskusi dan dialog secara "lesehan" di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) khusus rajungan di Dusun Pejarakan, Desa Danasarai, Kecamatan Pemalang.
Baca juga: Kongres Sampah merekomendasikan pembentukan satgas sampah di desa
Baca juga: Ganjar optimistis PLTSa selesaikan masalah sampah
Kegiatan bertajuk "Coastal Cleanup" yang melibatkan 152 nelayan itu digagas bersama Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang, dan PT Blue Star Anugrah (BSA) -- pabrik pengolahan rajungan -- di Pemalang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) itu dihadiri Kepala Desa Danasari Maknun, perwakilan importir dari Amerika Serikat, yakni Country Manager Blue Star Foods Corp, AS Bambang Arif Nugraha dan Edwing Fuentes, serta Direktur Eksekutif APRI Dr Hawis Madduppa.
"Aksi kolaborasi semacam ini adalah wujud dari partisipasi publik dalam turut serta menjaga dan menyelamatkan lingkungan, khususnya dari pencemaran sampah plastik di laut, kami sangat mengapresiasi," kata Kepala Seksi Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pemalang, Agus Harto Wibowo di sela-sela aksi.
Baca juga: Satlinmas Jateng siap bentuk satgas sampah di setiap desa
Ia menjelaskan, minus sampah dari kawasan pesisir dan laut, DLH yang juga menangani sampah dari bahan berbahaya dan beracun (B3) memiliki data bahwa di Kabupaten Pemalang dengan jumlah penduduk 1,4 juta jiwa, setiap orang menghasilkan 0,4 kg sampah plastik per hari.
Untuk angka nasional, kata dia, setiap tahun per jiwa menghasilkan 700 kg sampah plastik setiap tahun.
"Jadi, sekali lagi kami apresiasi ada kepedulian melalui kegiatan aksi bersih-bersih pantai ini, termasuk dukungan perusahaan seperti BSA, dan juga para pihak seperti APRI yang melibatkan nelayan di Pantai Dusun Pejarakaan ini," katanya.
Agus Harto Wibowo yang mewakili Kepala DLH Kabupaten Pemalang berharap ratusan perusahaan di daerah itu juga memiliki sumbangsih bagi kelestarian lingkungan sesuai bidangnya masing-masing.
Sementara itu, Kabid Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang RR Ida Komaria S menyatakan bahwa persoalan pencemaran pesisir dan laut telah menimbulkan berbagai persoalan yang kompleks.
"Dan itu mengancam keanekaragaman kehidupan laut, sekaligus berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya nelayan," katanya mewakili Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pemalang, Suharto.
Disebutkan bahwa sumber pencemaran pesisir dan laut tidak saja bersumber dari daratan, namun juga terdapat sumber dari lautan.
Ia mengemukakan bahwa sampah plastik di lautan misalnya, sekitar 20 persen berasal dari sektor pelayaran dan perikanan. "Namun, 80 persen berasal dari daratan," tambahnya.
Menurut dia, Desa Pejarakan -- yang merupakan salah satu sentra nelayan rajungan yang produksinya rata-rata mencapai 100 ton per bulan -- kondisi sanitasi lingkungannya belum tertata, terutama untuk drainase sampah dan sarana MCK (mandi cuci kakus).
"Padahal pengelolaan hasil perikanan yang sehat juga memerlukan kondisi lingkungan yang mendukung terbentuknya proses produksi bersih, sesuai dengan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Perserikatan Bangsa Bangsa," kata RR Ida Komaria S.
Direktur Eksekutif APRI Hawis Madduppa -- yang juga pakar kelautan dan perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) -- dalam kesempatan itu memberikan pemahaman kepada nelayan agar tidak menangkap rajungan dengan ukuran yang dilarang pemerintah, yakni minimal 10 cm sesuai Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 56/2016 tentang larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster, kepiting dan rajungan.
"Jika rajungan yang ditangkap kurang dari 10 cm, apalagi yang sedang bertelur, lepaskan lagi ke laut. Itu adalah bagaimana menjaga kelestarian lingkungan untuk kesinambungan pendapatan nelayan sendiri," katanya.
Sedangkan Direktur PT BSA Pemalang, Arie Prabawa menyatakan aksi bersih-bersih pantai yang digagas pihaknya itu adalah bagian dari kesadaran rantai pasok dari nelayan rajungan, "mini plant" (tempat pengupasan rajungan), tempat perebusan (cooking station) agar terjaga keseimbangan antara konservasi dan bisnis yang berkelanjutan.
"Kami turut berkontribusi agar pelestarian lingkungan di Desa Pejarakan ini selaras dengan spirit keberlangsungan bisnis rajungan ini," katanya.
Sementara, Bambang Arif Nugraha dari Blue Star Foods Corp, AS menyatakan perusahaan itu sejak didirikan telah berkomitmen menyelaraskan prinsip "triple bottom line" yakni tiga kriteria suksesnya usaha itu dilihat dari ekonomi, lingkungan dan sosial.
Usai aksi bersih-bersih pantai, dilakukan diskusi dan dialog secara "lesehan" di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) khusus rajungan di Dusun Pejarakan, Desa Danasarai, Kecamatan Pemalang.
Baca juga: Kongres Sampah merekomendasikan pembentukan satgas sampah di desa
Baca juga: Ganjar optimistis PLTSa selesaikan masalah sampah