Banyumas (Antaranews Jateng) - Warga Desa Nusadadi bersama Pemerintah Kecamatan Sumpiuh serta Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menyiapkan Festival "Perawan Kondang" untuk mengangkat potensi alam, budaya, kuliner, dan kerajinan masyarakat setempat.

     "'Perawan Kondang' sebenarnya singkatan dari Pertunjukan Rawa Menawan dan Keroncong Berdendang. Festival ini akan kami gelar pada hari Sabtu (22/12), mulai pukul 07.00 WIB hingga larut malam," kata Kepala Desa Nusadadi Ngalimin di Banyumas, Kamis.

     Menurut dia, acara tersebut merupakan cara warga Nusadadi untuk mengangkat potensi yang dimiliki desanya, baik kekayaan alam, budaya, kuliner, dan kerajinan.

     Ia menyebutkan salah satu wujud harmonisasi masyarakat Nusadadi dengan alam akan ditampilkan sebagai acara puncak "Perawan Kondang" berupa ritual "pakan baya" atau memberi makan buaya yang menghuni Sungai Ijo dan Sungai Gatel.
     
    Kemunculan buaya di Sungai Ijo dan Sungai Gatel sempat menggegerkan masyarakat, khususnya warga Desa Nusadadi.
     
"Namun, hal itu justru mendorong warga untuk memperoleh pendapatan alternatif, antara lain dengan membuka warung dadakan di sekitar lokasi kemunculan buaya, parkir kendaraan serta tiket masuk lokasi bagi warga yang ingin melihat buaya," katanya.

     Kendati demikian, dia mengatakan bahwa kemungkinan buaya menampakkan diri sangatlah kecil karena saat sekarang sedang berlangsung musim hujan sehingga debit air di dua sungai tersebut cukup tinggi.

     Bahkan, kata dia, buaya rawa yang menghuni Sungai Ijo dan Sungai Gatel sudah lama tidak menampakkan diri.

     "Namun, bagi warga Nusadadi, ritual 'pakan baya' ini bukan sekadar memberi makan hewan liar karena hal ini adalah wujud harmonisasi dengan tujuan melestarikan alam sekitar," katanya.
     
Bagi warga Desa Nusadadi, kata dia, hidup di lingkungan yang berdampingan dengan buaya tidak dianggap sebagai ancaman. 

     Oleh karena itu, lanjut dia, warga Desa Nusadadi berupaya menciptakan harmonisasi hidup dengan buaya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan.

     Sementara itu, Camat Sumpiuh Abdul Kudus mengatakan kegiatan tersebut tidak hanya menggelar ritual "pakan baya" karena akan diisi juga dengan "Pasar Daonan" yang menyajikan kuliner khas Nusadadi, panggung hiburan keroncong yang berkolaborasi dengan musik rock, serta berbagai kegiatan lainnya yang menarik.

     "Kami juga akan menampilkan kesenian lokal seperti dayakan dan kentongan. Desa Nusadadi bisa dibilang menjadi gudangnya pelaku seni," katanya.

     Menurut dia, Desa Nusadadi memiliki grup kentongan, ebeg (kuda lumping), aksimuda, dan seni dayakan serta ritual "baritan" yang digelar sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan sebelum memulai musim tanam.

     Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Kabupaten Banyumas Deskart Sotyo Jatmiko mengatakan Desa Nusadadi juga memiliki puluhah perajin "welit" yang diolah dari daun pohon nipah. 

     "Ada pula gula nipah dan beras hitam yang berasal dari padi yang tumbuh di tanah yang berada pada satu meter di bawah permukaan laut," katanya.

     Menurut dia, potensi produk masyarakat tersebut dikemas dalam satu festival yang diharapkan dapat mendorong kreativitas masyarakat untuk menciptakan titik perkembangan wisata baru di Banyumas.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024