Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi bersama Ketua Forum Kota Sehat Krisseptiana berupaya mendorong kotanya meraih predikat Kota Sehat Swasti Saba Wistara dengan sejumlah inovasi di sektor kesehatan.
Inovasi tersebut di antaranya jaminan kesehatan masyarakat atau Universal Health Coverage (UHC), Si Cepat Ambulans Hebat, Konsultasi Dokter (Konter), Puskesmas Tanpa Antrian Kota Semarang (Pustaka), layanan darurat 112, serta terbentuknya Forum Kota Sehat.
Saat menerima tim verifikasi penilaian Kota Sehat di Gedung Moch Ichsan Balaikota Semarang, Rabu, Hendi, sapaan akrab Wali Kota Semarang, bersyukur bahwa Kota Semarang telah lolos verifikasi dokumen dalam penilaian Kota Sehat dan masuk ke tahap verifikasi lapangan.
Hendi menegaskan bahwa tujuan Kota Semarang menjadi Kota Sehat adalah mutlak, karena memberikan output berupa kesehatan masyarakat yang semakin baik dan meningkat.
“Dengan dibentuknya Forum Kota Sehat dan alokasi APBD sebesar Rp50 juta di setiap kelurahan, dimaksudkan untuk menampung masukan guna penyusunan kebijakan selanjutnya agar kota Semarang menjadi bersih dan sehat,” tuturnya.
Konsep Bergerak Bersama yang diusungnya selama ini, tambah Hendi, memberikan dampak positif terhadap pembangunan Kota seperti perubahan lingkungan kelurahan yang semula kumuh kini menjadi cantik melalui Kampung Tematik, perubahan sejumlah RTH seperti Taman Pandanaran, serta pembangunan Pasar Johar, dan alun-alun yang secara otomatis mampu merubah wajah kota secara signifikan.
Ketua Forum Kota Sehat Tia Hendrar Prihadi menambahkan bahwa Forum Kota Sehat telah dilaunching tahun 2014 guna menunjang rencana pembangunan daerah 2016 s.d. 2021 dengan mengusung Semarang Sehat, Cerdas, Tangguh, dan berdaya saing.
Setelah memperoleh predikat Padapa pada tahun 2015 dan Wiwerda pada tahun 2017, saat ini Kota Semarang masuk ke tahap verifikasi untuk Swasti Saba Wistara 2019.
Kota Semarang telah dinyatakan lolos masuk ke dalam 7 kriteria tatanan, yaitu kawasan pemukiman, sarana dan prasarana umum, sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi, kawasan pertambangan sehat, kawasan pariwisata sehat, kawasan pangan dan gizi, kehidupan masyarakat yang sehat dan mandiri, serta kehidupan sosial yang sehat.
Selain itu, indikator penilaian yang lain, di antaranya tercapainya Semarang ODF pada tahun 2018, menurunnya angka penderita Demam Berdarah serta angka kematian ibu dan bayi, yang salah satunya karena adanya program Si Centik atau Siswa Cari Jentik dengan bekerja sama dengan sekolah-sekolah.
Selain itu, tiap kelurahan juga telah digerakkan PHBS atau Pola Hidup Bersih dan Sehat, senam mandiri, pilah sampah, penghijauan, biopori, dan pembuatan ecobrik, pembentukan pariwisata sehat melalui desa wisata, dan pelaksanaan urban farming.
Dalam implementasinya, kata bersinergi Tia, dengan berbagai elemen masyarakat, seperti PKK, FKS, akademisi, dan lembaga lain dengan melakukan pendampingan wilayah guna menurunkan angka kejadian demam berdarah yang menjadi persoalan di Kota Semarang. Menurunnya angka kasus DB sebesar 50 persen merupakan dukungan masyarakat terhadap program pemerintah. Kami juga melakukan sosialisasi melalui berbagai media, antarforum di kelurahan agar program dan inovasi kami terpublikasi dengan baik.
Ketua Tim Penilai Imran Agus Nurali yang juga selaku Direktur Kesehatan Lingkungan, Kemenkes RI menambahkan bahwa penilaian tersebut bukan sebagai kompetisi antarkabupaten/kota melainkan kompetisi bagi kabupaten/kota terkait bagaimana sebuah kota memperbaiki diri di bidang kesehatan dari 2 tahun yang lalu, sehingga dampaknya dapat menjadikan masyarakat yang hidup di kotanya menjadi lebih sehat, nyaman, dan mandiri.
“Saya mengapresiasi apa yang telah dilakukan Kota Semarang yang telah menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta angka penderita Demam berdarah melalui keterlibatan semua unsur lintas sektor seperti menggerakkan masyarakat melalui PKK dan kegiatan di masyarakat yang difasilitasi oleh OPD, sehingga terjadi titik temu antara bottom up di masyarakat dan top down di pemerintah daerah,” katanya.
