Semarang (Antaranews Jateng) - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tetap akan menjalankan program pengiriman mahasiswa ke Taiwan dan kembali memberangkatkan dalam waktu dekat.

"Kalau kami yang akan kirim ini diminta terus, segera berangkat," kata Menristek Dikti M Nasir di Semarang, Kamis, menanggapi dugaan ratusan mahasiswa menjadi korban kerja paksa di Taiwan.

Hal tersebut diungkapkannya usai membuka Rapat Kerja Nasional Kemenristek Dikti 2019 yang berlangsung di Auditorium Universitas Diponegoro Semarang, 3-4 Januari mendatang.

Ditegaskan Nasir, ratusan mahasiswa yang menjadi korban kerja paksa di Taiwan itu tidak berangkat melalui jalur Kemenristek Dikti, berbeda dengan program yang sudah dijalankan.

"Tindak lanjutnya, ya, tetap jalan. Ada 320 mahasiswa yang akan diberangkatkan pada Januari-Februari 2019 ke Taiwan. Nanti Maret-April mendatang, saya persiapkan 1.000 mahasiswa," katanya.

Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip itu menjelaskan mahasiswa yang ikut program Kemenristek Dikti ke Taiwan itu sudah diatur tata cara perkuliahannya secara jelas.

"Sudah jelas itu, di delapan kampus. Aturannnya begini, mereka satu tahun di kampus, laboratorium dan kuliahnya. Kemudian, satu tahun berikutnya di industri," katanya.

Jadi, kata dia, mahasiswa tersebut bisa menerapkan ilmu dan lulus mendapatkan ijazah, sekaligus mendapatkan sertifikat kompetensi dengan biaya sepenuhnya ditanggung.

Kalaupun sudah lulus, Nasir tak mempermasalahkan mereka akan kembali untuk bekerja di Indonesia atau tetap bekerja di Taiwan karena sekarang ini sudah era global.

"Kalau sudah lulus, mau pulang ke Indonesia atau tidak, urusan yang bersangkutan. Selain Taiwan, negara lain kami ada kerja sama, seperti Korea dan Jepang," katanya.

Adanya kasus tersebut, kata dia, jangan kemudian menjadi generalisasi bahwa semua kampus bermasalah, sebab banyak perguruan tinggi di Taiwan yang berkelas dunia.

"Yang penting, saya berharap seluruh rakyat Indonesia yang akan studi lanjut ke Taiwan, tolong dicek betul apakah proses pembelajarannya benar atau tidak?" katanya.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Zuhdiar Laeis
Copyright © ANTARA 2024