Purwokerto (ANTARA) - Tim mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, membuat alat untuk melatih tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas dengan nama Prejaru.
"Cardiac arrest atau henti jantung merupakan penyakit yang mematikan sehingga membutuhkan penanganan cepat, tanggap, dan kemampuan penolong yang terlatih," kata Ketua Tim Pembuat Prejaru Runi Pramesti di Purwokerto, Jumat.
Oleh karena itu, dia bersama tiga rekannya yang terdiri atas Feni Nofalia Safitri, Sahrul Munir, dan Ari Hermawan mencoba membuat inovasi dalam penanganan penyakit henti jantung tersebut.
Setelah melakukan berbagai percobaan, kata dia, terciptalah alat Prejaru ini sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat tentang resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR (Cardiopulmonary resuscitation) serta pertolongan sejak dini kepada orang yang mengalami henti jantung dan serangan jantung.
"Alat ini memiliki desain yang menarik, mudah dibawa kemana-mana, simpel sesuai dengan bentuk tubuh manusia, dibuat dengan bahan yang berkontribusi bagus, berkualitas, dan terjangkau," katanya.
Menurut dia, Prejaru terbuat dari tripleks berlapis yang ditutupi dengan kain batik berbahan katun, sedangkan pada bagian jantung "phantom" terbuat dari busa padat dilapisi kain perlak.
Dengan demikian ketika ditekan, kata dia, busa terasa keras menyerupai jantung manusia dan akan mudah kembali ke bentuk semula.
Lebih lanjut, Runi mengatakan, tim juga menambahkan lampu LED (Light Emitting Diode) berwarna merah dan hijau pada dada kiri atas Prejaru sebagai tanda apakah kompresi sudah benar pada posisi dan tekanan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
"Harga pemasaran yang sangat ekonomis dapat memudahkan masyarakat, institusi pendidikan, serta institusi kesehatan untuk membeli Prejaru sebagai bahan media pembelajaran," katanya.
Sementara itu, dosen pembimbing mahasiswa dalam membuat Prejaru, Ns. Endiyono, S.Kep., M.Kep. mengatakan "cardiac arrest" atau henti jantung ditandai dengan penurunan kesadaran, tidak adanya respons saat dipanggil maupun saat diberi respons nyeri dan disertai tidak adanya nadi dan napas.
Ia mengatakan jika kondisi tersebut dibiarkan terlalu lama, dapat menimbulkan kematian sehingga perlu tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian.
"Penatalaksanaan pada kondisi tersebut yang paling tepat adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RJP). RJP merupakan salah satu yang mendasari bantuan hidup dasar dan dapat bervariasi dalam pendekatan optimal terhadap RJP, tergantung pada penolong, korban dan sumber daya yang tersedia," katanya.
Akan tetapi, kata dia, ada hal-hal mendasar yang tidak mengalami perubahan, yakni bagaimana melakukan RJP segera dan efektif.
Menurut dia, RJP diawali dengan kompresi dada yang terdiri atas kegiatan penekanan terhadap bagian bawah "sternum" (tulang dada) yang teratur.
"Kompresi penekanan dada ini menghasilkan aliran darah serta pengantar oksigen ke otot miokardium dan otak karena adanya peningkatan tekanan intrathorax serta penekanan secara langsung pada jantung. Oleh karena itu, kompresi dada yang efektif sangat penting untuk menciptakan aliran darah selama RJP," katanya.
Ia mengatakan perlu dilakukan penekanan yang keras dan cepat untuk menghasilkan kompresi dada yang efektif, yakni dengan kecepatan 100-120 kali per menit dan kedalaman 5-6 centimeter serta harus dibiarkan dada kembali sempurna.
Menurut dia, hal itu untuk menghasilkan pengisian jantung secara lengkap sebelum kompresi dada berikutnya, namun penolong juga harus meminimalkan interupsi terhadap kompresi dada untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan per menitnya.
"Cardiac arrest atau henti jantung merupakan penyakit yang mematikan sehingga membutuhkan penanganan cepat, tanggap, dan kemampuan penolong yang terlatih," kata Ketua Tim Pembuat Prejaru Runi Pramesti di Purwokerto, Jumat.
Oleh karena itu, dia bersama tiga rekannya yang terdiri atas Feni Nofalia Safitri, Sahrul Munir, dan Ari Hermawan mencoba membuat inovasi dalam penanganan penyakit henti jantung tersebut.
Setelah melakukan berbagai percobaan, kata dia, terciptalah alat Prejaru ini sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat tentang resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR (Cardiopulmonary resuscitation) serta pertolongan sejak dini kepada orang yang mengalami henti jantung dan serangan jantung.
"Alat ini memiliki desain yang menarik, mudah dibawa kemana-mana, simpel sesuai dengan bentuk tubuh manusia, dibuat dengan bahan yang berkontribusi bagus, berkualitas, dan terjangkau," katanya.
Menurut dia, Prejaru terbuat dari tripleks berlapis yang ditutupi dengan kain batik berbahan katun, sedangkan pada bagian jantung "phantom" terbuat dari busa padat dilapisi kain perlak.
Dengan demikian ketika ditekan, kata dia, busa terasa keras menyerupai jantung manusia dan akan mudah kembali ke bentuk semula.
Lebih lanjut, Runi mengatakan, tim juga menambahkan lampu LED (Light Emitting Diode) berwarna merah dan hijau pada dada kiri atas Prejaru sebagai tanda apakah kompresi sudah benar pada posisi dan tekanan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
"Harga pemasaran yang sangat ekonomis dapat memudahkan masyarakat, institusi pendidikan, serta institusi kesehatan untuk membeli Prejaru sebagai bahan media pembelajaran," katanya.
Sementara itu, dosen pembimbing mahasiswa dalam membuat Prejaru, Ns. Endiyono, S.Kep., M.Kep. mengatakan "cardiac arrest" atau henti jantung ditandai dengan penurunan kesadaran, tidak adanya respons saat dipanggil maupun saat diberi respons nyeri dan disertai tidak adanya nadi dan napas.
Ia mengatakan jika kondisi tersebut dibiarkan terlalu lama, dapat menimbulkan kematian sehingga perlu tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya kematian.
"Penatalaksanaan pada kondisi tersebut yang paling tepat adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RJP). RJP merupakan salah satu yang mendasari bantuan hidup dasar dan dapat bervariasi dalam pendekatan optimal terhadap RJP, tergantung pada penolong, korban dan sumber daya yang tersedia," katanya.
Akan tetapi, kata dia, ada hal-hal mendasar yang tidak mengalami perubahan, yakni bagaimana melakukan RJP segera dan efektif.
Menurut dia, RJP diawali dengan kompresi dada yang terdiri atas kegiatan penekanan terhadap bagian bawah "sternum" (tulang dada) yang teratur.
"Kompresi penekanan dada ini menghasilkan aliran darah serta pengantar oksigen ke otot miokardium dan otak karena adanya peningkatan tekanan intrathorax serta penekanan secara langsung pada jantung. Oleh karena itu, kompresi dada yang efektif sangat penting untuk menciptakan aliran darah selama RJP," katanya.
Ia mengatakan perlu dilakukan penekanan yang keras dan cepat untuk menghasilkan kompresi dada yang efektif, yakni dengan kecepatan 100-120 kali per menit dan kedalaman 5-6 centimeter serta harus dibiarkan dada kembali sempurna.
Menurut dia, hal itu untuk menghasilkan pengisian jantung secara lengkap sebelum kompresi dada berikutnya, namun penolong juga harus meminimalkan interupsi terhadap kompresi dada untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan per menitnya.