Semarang (ANTARA) - Lebih baik kalah secara terhormat daripada menang dengan menghalalkan segala cara meraih kemenangan dalam pemilihan umum serentak, 17 April lalu.

Pasca-Pemilu 2019, sejak pukul 15.00 WIB, lembaga survei mulai memaparkan hasil hitung cepat (quick count) di sejumlah televisi nasional. Publik tertuju pada hitung cepat lembaga survei yang menunjukkan keunggulan salah satu pasangan calon peserta Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI.

Ada yang menyangsikan. Namun, tidak sedikit yang memercayai hasil hitung cepat itu tidak jauh dari hitungan nyata (real count). Publik pun ramai-ramai membuka laman https://pemilu2019.kpu.go.id/#/ppwp/hitung-suara/ untuk mengetahui siapa yang unggul di antara dua pasang calon: Joko Widodo/K.H. Ma'ruf Amin atau Prabowo Subianto/Sandiaga Uno.

Di tengah kepercayaan sejumlah orang mulai "goyah" terhadap quick count versi lembaga survei dan real count atau berbasis formulir C-1 dari tempat pemungutan suara (TPS), sejumlah daerah menggelar pemungutan suara ulang (PSU).

Guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini, sebaiknya semua pihak tidak buru-buru mengklaim kemenangan. Seyogianya, menunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan hitung dan rekap secara manual, yang dijadwalkan 25 April s.d. 23 Mei 2019 secara nasional.

Jika tidak puas dengan keputusan KPU, pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan ke Mahkamah Konstitusi RI. Tidak perlu mengerahkan massa yang membuat kondisi tidak kondusif pasca-Pilpres 2019.

Akhiri pesta demokrasi dengan penuh kegembiraan, bukan malah sebaliknya melakukan tindakan yang berpotensi merenggangkan ikatan NKRI.
 

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024