Surakarta (ANTARA) - Direktur Politeknik Maritim Negeri Indonesia (Polimarin) Semarang Sri Tutie Rahayu berhasil meraih penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta karena telah memberikan kontribusi dalam membawa perguruan tinggi ini mampu menciptakan lulusan unggul.
"Saya sangat 'surprise' mendapatkan penghargaan ini. Semua tidak lepas dari adanya peran media semuanya," kata wanita kelahiran Semarang, 4 Januari 1960 tersebut di Solo, Sabtu.
Ia mengatakan Polimarin merupakan satu-satunya politeknik maritim di bawah Kemenristekdikti RI sehingga menerapkan sistem kedinasan.
Ia mengatakan berdirinya Polimarin sendiri merupakan amanah dari Presiden.
"Saya awalnya diminta untuk mendirikan Polimarin ini juga bingung. Mahasiswa mungkin bisa dicari, tetapi dosennya bagaimana karena pendidikan pelaut adanya nahkoda dan 'enginer'. Selama ini hanya pakai sertifikat keahlian, ahli nautika dan ahli teknika, ini wujudnya sertifikat," katanya.
Padahal, dikatakannya, Undang-Undang (UU) Perguruan Tinggi mengamanahkan bahwa seorang dosen minimal pendidikannya harus S2.
"Mereka ini (nahkoda, red) bukan akademisi tetapi praktisi. Meski demikian, kami menggunakan dasar pendidikan vokasi," katanya.
Ia mengatakan ada banyak negara lain yang menjadi besar dan luar biasa karena maritim dan pendidikan vokasi.
"Padahal mereka tidak punya laut banyak. Kita ini kan negara perairan. Oleh karena itu, dalam hal ini nahkoda harus disetarakan dengan S2. Akhirnya dengan perjuangan panjang, kami diuji publik, akhirnya kami berhasil," katanya.
Ia mengatakan saat ini Polimarin mampu menghasilkan lulusan cukup banyak setiap tahunnya, yaitu di kisaran 100 lulusan.
"Bahkan keahlian dari para lulusan kami sudah diakui oleh negara lain, salah satunya adalah Jerman. Padahal di Jerman sangat ketat, jadi ternyata kita tidak bodoh, sama dengan negara lain," katanya.
"Saya sangat 'surprise' mendapatkan penghargaan ini. Semua tidak lepas dari adanya peran media semuanya," kata wanita kelahiran Semarang, 4 Januari 1960 tersebut di Solo, Sabtu.
Ia mengatakan Polimarin merupakan satu-satunya politeknik maritim di bawah Kemenristekdikti RI sehingga menerapkan sistem kedinasan.
Ia mengatakan berdirinya Polimarin sendiri merupakan amanah dari Presiden.
"Saya awalnya diminta untuk mendirikan Polimarin ini juga bingung. Mahasiswa mungkin bisa dicari, tetapi dosennya bagaimana karena pendidikan pelaut adanya nahkoda dan 'enginer'. Selama ini hanya pakai sertifikat keahlian, ahli nautika dan ahli teknika, ini wujudnya sertifikat," katanya.
Padahal, dikatakannya, Undang-Undang (UU) Perguruan Tinggi mengamanahkan bahwa seorang dosen minimal pendidikannya harus S2.
"Mereka ini (nahkoda, red) bukan akademisi tetapi praktisi. Meski demikian, kami menggunakan dasar pendidikan vokasi," katanya.
Ia mengatakan ada banyak negara lain yang menjadi besar dan luar biasa karena maritim dan pendidikan vokasi.
"Padahal mereka tidak punya laut banyak. Kita ini kan negara perairan. Oleh karena itu, dalam hal ini nahkoda harus disetarakan dengan S2. Akhirnya dengan perjuangan panjang, kami diuji publik, akhirnya kami berhasil," katanya.
Ia mengatakan saat ini Polimarin mampu menghasilkan lulusan cukup banyak setiap tahunnya, yaitu di kisaran 100 lulusan.
"Bahkan keahlian dari para lulusan kami sudah diakui oleh negara lain, salah satunya adalah Jerman. Padahal di Jerman sangat ketat, jadi ternyata kita tidak bodoh, sama dengan negara lain," katanya.