Kudus (ANTARA) - Aparat Kepolisian Resor Kudus, Jawa Tengah, selama Januari hingga Juni 2019 mengungkap 13 kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dengan jumlah tersangka sebanyak 15 orang.
"Dari belasan kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang, sebanyak 10 kasus di antaranya merupakan kasus yang terkait dengan Undang-Undang Narkotika, sedangkan tiga kasus terkait dengan Undang-Undang Kesehatan," kata Kapolres Kudus AKBP Saptono didampingi Kasat Narkoba AKP Sukadi saat menggelar jumpa pers di Mapolres Kudus, Kamis.
Ia menyebutkan jumlah barang bukti berupa sabu-sabu lebih dari 3 gram, pil Inex 4 butir, dan obat berwarna kuning dalam bentuk pil tanpa izin edar berjumlah 2.355 butir.
Mayoritas tersangkanya, kata Kapolres Kudus, adalah pemakai yang berasal dari berbagai kalangan. Tersangkanya tidak hanya dari Kudus, ada pula yang berasal dari Jepara dan Demak.
Dari sejumlah kasus tersebut, lima tersangka adalalah pengedar, selebihnya pemakai.
Peredaran narkoba yang terungkap selama ini, lanjut dia, didominasi di wilayah perbatasan, seperti di Kecamatan Kaliwungu, Gebog, dan Kecamatan Kota.
Kasat Narkoba AKP Sukadi menambahkan bahwa kasus terbaru yang berhasil diungkap pada tanggal 18 Juni 2019, yakni kasus obat berwarna kuning yang diduga tidak memiliki izin edar di Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kudus.
Dari penungkapan kasus tersebut, polisi mengamankan seorang tersangka bernama Noor asal Jepara dengan barang bukti 78 butir obat berwarna kuning.
Tersangka dijerat dengan Pasal 197 atau Pasal 196 Huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Desa sediakan anggaran
Dalam rangka menekan penyalahgunaan narkoba, Polres Kudus juga mendorong semua desa di wilayah hukumnya untuk menyediakan anggaran untuk pencegahan peredaran narkoba di masing-masing desa.
Pelaksanaannya, pemerintah desa bisa memberdayakan empat pilar sebagai penggeraknya, seperti kepala desa, babinkamtibmas, bidan desa, dan Babinsa.
Upaya lainnya, yakni dengan melakukan sosialisasi untuk mengenalkan bentuk narkoba serta memberikan pemahaman tentang dampak negatif yang ditimbulkan.
Adanya pengetahuan soal narkoba, dia berharap masyarakat, khususnya generasi muda, tidak mudah tertipu oleh pengedar narkoba.
Polres Kudus juga melakukan sosialisasi dengan memodifikasi mobil operasional Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polres Kudus menjadi warung kopi (warkop).
Mustaqim, tersangka pemilik pil kuning, mengakui pil tersebut untuk konsumsi sendiri.
Mulai mengonsumsi pil kuning yang diklaim bisa meringankan badan, menurut dia, sejak 3 bulan terakhir ketika bekerja di Kalimantan.
Pil kuning yang diperoleh berasal dari Kalimantan itu untuk setiap paketnya dijual antara Rp20 ribu dan Rp25 ribu.
Baca juga: Baru 45 persen pemerintah desa di Kudus dukung pencegahan narkoba
"Dari belasan kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang, sebanyak 10 kasus di antaranya merupakan kasus yang terkait dengan Undang-Undang Narkotika, sedangkan tiga kasus terkait dengan Undang-Undang Kesehatan," kata Kapolres Kudus AKBP Saptono didampingi Kasat Narkoba AKP Sukadi saat menggelar jumpa pers di Mapolres Kudus, Kamis.
Ia menyebutkan jumlah barang bukti berupa sabu-sabu lebih dari 3 gram, pil Inex 4 butir, dan obat berwarna kuning dalam bentuk pil tanpa izin edar berjumlah 2.355 butir.
Mayoritas tersangkanya, kata Kapolres Kudus, adalah pemakai yang berasal dari berbagai kalangan. Tersangkanya tidak hanya dari Kudus, ada pula yang berasal dari Jepara dan Demak.
Dari sejumlah kasus tersebut, lima tersangka adalalah pengedar, selebihnya pemakai.
Peredaran narkoba yang terungkap selama ini, lanjut dia, didominasi di wilayah perbatasan, seperti di Kecamatan Kaliwungu, Gebog, dan Kecamatan Kota.
Kasat Narkoba AKP Sukadi menambahkan bahwa kasus terbaru yang berhasil diungkap pada tanggal 18 Juni 2019, yakni kasus obat berwarna kuning yang diduga tidak memiliki izin edar di Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kudus.
Dari penungkapan kasus tersebut, polisi mengamankan seorang tersangka bernama Noor asal Jepara dengan barang bukti 78 butir obat berwarna kuning.
Tersangka dijerat dengan Pasal 197 atau Pasal 196 Huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Desa sediakan anggaran
Dalam rangka menekan penyalahgunaan narkoba, Polres Kudus juga mendorong semua desa di wilayah hukumnya untuk menyediakan anggaran untuk pencegahan peredaran narkoba di masing-masing desa.
Pelaksanaannya, pemerintah desa bisa memberdayakan empat pilar sebagai penggeraknya, seperti kepala desa, babinkamtibmas, bidan desa, dan Babinsa.
Upaya lainnya, yakni dengan melakukan sosialisasi untuk mengenalkan bentuk narkoba serta memberikan pemahaman tentang dampak negatif yang ditimbulkan.
Adanya pengetahuan soal narkoba, dia berharap masyarakat, khususnya generasi muda, tidak mudah tertipu oleh pengedar narkoba.
Polres Kudus juga melakukan sosialisasi dengan memodifikasi mobil operasional Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polres Kudus menjadi warung kopi (warkop).
Mustaqim, tersangka pemilik pil kuning, mengakui pil tersebut untuk konsumsi sendiri.
Mulai mengonsumsi pil kuning yang diklaim bisa meringankan badan, menurut dia, sejak 3 bulan terakhir ketika bekerja di Kalimantan.
Pil kuning yang diperoleh berasal dari Kalimantan itu untuk setiap paketnya dijual antara Rp20 ribu dan Rp25 ribu.
Baca juga: Baru 45 persen pemerintah desa di Kudus dukung pencegahan narkoba