Temanggung (ANTARA) - Kawasan hutan milik Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah sekitar 636.000 hektare yang tersebar di sejumlah kabupaten pada musim kemarau ini rawan terjadi kebakaran, kata Ahli Perlindungan Sumber Daya Hutan Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah, Weda Panji Hudaya.
"Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi lintas lembaga yang kuat untuk mengantisiasi terjadinya kebakaran hutan," katanya usai Rapat Koordinasi Perlindungan dan Pengamanan Hutan di Temanggung, Rabu.
Ia mengatakan semua hutan selama musim kemarau in rawan kebakaran, karena kondisi tegakan dan vegetasi serta tanaman yang ada di hutan sudah mulai mengering.
Ia menuturkan butuh koordinasi lintas lembaga untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan di semua wilayah hutan milik Perhutani. Koordinasi yang kuat akan mencegah terjadinya bencana kebakaran.
Baca juga: Perhutani bersama Kodam IV/Diponegoro antisipasi kebakaran hutan
"Seperti pada tahun 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai menurunkan helikopter untuk mengatasi bencana kebakaran di GUnung Sumbing. Hal ini menunjukan bahwa koordinasi sudah sangat bagus. Harapan kami ke depan koordinasi seperti ini harus semakin ditingkatkan," katanya.
Ia menyampaikan koordinasi dilakukan antara lembaga seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, dan Polri serta lembaga masyarakat desa hutan di sekitar hutan.
Selain koordinasi antarlembaga, katanya juga sudah dibentuk satuan pengendali kebakaran. Satuan ini bertugas mengamati dan memantau serta terjun langsung melakukan pemadaman ketika terjadi kebakaran hutan.
"Di Perhutani KPH Kedu Utara sudah ada lima pos pemantau, belum dari TNI, Polri dan LMDH," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, kebakaran hutan tidak terjadi setiap tahun di satu lokasi. Namun kebakaran terjadi dengan siklus waktu.
Baca juga: Kebakaran hutan lereng Merbabu meluas hingga Boyolali
Ia menyebutkan pada 2012 terjadi kebakaran parah, tahun 2013 dan 2014 turun, tahun 2015 naik lagi dan di tahun 2016 dan 2017 turun dan tahun 2018 naik lagi.
"Tahun 2018 kebakaran cukup parah, terjadi di GUnung Sindoro dan Sumbing. Semoga saja tahun 2019 ini tidak ada kebakaran hutan," katanya.
Ia mengakui tahun 2018 Gunung Sindoro, Sumbing, dan Andong menjadi prioritas karena silkus iklimnya sangat panas dan kebakaran hebat terjadi di ketiga gunung ini pada kemarau 2018.
"Ternyata siklusnya tiap tahun berganti, 2018 menjadi kebakaran sangat luas di Sindoro dan Sumbing, lainnya menurun. Sebelumnya Gunung Lawu terjadi kebakaran hebat," katanya.
"Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi lintas lembaga yang kuat untuk mengantisiasi terjadinya kebakaran hutan," katanya usai Rapat Koordinasi Perlindungan dan Pengamanan Hutan di Temanggung, Rabu.
Ia mengatakan semua hutan selama musim kemarau in rawan kebakaran, karena kondisi tegakan dan vegetasi serta tanaman yang ada di hutan sudah mulai mengering.
Ia menuturkan butuh koordinasi lintas lembaga untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan di semua wilayah hutan milik Perhutani. Koordinasi yang kuat akan mencegah terjadinya bencana kebakaran.
Baca juga: Perhutani bersama Kodam IV/Diponegoro antisipasi kebakaran hutan
"Seperti pada tahun 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai menurunkan helikopter untuk mengatasi bencana kebakaran di GUnung Sumbing. Hal ini menunjukan bahwa koordinasi sudah sangat bagus. Harapan kami ke depan koordinasi seperti ini harus semakin ditingkatkan," katanya.
Ia menyampaikan koordinasi dilakukan antara lembaga seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, dan Polri serta lembaga masyarakat desa hutan di sekitar hutan.
Selain koordinasi antarlembaga, katanya juga sudah dibentuk satuan pengendali kebakaran. Satuan ini bertugas mengamati dan memantau serta terjun langsung melakukan pemadaman ketika terjadi kebakaran hutan.
"Di Perhutani KPH Kedu Utara sudah ada lima pos pemantau, belum dari TNI, Polri dan LMDH," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, kebakaran hutan tidak terjadi setiap tahun di satu lokasi. Namun kebakaran terjadi dengan siklus waktu.
Baca juga: Kebakaran hutan lereng Merbabu meluas hingga Boyolali
Ia menyebutkan pada 2012 terjadi kebakaran parah, tahun 2013 dan 2014 turun, tahun 2015 naik lagi dan di tahun 2016 dan 2017 turun dan tahun 2018 naik lagi.
"Tahun 2018 kebakaran cukup parah, terjadi di GUnung Sindoro dan Sumbing. Semoga saja tahun 2019 ini tidak ada kebakaran hutan," katanya.
Ia mengakui tahun 2018 Gunung Sindoro, Sumbing, dan Andong menjadi prioritas karena silkus iklimnya sangat panas dan kebakaran hebat terjadi di ketiga gunung ini pada kemarau 2018.
"Ternyata siklusnya tiap tahun berganti, 2018 menjadi kebakaran sangat luas di Sindoro dan Sumbing, lainnya menurun. Sebelumnya Gunung Lawu terjadi kebakaran hebat," katanya.