Inovasi tersebut di antaranya jaminan kesehatan masyarakat atau Universal Health Coverage (UHC), Si Cepat Ambulans Hebat, Konsultasi Dokter (Konter), Puskesmas Tanpa Antrian Kota Semarang (Pustaka), layanan darurat 112, serta terbentuknya Forum Kota Sehat.
Saat menerima tim verifikasi penilaian Kota Sehat di Gedung Moch Ichsan Balaikota Semarang, Rabu, Hendi, sapaan akrab Wali Kota Semarang, bersyukur bahwa Kota Semarang telah lolos verifikasi dokumen dalam penilaian Kota Sehat dan masuk ke tahap verifikasi lapangan.
Hendi menegaskan bahwa tujuan Kota Semarang menjadi Kota Sehat adalah mutlak, karena memberikan output berupa kesehatan masyarakat yang semakin baik dan meningkat.
“Dengan dibentuknya Forum Kota Sehat dan alokasi APBD sebesar Rp50 juta di setiap kelurahan, dimaksudkan untuk menampung masukan guna penyusunan kebijakan selanjutnya agar kota Semarang menjadi bersih dan sehat,” tuturnya.
Konsep Bergerak Bersama yang diusungnya selama ini, tambah Hendi, memberikan dampak positif terhadap pembangunan Kota seperti perubahan lingkungan kelurahan yang semula kumuh kini menjadi cantik melalui Kampung Tematik, perubahan sejumlah RTH seperti Taman Pandanaran, serta pembangunan Pasar Johar, dan alun-alun yang secara otomatis mampu merubah wajah kota secara signifikan.
Ketua Forum Kota Sehat Tia Hendrar Prihadi menambahkan bahwa Forum Kota Sehat telah dilaunching tahun 2014 guna menunjang rencana pembangunan daerah 2016 s.d. 2021 dengan mengusung Semarang Sehat, Cerdas, Tangguh, dan berdaya saing.
Setelah memperoleh predikat Padapa pada tahun 2015 dan Wiwerda pada tahun 2017, saat ini Kota Semarang masuk ke tahap verifikasi untuk Swasti Saba Wistara 2019.
Kota Semarang telah dinyatakan lolos masuk ke dalam 7 kriteria tatanan, yaitu kawasan pemukiman, sarana dan prasarana umum, sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi, kawasan pertambangan sehat, kawasan pariwisata sehat, kawasan pangan dan gizi, kehidupan masyarakat yang sehat dan mandiri, serta kehidupan sosial yang sehat.
Selain itu, indikator penilaian yang lain, di antaranya tercapainya Semarang ODF pada tahun 2018, menurunnya angka penderita Demam Berdarah serta angka kematian ibu dan bayi, yang salah satunya karena adanya program Si Centik atau Siswa Cari Jentik dengan bekerja sama dengan sekolah-sekolah.
Selain itu, tiap kelurahan juga telah digerakkan PHBS atau Pola Hidup Bersih dan Sehat, senam mandiri, pilah sampah, penghijauan, biopori, dan pembuatan ecobrik, pembentukan pariwisata sehat melalui desa wisata, dan pelaksanaan urban farming.
Dalam implementasinya, kata bersinergi Tia, dengan berbagai elemen masyarakat, seperti PKK, FKS, akademisi, dan lembaga lain dengan melakukan pendampingan wilayah guna menurunkan angka kejadian demam berdarah yang menjadi persoalan di Kota Semarang. Menurunnya angka kasus DB sebesar 50 persen merupakan dukungan masyarakat terhadap program pemerintah. Kami juga melakukan sosialisasi melalui berbagai media, antarforum di kelurahan agar program dan inovasi kami terpublikasi dengan baik.
Ketua Tim Penilai Imran Agus Nurali yang juga selaku Direktur Kesehatan Lingkungan, Kemenkes RI menambahkan bahwa penilaian tersebut bukan sebagai kompetisi antarkabupaten/kota melainkan kompetisi bagi kabupaten/kota terkait bagaimana sebuah kota memperbaiki diri di bidang kesehatan dari 2 tahun yang lalu, sehingga dampaknya dapat menjadikan masyarakat yang hidup di kotanya menjadi lebih sehat, nyaman, dan mandiri.
“Saya mengapresiasi apa yang telah dilakukan Kota Semarang yang telah menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta angka penderita Demam berdarah melalui keterlibatan semua unsur lintas sektor seperti menggerakkan masyarakat melalui PKK dan kegiatan di masyarakat yang difasilitasi oleh OPD, sehingga terjadi titik temu antara bottom up di masyarakat dan top down di pemerintah daerah,” katanya.