Blora (Antaranews Jateng) - Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, berharap ada investor yang tertarik membangun pabrik pakan ternak di daerah ini menyusul stok jagung yang melimpah sebagai bahan baku pakan ternak.

"Jika ada investor yang tertarik membangun pabrik pakan ternak di Blora, tentunya lebih efisien karena dekat dengan bahan baku dan bisa menyerap jagung petani secara langsung," kata Bupati Blora Joko Nugroho saat menghadiri panen raya tanaman jagung di kawasan hutan Perhutani RPH Kalisari Jati Gong Desa Jatiklampok, Kecamatan Banjarejo, Blora, Selasa. 

Untuk itu, dia berharap, perusahaan pabrik pakan (feed meal) yang diundang menghadiri panen raya tanaman jagung hari ini (19/2) ada yang tertarik membangun pabrik pakan di Blora.

Bulan Februari dan Maret, kata dia, merupakan puncak panen raya jagung di Kabupaten Blora, meskipun akhir Januari sudah banyak petani yang memanen jagungnya. 

Sesuai laporan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora, disebutkan bahwa luas panen pada awal 2019 seluas 26.977 hektare.

Dari areal seluas itu, areal seluas 21.051 hektare tercatat di data statistik pertanian, ditambah 5.926 hektare di lahan hutan yang belum masuk data statistik pertanian sehingga produksi jagungnya diperkirakan mencapai 157.000 ton.  

Sementara tahun 2018 luas panen jagung di Blora mencapai 70.319 hektare yang tersebar di 16 Kecamatan, dengan rata-rata produktivitas 5,8 ton per hektarenya.

Untuk luas hamparan tanaman jagung di lokasi acara panen hari ini (19/2) seluas 160 hektare dari total 300 hektare yang dimiliki oleh beberapa kelompok tani. 

Pemkab Blora berharap harga jual jagung pipil basah di tingkat petani dengan kadar air 33 persen dapat mencapai Rp2.800 per kilogram sehingga petani masih bisa untung. 

Terkait permasalahan pasca panen jagung, tersedia mesin pengering jagung yang bersifat mobile, terutama di sentra produksi jagung yang relatif jauh dari pabrik pakan. 

MCD
Kementerian Pertanian bekerja sama dengan PT Charoen Pokphand Indonesia memperkenalkan penggunaan Mobile Corn Dryer (MCD) yang merupakan peralatan pengeringan jagung yang dapat dipindahkan secara mudah untuk didekatkan ke lokasi-lokasi panen jagung. 

Solusi tersebut diharapkan dapat memecahkan persoalan kadar air sehingga pertumbuhan jamur aflatoksin dapat dikendalikan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita berharap MCD dapat menjadi solusi mengatasi masalah pasca panen jagung yang selama ini selalu dihadapi petani karena saat menjual jagungnya dihargai rendah. 

Sementara itu, perwakilan dari PT Charoen Phokphand Jateng Eka Budiman mengungkapkan di Bloda disediakan dua unit MCD untuk membantu petani mengeringkan jagungnya. 

"Kelebihan MCD ini dapat meningkatkan waktu simpan setelah dikeringkan, melancarkan tata niaga, mendapatkan kualitas lebih baik dan petani dapat menikmati harga yang lebih baik dari jagung berkadar air lebih rendah," ujarnya. 

Ia mengungkapkan konsep MCD berawal pada tahun 2018, seiring dengan upaya PT Charoen Pokphand Indonesia dalam meningkatkan penyerapan jagung secara langsung dari petani.

Prototipe tersebut, lanjut dia, sudah dilakukan uji coba lapangan perdana pada panen jagung di Lampung Selatan pada 29 Agustus 2018, kemudian 15 Februari 2019 kembali dilakukan uji coba lapangan pada acara panen raya jagung di Tuban dan saat ini dilakukan uji coba lapangan pada acara panen raya jagung di Blora. 

"Jika ada petani yang kesulitan menjual hasil panennya, dapat langsung menghubungi kami karena nantinya siap membantu menyerapnya," ujarnya.

Salah seorang petani jagung Erno berharap selama musim panen jagung petani dipinjami MCD, minimal selama sebulan.

Petani juga berharap limbah hasil pertanian jagung (tebon) di wilayahnya dapat dimanfaatkan oleh peternak untuk pakan ternak. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024