Kab. Pekalongan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pekalongan terus mempertahankan acara Goro Suro pada peringatan Hari Jadi ke-397 Pemkab Pekalongan, sebagai salah satu upaya untuk menjaga atau menguri-nguri budaya Jawa.
"Ini bagian dari upaya nguri-nguri budaya Jawa, meskipun ada beberapa kekurangan," kata Bupati Pekalongan Asip Kholbihi saat acara Goro Suro Tahun Baru 1953 Jawa digelar di Desa Legokkalong Kecamatan Karanganyar, Minggu (1/9) malam yang menjadi bagian dari peringatan Hari Jadi Pemkab Pekalongan yang mengusung tema Wahyu Temurun.
Asip menyampaikan rasa terima kasih kepada para penganut kepribaden dalam mempertahankan budaya Jawa agar tetap eksis dengan melibatkan mereka dalam kegiatan doa bersama antarumat beragama pada Peringatan Hari Jadi ke-397 Kabupaten Pekalongan.
Baca juga: Pekan Raya Kajen ditargetkan bukukan transaksi Rp20 miliar
Menurut Bupati berkebudayaan penting dalam rangka mengasah nurani pikiran, agar tidak menjadi orang yang suka menang sendiri.
"Dalam falsafah Jawa dikenal dengan karakter adigang, adigung, adiguno. Padahal jika kita mampu mengalahkan sifat adigang, adigung, adiguno akan timbul sifat lemah lembut, sopan, ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake," katanya.
Asip menambahkan bahwa dengan "menguri-nguri" budaya, maka dapat megembalikan entitas sebagai orang Jawa.
"Ada sebuah tulisan, disebutkan bahwa Jawa sebagai pulau terindah di dunia, sehingga banyak yang mengunakan Java sebagai nama Jalan. Contoh di Negara Israel, Prancis, Rusia, Amerika disana ditemukan Jalan Java. Mereka mengapresiasikan dalam bentuk jalan dikarenakan, kita dikenal sebagai ras yang 'entengan' atau rajin. Ini karunia Allah SWT yang luar biasa bagi kita," katanya.
Oleh karena itu, kata Bupati, dalam rangka penghormatan tahun baru Jawa ini seluruh elemen masyarakat diajak "menguri-uri" budaya.
"Sebagai ikhtiarnya setiap hari Kamis pada kegiatan pemerintahan, kita mengunakan bahasa Jawa dalam upacara maupun kegiatan pemerintahan lainnya. Dan ini menjadi role model agar budaya tetap eksis ditengah gempuran arus globalisasi yang dapat menghilangkan jati diri," kata Bupati.
Baca juga: Asip Kholbihi terima penghargaan Lencana Melati
Ia berharap kegiatan Goro Suro terus dilakukan turun-temurun sebagai ikhtiar dalam menjaga tradisi budaya Jawa.
"Ini sebagai pengingat bahwa orang tua kita dahulu memiliki penanggalan Jawa atau pranatan yang pantas disandingkan dengan penanggalan lainnya," tutupnya.
Baca juga: Bupati ajak masyarakat jaga akulturasi budaya di Pekalongan
"Ini bagian dari upaya nguri-nguri budaya Jawa, meskipun ada beberapa kekurangan," kata Bupati Pekalongan Asip Kholbihi saat acara Goro Suro Tahun Baru 1953 Jawa digelar di Desa Legokkalong Kecamatan Karanganyar, Minggu (1/9) malam yang menjadi bagian dari peringatan Hari Jadi Pemkab Pekalongan yang mengusung tema Wahyu Temurun.
Asip menyampaikan rasa terima kasih kepada para penganut kepribaden dalam mempertahankan budaya Jawa agar tetap eksis dengan melibatkan mereka dalam kegiatan doa bersama antarumat beragama pada Peringatan Hari Jadi ke-397 Kabupaten Pekalongan.
Baca juga: Pekan Raya Kajen ditargetkan bukukan transaksi Rp20 miliar
Menurut Bupati berkebudayaan penting dalam rangka mengasah nurani pikiran, agar tidak menjadi orang yang suka menang sendiri.
"Dalam falsafah Jawa dikenal dengan karakter adigang, adigung, adiguno. Padahal jika kita mampu mengalahkan sifat adigang, adigung, adiguno akan timbul sifat lemah lembut, sopan, ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake," katanya.
Asip menambahkan bahwa dengan "menguri-nguri" budaya, maka dapat megembalikan entitas sebagai orang Jawa.
"Ada sebuah tulisan, disebutkan bahwa Jawa sebagai pulau terindah di dunia, sehingga banyak yang mengunakan Java sebagai nama Jalan. Contoh di Negara Israel, Prancis, Rusia, Amerika disana ditemukan Jalan Java. Mereka mengapresiasikan dalam bentuk jalan dikarenakan, kita dikenal sebagai ras yang 'entengan' atau rajin. Ini karunia Allah SWT yang luar biasa bagi kita," katanya.
Oleh karena itu, kata Bupati, dalam rangka penghormatan tahun baru Jawa ini seluruh elemen masyarakat diajak "menguri-uri" budaya.
"Sebagai ikhtiarnya setiap hari Kamis pada kegiatan pemerintahan, kita mengunakan bahasa Jawa dalam upacara maupun kegiatan pemerintahan lainnya. Dan ini menjadi role model agar budaya tetap eksis ditengah gempuran arus globalisasi yang dapat menghilangkan jati diri," kata Bupati.
Baca juga: Asip Kholbihi terima penghargaan Lencana Melati
Ia berharap kegiatan Goro Suro terus dilakukan turun-temurun sebagai ikhtiar dalam menjaga tradisi budaya Jawa.
"Ini sebagai pengingat bahwa orang tua kita dahulu memiliki penanggalan Jawa atau pranatan yang pantas disandingkan dengan penanggalan lainnya," tutupnya.
Baca juga: Bupati ajak masyarakat jaga akulturasi budaya di Pekalongan