Magelang (ANTARA) - Akhir-akhir ini gaung Industri 4.0 sangat santer di forum-forum publik maupun media sosial. Di Indonesia, konsep ini justru lebih “moncer” dibandingkan Society 5.0-nya Jepang.

Konsep revolusi Industri 4.0 dirumuskan sebagai suatu perubahan baru setelah era penemuan mesin uap, era elektrifikasi, dan penggunaan komputer.

Industri 4.0 diperkenalkan pertama kali olah seorang ekonom Jerman, Profesor Klaus Schwab, sebagai konsep di mana disrupsi teknologi digital sangat cepat berkembang dan berimbas pada tatanan sosial masyarakat.

Di era Industri 4.0 masyarakat semakin terkoneksi dan kompetitif sehingga untuk bertahan dalam pergulatan ekonomi yang sangat dinamis, mereka harus mampu menyesuaikan kompetensi dengan perkembangan teknologi.

Sebagai wilayah administratif yang relatif kecil, Kota Magelang menempati posisi terakhir di Jawa Tengah dari sisi perolehan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan rata-rata pertumbuhan riil lima persen per tahun.

Pada 2017, perolehan nilai tambah barang dan jasa di Kota Magelang mencapai 7,638 triliun rupiah. Nilai ini tumbuh 8,88 persen dari 2016.

Struktur perekonomian Kota Magelang didominasi dari lapangan usaha konstruksi, disusul oleh lapangan usaha industri pengolahan dan perdagangan.

Sementara pengeluaran terbesar berasal dari konsumsi rumah tangga mencapai 56,89 persen pada 2017.

Pertumbuhan sektor manufaktur di Kota Magelang relatif melemah dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat terbaca dari makin lambatnya laju nilai tambah bruto dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2017 industri pengolahan hanya tumbuh 7,7 persen, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 8,09 persen dan bahkan dibandingkan pada 2015 yang mampu mencapai 11,73 persen. Sejumlah warga memanfaatkan fasilitas publik berupa akses wifi di Alun-Alun Kota Magelang. (ANTARA/Humas Pemkot Magelang)

Ketergantungan aktivitas ekonomi industri pengolahan, khususnya dalam pasokan sumber daya "input" yang masih dicukupi dari hasil pasokan daerah sekitar, merupakan salah satu faktor belum cukup kompetitifnya sektor ini dalam skala yang lebih luas. Oleh karena itu, belum mampu menjadi sektor andalan.

Tata kelola industri pengolahan di Kota Magelang pun masih sedikit yang menggunakan basis digital.

Digitalisasi industri pengolahan di Kota Magelang harus dipertimbangkan dengan saksama mengingat sektor ini berkontribusi terhadap serapan lapangan kerja yang cukup signifikan.

Industri 4.0 pada dasarnya merupakan tren global dalam industri manufaktur.

Revolusi Industri 4.0 dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas produk atau jasa sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan nilai tambah.  

Pemantapan Industri 4.0 juga bertumpu pada kesiapan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah Kota Magelang telah mulai bebenah dalam ranah ini.

Layanan Wi-Fi telah dipasang di sejumlah besar area publik. Jaringan fiber optik juga telah terkoneksi 100 persen di seluruh unit kerja pada 2018.

Implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dijalankan secara bertahap.

Evaluasi "self-assessment" oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 2017 menghasilkan nilai indeks SPBE Kota Magelang dalam kategori “cukup” dengan nilai 2,41.

Beberapa kelemahan yang perlu dicarikan solusi, antara lain dalam pemenuhan inovasi proses bisnis, pengoperasian pusat data, penggunaan aplikasi umum berbagi pakai dan pengelolaan layanan aduan, serta "whistle blower system".

Namun, nampaknya eksistensi infrastruktur yang terbilang cukup representatif ini belum diimbangi dengan penetrasi internet yang signifikan di kalangan masyarakat.

Badan Pusat Statistik mencatat pada 2018 sebesar 78,06 persen anggota rumah tangga di Kota Magelang (usia lima tahun ke atas) menggunakan telepon seluler atau komputer, serta hanya 54,54 persen yang mengakses internet.

Dalam dunia usaha, PT Telkom Indonesia mencatat sampai dengan Juni 2018, pengguna jaringan internet untuk keperluan usaha di Kota Magelang hanya 12,3 persen.

Dari sisi kependudukan, Kota Magelang memiliki bonus demografi yang dapat digunakan sebagai "human capital" dalam menuju Industri 4.0. Bonus demografi mengisyaratkan melimpahnya masyarakat usia produktif di Kota Magelang.

Kondisi "exsisting" yang kemudian masih menjadi kendala adalah kompetensi kelompok ini.

Mayoritas penduduk usia produktif di Kota Magelang hanya merupakan tamatan SMA atau sederajat.

Pada 2018, para lulusan universitas bahkan menjadi mayoritas pencari kerja di Kota Magelang yang belum dapat ditempatkan sampai akhir tahun.

                                                               Elaborasi
Efektivitas industri 4.0 dapat dioptimalkan melalui elaborasi dengan berbagai kegiatan yang melibatkan pemerintah dan para pemangku kepentingan.

Pemerintah Kota Magelang harus memberikan layanan publik yang prima berbasis teknologi, mendorong pegiat usaha lokal untuk mulai menerapkan teknologi digital dalam operasional usahanya, berbagi "big data", dan bermitra dalam menciptakan inovasi-inovasi.

Hilirisasi produk potensial dari industri manufaktur harus dikembangkan dengan berbasis teknologi.

Inventor-inventor yang berasal dari masyarakat perlu didampingi secara intens sehingga mampu kreatif dan mandiri dalam mengomersialisasi produk mereka.

Dalam hal ini peran riset menjadi penting. Anggaran untuk penelitian dan pengembangan hendaknya direalisasikan untuk program yang bermanfaat bagi pengembangan perekonomian masyarakat, berdasar asas kualitas, dan menghasilkan poin kerangka kebijakan makro yang terarah.

Sampai dengan 2018, anggaran yang menyangkut kepentingan penelitian dan pengembangan di Kota Magelang berkisar 0,4 persen dari total APBD.

Dengan kualitas penelitian dan pengembangan yang baik, pemanfaatan infrastruktur TIK yang optimal, serta kerja sama dengan berbagai pihak, maka Pemerintah Kota Magelang akan mampu menelurkan "technopreneur" dan "sociopreneur" yang andal guna mendukung proses transformasi ekonomi akibat industri 4.0 yang lebih merata.

Keberhasilan ini lebih jauh dapat berkontribusi dalam menekan pengangguran dan menghasilkan laju pertumbuhan ekonomi dengan lebih cepat.  

Hal mendasar yang kemudian tidak boleh terlewatkan adalah perbaikan kapasitas sumber daya manusia.

Pembekalan kompetensi kepemimpinan, penguasaan teknologi informasi, kemampuan bahasa dan "soft skill" menjadi kebutuhan mutlak agar pekerja di Kota Magelang tidak tergerus disrupsi teknologi.

Harmonisasi aturan dan kebijakan juga menjadi faktor penting agar kondusifitas iklim investasi tetap terjaga.

Melalui beberapa langkah tersebut maka Kota Magelang siap untuk menuju Industri 4.0 yang komprehensif.


*) Nur Afiyah Maizunati, Statistisi Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Pemerintah Kota Magelang
 

Pewarta : Nur Afiyah Maizunati *)
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024