Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan kesuksesan pelaksanaan Undang-undang Pesantren yang baru disahkan sangat bergantung pada kinerja Kementerian Agama.
"Banyak sekali pasal-pasal yang terkait dengan pesantren ditetapkan langsung dengan Peraturan Menteri Agama (PMA). Jadi keterlaksanaan UU Pesantren sangat tergantung kepada kinerja Kemenag," kata Mu'ti kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kemenhub bantu bus sekolah di lima pondok pesantren
Dia mengingatkan pentingnya komitmen dan konsistensi dari sejumlah pemangku kepentingan, terutama Menteri Agama, terhadap penerapan UU Pesantren.
UU Pesantren sebelum disahkan mendapatkan masukan agar ada perbaikan dengan mengakomodasi usulan sejumlah ormas Islam, salah satunya Muhammadiyah.
"Setelah berkomunikasi dengan anggota Komisi VIII, pimpinan partai politik dan Sekum PBNU, diambil langkah 'win-win solution' untuk kemaslahatan umat dan bangsa," kata Mu'ti merujuk dinamika revisi RUU Pesantren baru-baru ini.
Dia mengatakan sebagian pasal inti yang diajukan Muhammadiyah untuk direvisi adalah terkait sistem pesantren yang lebih inklusif meliputi sistem yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
"Dengan tambahan ini, pesantren yang dikembangkan ormas Islam termasuk Muhammadiyah dapat terwadahi," kata dia.
Baca juga: Pesantren di Jateng digagas dapat bantuan dana bergulir
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa mengesahkan Rancangan UU tentang Pesantren menjadi undang-undang. Proses persetujuan diambil melalui Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II terhadap RUU tentang Pesantren.
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong dalam sidang paripurna menyebut RUU tentang Pesantren resmi disahkan menjadi undang-undang setelah melewati proses pembahasan yang panjang antara Komisi VIII DPR dan pemerintah.
Sebelumnya, sejumlah ormas Islam mengusulkan agar ada perbaikan RUU Pesantren karena pesantren yang mereka kelola tidak ternaungi regulasi yang sedang dalam proses pengesahan.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan RUU tentang Pesantren diinisiasi karena ada kebutuhan mendesak atas pengakuan negara bagi independensi penyelenggaraan pesantren berdasarkan kekhasannya dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Regulasi tentang pesantren, kata dia, juga menjadi landasan hukum untuk memberikan persetujuan dan fasilitas bagi pengembangan pesantren.
Lukman mengatakan substansi dalam RUU tentang Pesantren sangat terbuka dengan perkembangan kelembagaan yang ada serta mengakomodir varian pesantren sesuai perkembangan zaman.
Substansi dalam RUU Pesantren, kata dia, juga memberikan pengakuan atas pemenuhan unsur pesantren (arkaanul ma'had) dan ruh pesantren (ruuhul ma'had) sebagai syarat pendirian untuk menjaga kekhasan pesantren.
"Banyak sekali pasal-pasal yang terkait dengan pesantren ditetapkan langsung dengan Peraturan Menteri Agama (PMA). Jadi keterlaksanaan UU Pesantren sangat tergantung kepada kinerja Kemenag," kata Mu'ti kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kemenhub bantu bus sekolah di lima pondok pesantren
Dia mengingatkan pentingnya komitmen dan konsistensi dari sejumlah pemangku kepentingan, terutama Menteri Agama, terhadap penerapan UU Pesantren.
UU Pesantren sebelum disahkan mendapatkan masukan agar ada perbaikan dengan mengakomodasi usulan sejumlah ormas Islam, salah satunya Muhammadiyah.
"Setelah berkomunikasi dengan anggota Komisi VIII, pimpinan partai politik dan Sekum PBNU, diambil langkah 'win-win solution' untuk kemaslahatan umat dan bangsa," kata Mu'ti merujuk dinamika revisi RUU Pesantren baru-baru ini.
Dia mengatakan sebagian pasal inti yang diajukan Muhammadiyah untuk direvisi adalah terkait sistem pesantren yang lebih inklusif meliputi sistem yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
"Dengan tambahan ini, pesantren yang dikembangkan ormas Islam termasuk Muhammadiyah dapat terwadahi," kata dia.
Baca juga: Pesantren di Jateng digagas dapat bantuan dana bergulir
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa mengesahkan Rancangan UU tentang Pesantren menjadi undang-undang. Proses persetujuan diambil melalui Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II terhadap RUU tentang Pesantren.
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong dalam sidang paripurna menyebut RUU tentang Pesantren resmi disahkan menjadi undang-undang setelah melewati proses pembahasan yang panjang antara Komisi VIII DPR dan pemerintah.
Sebelumnya, sejumlah ormas Islam mengusulkan agar ada perbaikan RUU Pesantren karena pesantren yang mereka kelola tidak ternaungi regulasi yang sedang dalam proses pengesahan.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan RUU tentang Pesantren diinisiasi karena ada kebutuhan mendesak atas pengakuan negara bagi independensi penyelenggaraan pesantren berdasarkan kekhasannya dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Regulasi tentang pesantren, kata dia, juga menjadi landasan hukum untuk memberikan persetujuan dan fasilitas bagi pengembangan pesantren.
Lukman mengatakan substansi dalam RUU tentang Pesantren sangat terbuka dengan perkembangan kelembagaan yang ada serta mengakomodir varian pesantren sesuai perkembangan zaman.
Substansi dalam RUU Pesantren, kata dia, juga memberikan pengakuan atas pemenuhan unsur pesantren (arkaanul ma'had) dan ruh pesantren (ruuhul ma'had) sebagai syarat pendirian untuk menjaga kekhasan pesantren.