Cilacap (ANTARA) - Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPC HNSI) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, akan mengusulkan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang Gelar Budaya atau Prosesi Sedekah Laut, kata Ketua DPC HNSI Kabupaten Cilacap Sarjono.

"Harapan kami, Gelar Budaya Sedekah Laut ini supaya dilestarikan, dibudayakan, jangan sampai dihilangkan. Bila perlu dimasukkan ke dalam perda," kata Sarjono di sela Gelar Budaya Sedekah Laut di Cilacap, Jumat.

Ia mengatakan jika tidak dibuatkan perda, nanti akan selalu ada orang-orang yang ingin menghilangkan gelar budaya tersebut.

Padahal, kata dia, gelar budaya itu sudah ratusan tahun digelar oleh nelayan Cilacap setiap Jumat Kliwon pada bulan Sura (Muharam) atau sejak zaman pemerintahan Adipati Cakrawerdaya III pada tahun 1817.

Baca juga: Wujud syukur, Pemkab Cilacap dan HNSI gelar sedekah laut

Lebih lanjut, Sarjono mengatakan pembuatan Perda tentang Sedekah Laut itu diusulkan sebagai upaya pelestarian budaya.

"Sering disampaikan di dunia pendidikan bahwa nenek moyang kita itu adalah seorang pelaut," kata dia menambahkan.

Dengan adanya perda, kata dia, akan ada kepastian bahwa pada bulan Sura digelar sedekah laut khususnya untuk nelayan.

"Apalagi secara geografis, Kabupaten Cilacap memiliki garis pantai yang cukup panjang," katanya.

Baca juga: Hadiri sedekah laut, Menteri Susi minta nelayan jaga sumber daya alam (VIDEO)

Selain itu, kata dia, gelar budaya sedekah laut yang rutin digelar setiap tahun diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan nusantara karena selama ini masih didominasi wisatawan lokal.

Dengan demikian, lanjut dia, wisatawan bisa memahami makna dari gelar budaya sedekah laut.

"Bahkan, bisa meningkatkan perekonomian terutama masyarakat Kabupaten Cilacap secara umum, mulai dari bakul dan sebagainya, Alhamdulillah tadi saya lihat juga sangat ramai, untuk perekonomian sangat membantu sekali," katanya.

Kegiatan sedekah laut merupakan tradisi tahunan yang sudah berlangsung sejak zaman pemerintahan Adipati Cakrawerdaya III pada 1817.

Namun, tradisi tersebut sempat terhenti dan dihidupkan kembali semasa Bupati Poedjono Pranjoto pada 1982 hingga sekarang.

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024