Purwokerto (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menentukan sosok-sosok yang akan dijadikan sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju, kata Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho.

"Saya kira pesan Pak Jokowi bagus ya, yang pertama itu jangan korupsi. Ini suatu sinyal kita ke depan memperkuat suatu pemimpin yang betul-betul tidak melakukan tindak pidana korupsi. Dari berbagai aspek, saya kira itu sudah diperhitungkan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu petang.

Dalam hal ini, dia mencontohkan Mahfud MD yang dijadikan sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan merupakan sosok yang memahami sekali tugas yang harus diembannya.

Selain itu, Mahfud Md. juga memiliki komunikasi yang bagus, baik dengan tokoh, mahasiswa, maupun perguruan tinggi sehingga bisa mendorong permasalahan-permasalahan hukum ke depan.

"Karena apa? Karena Pak Mahfud kemarin kan di belakang layar, di luar sistem, pemikiran-pemikiran (waktu) itu kita tagih untuk diimplementasikan di dalam pemerintahan Jokowi ke depan," tuturnya.

Baca juga: Ini nama-nama menteri Kabinet Indonesia Maju


Sementara itu, di bidang keagamaan, Hibnu mengapresiasi Jokowi yang menunjuk Jenderal TNI Purnawirawan Fachrul Razi sebagai Menteri Agama.

"Biasanya Kementerian Agama diisi sosok dari partai. Beberapa kali dari partai, kena kasus hukum. Nah, ini dari militer, mudah-mudahan ke depan Kementerian Agama menjadi lebih baik," ujarnya berharap.

Kendati demikian, dia menduga ada misi-misi khusus dengan menempatkan militer di Kementerian Agama, yakni dalam upaya menangkal radikalisme.

Disinggung mengenai posisi Menteri Hukum dan HAM yang kembali dipercayakan kepada Yasonna Laoly, dia mengaku melihatnya sebagai pekerjaan rumah (PR) yang belum selesai.

"Pak Jokowi akan melihat kalau menteri (Menteri Hukum dan HAM, red.) baru, nanti dari nol lagi. Kalau sekarang Pak Yasonna bisa ada rapornya, ada evaluasi diri, misalkan lapas belum selesai, UU KPK masih masalah, UU KUHP demikian juga belum selesai, ini PR-PR yang dapat dikatakan Pak Jokowi itu 'menagih' untuk diselesaikan," tuturnya.

Terkait dengan sosok Jaksa Agung yang dijabat oleh Burhanudin, dia mengatakan hal itu bagus karena yang bersangkutan merupakan orang dalam atau berlatar belakang dari Kejaksaan Agung.

Menurut dia, tantangan bagi Jaksa Agung saat sekarang adalah bagaimana mengimplementasi kasus pidana mati yang masih terbengkalai yang mencapai ratusan se-Indonesia.

Baca juga: PSI: Pendiri Gojek jadi Menteri Pendidikan mengejutkan

"Ini harus diselesaikan karena hukum itu harus ada penyelesaian. Apa skala prioritasnya pada Jaksa Agung," imbuhnya.

Selain masalah pidana mati yang belum terselesaikan, kata dia, tantangan Jaksa Agung ke depan juga berkaitan dengan penyelesaian kasus-kasus korupsi ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) suatu saat berperan dalam pencegahan saja.

"Jaksa Agung nantinya akan menjadi panglima pemberantasan korupsi, arahnya kan ke sana," ucapnya.

Dengan mantan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri, dia mengatakan hal itu akan mempengaruhi peningkatan kapasitas aparat pengawasan internal pemerintahan (APIP) sehingga pejabat-pejabat Kemendagri tidak lagi takut jika sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan sebagainya karena adanya koordinasi yang baik.

Dengan demikian, kata dia, pembangunan di daerah pun akan berjalan dengan baik karena saling berkoordinasi.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024