Banjarnegara (Antaranews Jateng) - Bank Indonesia (BI) memulai pelaksanaan program pengembangan ekonomi lokal (local economic development/LED) kopi di Desa Babadan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sebagai upaya konservasi lahan dan peningkatan perekonomian petani setempat.
"Kick off" program tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman Program LED Kopi Banjarnegara "Sejuta Pohon Kopi untuk Konservasi dan Peningkatan Ekonomi Petani" yang dilakukan oleh Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Purwokerto Agus Chusaini dan Wakil Bupati Banjarnegara Syamsuddin serta disaksikan Kepala Departemen Regional II BI Dwi Pranoto dan Kepala KPw BI Provinsi Jawa Tengah Hamid Ponco Wibowo di Lapangan Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, Senin.
Saat memberi sambutan, Kepala KPw BI Purwokerto Agus Chusaini mengatakan Program LED Kopi tersebut dilatarbelakangi oleh topografi wilayah Banjarnegara sangat bervariasi dengan kontur sebagian besar berbukit dan mempunyai struktur tanah yang labil menyebabkan 70 persen wilayah kabupaten itu dinilai rawan longsor.
Dalam hal ini, 13 dari 20 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara merupakan daerah rawan longsor yang dikategorikan rendah hingga tinggi.
"Berdasarkan data BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Banjarnegara selama kurun waktu tujuh tahun terakhir, telah 367 kali kejadian tanah longsor di wilayah Banjarnegara dengan jumlah korban jiwa sebanyak 113 orang dan kerugian material hingga mencapai miliaran rupiah," katanya.
Di sisi lain, kata dia, pertanian hortikultura seperti sayuran, kentang, dan salak sebagai komoditas unggulan Kabupaten Banjarnegara sedang diliputi permasalahan klasik, yaitu munculnya hama penyakit serta ketidakpastian harga pada saat panen.
Komoditas-komoditas tersebut juga diduga menjadi faktor yang meningkatkan risiko kejadian longsor mengingat tanaman tersebut mempunyai spesifikasi akar serabut yang tidak mampu mencengkram tanah.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka program pengembangan kopi sebagai pendorong ekonomi dan konservasi sangat strategis diterapkan di Provinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Banjarnegara," katanya.
Ia mengatakan dipilihnya kopi sebagai tanaman konservasi dikarenakan selain mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, komoditas tersebut juga memiliki nilai strategis sebagai tanaman konservasi tanah dan air.
Kopi mempunyai akar tunggang yang kuat sampai kedalaman 3 meter, akar lateral sampai sepanjang 2 meter, dan membentuk anyaman kesegala arah.
"Sifat ini dapat melindungi dan memegang tanah dari daya erotif," katanya.
Lebih lanjut, Agus mengatakan berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah tahun 2014, menunjukkan bahwa kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup berpotensi untuk dikembangkan terutama jika dilihat dari proporsi luas lahan tanaman kopi.
Selain itu, kata dia, produktivitas kopi di Kabupaten Banjarnegara, yaitu produksi kopi robusta tercatat rata-rata sekitar 865 ton dalam satu kali panen atau lebih kurang 755 kilogram per hektare, sedangkan untuk kopi arabica sekitar 201 ton atau lebih kurang 805 kilogram per hektare.
Dia mengatakan Program LED Kopi di Banjarnegara telah dirintis oleh KPw BI Purwokerto bersama Pemerintah Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 2018 dengan berbagai kegiatan seperti memberikan pelatihan, bantuan bibit kopi unggul bersertifikat, memfasilitasi penguatan kelembagaan petani melalui pembentukan koperasi, serta bantuan sejumlah mesin pascapanen.
Sementara itu, Wakil Bupati Banjarnegara Syamsuddin mengatakan kopi merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam rencana strategis Pemkab Banjarnegara yang diharapkan mampu berkembang dan menjadi penggerak sektor ekonomi maupun industri serta memiliki fungsi konservasi.
"Kopi merupakan komoditas strategis yang nilai ekonomi yang sangat tinggi, yang dapat menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat serta penghasil devisa negara, sehingga komoditas tersebut masuk prioritas kinerja pemerintah sekarang ini," katanya.
Ia mengatakan luas tanaman kopi di Kabupaten Banjarnegara terus mengalami kenaikan dan saat ini sudah mencapai 2.657 hektare.
Menurut dia, hal itu menandakan bahwa minat masyarakat untuk menanam dan mengonsumsi kopi cukup tinggi.
"Tuntutan masyarakat akan kopi berkualitas ikut mendorong optimisme petani dalam usaha budi daya kopi," katanya.
Saat ditemui wartawan usai penanaman bibit kopi, Kepala Departemen Regional II BI Dwi Pranoto mengatakan ada dua tujuan utama dari penananaman kopi di Desa Babadan.
"Yang pertama untuk konservasi lahan karena kopi itu akar tunggangnya sangat dalam dan akar serabutnya juga lebar. Yang kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan pendapatan atau kesejahteraan petani," katanya.
Menurut dia, hal itu merupakan dua kata kunci yang harus dilakukan meskipun ada yang ketiga kalau dikembangkan lebih lanjut, yakni keterkaitan kopi dengan sektor-sektor lain seperti pariwisata.
