Banyumas (Antaranews Jateng) - Petani Desa Nusadadi, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melakukan uji coba menanam padi pada sawah apung atas bimbingan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pekerjaan Umum Wilayah Sumpiuh.

 Saat ditemui di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas, Senin, Kepala UPTD PU Wilayah Sumpiuh Imam Pamungkas mengatakan pengembangan sawah apung itu berawal dari upaya pemanfaatan sumber daya air.

 "Sebenarnya (masalah sawah) itu ranahnya Dinas Pertanian, sedangkan saya di Dinas PU khususnya irigasi mencoba memanfaatkan airnya karena kami mengurusi airnya (pengairan, red.)," kata pemenang Lomba Operasi dan Pemeliharaan Tingkat Nasional 2018 Kategori Pemilihan Pengamat/UPTD Jaringan Irigasi Permukaan Wilayah Barat itu.

Dalam hal ini, kata dia, pihaknya mencoba memanfaatkan lahan sawah di Desa Nusadadi yang selalu tergenang air terutama saat musim hujan sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian khususnya padi.

 Menurut dia, lahan sawah yang dekat dengan daerah rawa tersebut hanya dapat ditanami padi saat musim kemarau sehingga dengan adanya inovasi berupa sawah apung diharapkan bisa panen dua kali dalam setahun.

"Luas lahan sawah di Desa Nusadadi lebih kurang 120 hektare, sekitar 60 hektare di antaranya merupakan daerah genangan," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan sawah apung tersebut sudah dua kali diuji coba di Desa Plangkapan, Kecamatan Tambak, Banyumas, sedangkan di Desa Nusadadi baru pertama kali dicoba.
   

Diserang hama
Saat uji coba di Desa Plangkapan, kata dia, produktivita padi yang ditanam pada sawah apung hanya sebesar 4 ton per hektare karena terkena serangan hama wereng, sedangkan sawah konvensional bisa mencapai di atas 6 ton per hektare.

"Sebelum melakukan uji coba di sini (Nusadadi, red.), saya sudah mengukur kadar pH-nya mencapai 9 namun masih berada pada batas toleransi pH untuk tanaman padi yang berkisar 7-10," katanya.
 
Terkait teknis pembuatan sawah apung, Imam mengatakan hal itu dilakukan dengan menggunakan getek yang terbuat dari bambu yang selanjutnya ditutupi gulma atau ecek gondok yang membusuk untuk kapilaritas air, sedangkan bagian atas gulma ditutupi dengan tanah sawah sebagai media tanam.

Sebelum ditanami padi, kata dia, sawah apung tersebut diberi pupuk berupa air kencing kelinci yang telah difermentasi selama 30 hari guna mengurangi ketergantungan pupuk kimia yang akan diberikan setelah tanaman berusia 20 har setelah tanam.

 "Sawah apung ini akan bergerak naik dan turun mengikuti tinggi genangan air sehingga tanamannya tidak terendam," katanya.

 Salah seorang petani, Marfungah (46) mengaku baru pertama kali mengetahui adanya invoasi sawah apung yang dapat digunakan pada sawah yang selalu tergenang air saat musim hujan.
 
"Daerah sini sering gagal panen akibat sawahnya kebanjiran. Kalau pakai sawah apung seperti ini, saya tidak khawatir gagal panen," katanya.

Petani lainnya, Khoeron (61) mengaku tertarik untuk mencoba menggunakan inovasi sawah apung guna mengurangi risiko gagal panen.
 
"Kami hanya bisa sekali tanam padi, yakni saat musim kemarau karena ketika musim hujan selalu kebanjiran. Kemarin saja gagal panen karena tanaman saya kebanjiran, padahal sudah berusia 90 hari," katanya. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024