Ia mengatakan jika hal itu bisa diintegrasikan dengan baik akan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
"Saya kira ini kata kunci yang harus kita pegang dan kita sikapi dengan baik," tegasnya.
"Kick off" program tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman Program LED Kopi Banjarnegara "Sejuta Pohon Kopi untuk Konservasi dan Peningkatan Ekonomi Petani" yang dilakukan oleh Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Purwokerto Agus Chusaini dan Wakil Bupati Banjarnegara Syamsuddin serta disaksikan Kepala Departemen Regional II BI Dwi Pranoto dan Kepala KPw BI Provinsi Jawa Tengah Hamid Ponco Wibowo di Lapangan Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, Senin.
Saat memberi sambutan, Kepala KPw BI Purwokerto Agus Chusaini mengatakan Program LED Kopi tersebut dilatarbelakangi oleh topografi wilayah Banjarnegara sangat bervariasi dengan kontur sebagian besar berbukit dan mempunyai struktur tanah yang labil menyebabkan 70 persen wilayah kabupaten itu dinilai rawan longsor.
Dalam hal ini, 13 dari 20 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara merupakan daerah rawan longsor yang dikategorikan rendah hingga tinggi.
"Berdasarkan data BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Banjarnegara selama kurun waktu tujuh tahun terakhir, telah 367 kali kejadian tanah longsor di wilayah Banjarnegara dengan jumlah korban jiwa sebanyak 113 orang dan kerugian material hingga mencapai miliaran rupiah," katanya.
Di sisi lain, kata dia, pertanian hortikultura seperti sayuran, kentang, dan salak sebagai komoditas unggulan Kabupaten Banjarnegara sedang diliputi permasalahan klasik, yaitu munculnya hama penyakit serta ketidakpastian harga pada saat panen.
Komoditas-komoditas tersebut juga diduga menjadi faktor yang meningkatkan risiko kejadian longsor mengingat tanaman tersebut mempunyai spesifikasi akar serabut yang tidak mampu mencengkram tanah.
"Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka program pengembangan kopi sebagai pendorong ekonomi dan konservasi sangat strategis diterapkan di Provinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Banjarnegara," katanya.
Ia mengatakan dipilihnya kopi sebagai tanaman konservasi dikarenakan selain mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, komoditas tersebut juga memiliki nilai strategis sebagai tanaman konservasi tanah dan air.
Kopi mempunyai akar tunggang yang kuat sampai kedalaman 3 meter, akar lateral sampai sepanjang 2 meter, dan membentuk anyaman kesegala arah.
"Sifat ini dapat melindungi dan memegang tanah dari daya erotif," katanya.
Lebih lanjut, Agus mengatakan berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah tahun 2014, menunjukkan bahwa kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup berpotensi untuk dikembangkan terutama jika dilihat dari proporsi luas lahan tanaman kopi.
Selain itu, kata dia, produktivitas kopi di Kabupaten Banjarnegara, yaitu produksi kopi robusta tercatat rata-rata sekitar 865 ton dalam satu kali panen atau lebih kurang 755 kilogram per hektare, sedangkan untuk kopi arabica sekitar 201 ton atau lebih kurang 805 kilogram per hektare.
Dia mengatakan Program LED Kopi di Banjarnegara telah dirintis oleh KPw BI Purwokerto bersama Pemerintah Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 2018 dengan berbagai kegiatan seperti memberikan pelatihan, bantuan bibit kopi unggul bersertifikat, memfasilitasi penguatan kelembagaan petani melalui pembentukan koperasi, serta bantuan sejumlah mesin pascapanen.
Sementara itu, Wakil Bupati Banjarnegara Syamsuddin mengatakan kopi merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam rencana strategis Pemkab Banjarnegara yang diharapkan mampu berkembang dan menjadi penggerak sektor ekonomi maupun industri serta memiliki fungsi konservasi.
"Kopi merupakan komoditas strategis yang nilai ekonomi yang sangat tinggi, yang dapat menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat serta penghasil devisa negara, sehingga komoditas tersebut masuk prioritas kinerja pemerintah sekarang ini," katanya.
Ia mengatakan luas tanaman kopi di Kabupaten Banjarnegara terus mengalami kenaikan dan saat ini sudah mencapai 2.657 hektare.
Menurut dia, hal itu menandakan bahwa minat masyarakat untuk menanam dan mengonsumsi kopi cukup tinggi.
"Tuntutan masyarakat akan kopi berkualitas ikut mendorong optimisme petani dalam usaha budi daya kopi," katanya.
Saat ditemui wartawan usai penanaman bibit kopi, Kepala Departemen Regional II BI Dwi Pranoto mengatakan ada dua tujuan utama dari penananaman kopi di Desa Babadan.
"Yang pertama untuk konservasi lahan karena kopi itu akar tunggangnya sangat dalam dan akar serabutnya juga lebar. Yang kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan pendapatan atau kesejahteraan petani," katanya.
Menurut dia, hal itu merupakan dua kata kunci yang harus dilakukan meskipun ada yang ketiga kalau dikembangkan lebih lanjut, yakni keterkaitan kopi dengan sektor-sektor lain seperti pariwisata.
Ia mengatakan jika hal itu bisa diintegrasikan dengan baik akan meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
"Saya kira ini kata kunci yang harus kita pegang dan kita sikapi dengan baik," tegasnya.